BANTENRAYA.COM – Provinsi Banten, sebagai salah satu jantung industri dan penyangga ekonomi nasional, tengah berada di persimpangan jalan kritis. Di balik gemerlap pembangunan, tersembunyi sebuah bom waktu ekologis: krisis pengelolaan sampah.
Data berbicara tanpa kompromi. Pada tahun 2025, Banten menghasilkan kurang lebih dari 8.126 ton sampah/hari.
Yang lebih mengkhawatirkan, 86,6% sampah yang dihasilkan atau kurang lebih 7.034,16 Ton/hari tidak terkelola, dimana 3.771 ton/hari atau 46,4% sampah ditimbun secara terbuka (open dumping) di TPA, sedangkan sisanya bocor ke lingkungan, mencemari sungai, tanah, dan laut kita.
BACA JUGA: Sesi II Perdagangan Saham: Mineral Energi Terkoreksi Tajam, Layanan Teknologi Terapresiasi Tinggi
Realitas di lapangan menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) kita semakin kritis kapasitasnya. Banyak kabupaten/kota masih terpaksa mengandalkan metode open dumping (penimbunan secara terbuka) yang usang, ilegal, dan berbahaya.
Jika kita terus melanjutkan pendekatan yang bisa dilakukan (business-as-usual), Banten tidak hanya akan gagal memenuhi mandat nasional (Jakstranas) untuk mengelola 100% sampah pada 2029, tetapi kita juga akan mewariskan bencana lingkungan bagi generasi mendatang.
Akar Masalah: Kegagalan Tata Kelola dan Biaya Tak Terlihat
Mengapa krisis ini terjadi? Akar masalah sesungguhnya bukan pada volume sampah atau ketiadaan teknologi, melainkan pada kegagalan tata kelola (governance failure).
BACA JUGA: Ini Deretan SMA Favorit di Banten 2025, MAN IC Serpong Masih Puncaki Peringkat
Selama ini, paradigma dominan “kumpul-angkut-buang” telah memperlakukan sampah sebagai beban yang menghabiskan APBD, bukan sebagai sumber daya yang bernilai.
Kegagalan tata kelola ini termanifestasi dalam bentuk fragmentasi ekosistem. Para pemangku kepentingan—pemerintah, industri daur ulang, bank sampah, akademisi, hingga sektor informal—berjalan sendiri-sendiri. Mentalitas silo antar-lembaga menghambat kolaborasi yang efektif.
Kondisi ini menciptakan biaya tak terlihat yang sangat besar. Pertama, kebocoran ekonomi. Kita kehilangan potensi nilai tambah miliaran rupiah karena gagal mengubah sampah menjadi bahan baku industri.
Bappenas memproyeksikan ekonomi sirkular dapat menciptakan 4,4 juta lapangan kerja hijau di Indonesia pada 2030, dan Banten kehilangan porsi signifikan dari potensi ini setiap hari.
Kedua, degradasi lingkungan yang secara langsung menurunkan kualitas hidup dan kesehatan publik.
Ketiga, dan yang tak kalah penting, adalah risiko integritas. Rantai pasok sampah yang tidak terstruktur dan tidak transparan membuka celah signifikan bagi praktik korupsi, pungutan liar, dan inefisiensi anggaran.
Sampah bukan lagi sekadar isu lingkungan, tetapi telah menjadi krisis integritas yang merusak kepercayaan publik.
JAWARA BERKAH: Dari Regulator Menjadi Orkestrator
Menghadapi tantangan multidimensional ini, pendekatan teknis saja tidak cukup. Kita membutuhkan perubahan paradigma fundamental. Inilah yang mendasari lahirnya inisiatif “JAWARA BERKAH” (Jadikan Warga Sejahtera, Banten Berkolaborasi Atasi Sampah).
JAWARA BERKAH adalah sebuah transformasi strategis yang mengubah peran pemerintah, baik di level kabupaten atau kota dan juga provinsi dalam hal ini melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten, dari sekadar regulator pasif menjadi Orkestrator Ekosistem Ekonomi Sirkular yang aktif.
Kita tidak lagi bekerja sendiri, melainkan merangkul dan mensinergikan seluruh potensi yang ada melalui dua inovasi utama:
1. Inovasi Kelembagaan: Kolaborasi Penta-Helix
Kita harus meruntuhkan sekat-sekat ego sektoral. JAWARA BERKAH menginisiasi pembentukan Gugus Tugas Penta-Helix yang solid, melibatkan Pemerintah, Akademisi, Swasta (Industri), Komunitas (Bank Sampah/Koperasi), dan Media.
Gugus tugas ini bukan forum seremonial, melainkan mesin kerja yang merancang peta jalan dan model bisnis ekonomi sirkular yang aplikatif dan berkelanjutan di Banten.
2. Inovasi Teknologi: Platform Digital yang Transparan dan Anti-Korupsi
Untuk mengintegrasikan rantai nilai yang terfragmentasi, kami meluncurkan Platform Digital “JAWARA BERKAH”. Platform ini berfungsi sebagai marketplace dan pusat data yang menghubungkan langsung bank sampah di tingkat komunitas dengan industri daur ulang sebagai off-taker.
Platform ini adalah instrumen kunci untuk menciptakan transparansi harga, efisiensi rantai pasok, dan akuntabilitas real-time.
Dengan memotong perantara yang tidak resmi dan mendigitalkan setiap transaksi, kita secara aktif menutup celah bagi praktik ilegal dan korupsi dalam tata kelola sampah.
Sampah Berdaya, Banten Sejahtera
Visi JAWARA BERKAH adalah memberdayakan masyarakat di tingkat akar rumput. Program ini secara strategis memberdayakan Bank Sampah dan Koperasi sebagai agregator sampah komunitas.
Program ini mentransformasi pelaku sektor informal—para pahlawan daur ulang yang sering terlupakan—menjadi wirausahawan formal yang memiliki posisi tawar kuat dan jaminan pasar.
Ini bukan hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang keadilan sosial dan ekonomi. Ini adalah instrumen nyata untuk pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja hijau.
Bagi dunia industri, ekosistem ini memberikan jaminan pasokan bahan baku daur ulang yang lebih terstandarisasi dan berkelanjutan, sekaligus meningkatkan reputasi perusahaan dalam pemenuhan standar Environmental, Social, and Governance (ESG).
Transformasi ini membutuhkan keberanian untuk berubah dan komitmen kuat dari seluruh elemen masyarakat. Krisis sampah di Banten adalah tantangan kolektif yang menuntut solusi kolaboratif.
Melalui JAWARA BERKAH, mari kita bersama-sama mengubah narasi sampah di Banten, dari beban menjadi berkah, demi terwujudnya lingkungan yang lestari, ekonomi yang bertumbuh, dan pemerintahan yang bersih. Saatnya kita wujudkan visi: “Sampah Berdaya, Banten Sejahtera”. ***
Oleh: Dr. Ruli Riatno, ST., M.Si
(Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran, DLHK Provinsi Banten / Peserta PKN Tingkat II)