BANTENRAYA.COM – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyampaikan permohonan maaf kepada warga yang masih terdampak banjir usai hujan deras yang melanda ibu kota sejak Minggu (6/7/2025) hingga Selasa (8/7/2025) lalu.
Ia mengakui bahwa, sistem penanganan banjir di Jakarta masih belum mampu sepenuhnya mencegah genangan, terutama di kawasan padat penduduk.
“Secara khusus saya juga ingin meminta maaf kepada warga yang terdampak. Karena sekarang ini masih ada beberapa warga yang terdampak banjir satu hari sebelumnya, termasuk di daerah ini,” kata Pramono dikutip dari laman resmi Humas Pemprov DKI Jakarta (beritajakarta.go.id), Kamis, 10 Juli 2025.
Baca Juga: Pelantikan 11.737 PPPK Banten Mulai 1 Agustus, Gaji Akan Dirapel September Mendatang
Hal itu ia sampaikan saat meninjau Tanggul Inspeksi Kali Ciliwung, Rajawati, Jakarta Selatan.
Pramono menyebut, hingga saat ini masih terdapat sekitar 25 RW yang belum pulih sepenuhnya dari dampak banjir.
Pramono juga menilai, banjir ini bukan sekadar akibat dari curah hujan tinggi, tetapi juga mencerminkan adanya kelemahan dalam sistem drainase dan penanganan teknis yang belum optimal.
“Kita nggak usah malu untuk meminta maaf kepada warga. Karena ini bukan sesuatu yang kita rencanakan. Tapi kita juga harus jujur, bahwa sistemnya masih belum sempurna dan harus kita perbaiki bersama,” tegasnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Pramono langsung memerintahkan Dinas Bina Marga dan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta untuk berkoordinasi dan bergerak cepat membersihkan serta memperbaiki saluran air yang tersumbat di berbagai titik.
“Saluran-saluran air yang tersumbat harus segera ditangani. Koordinasi lintas dinas itu wajib dilakukan agar tidak terjadi genangan seperti ini terus-menerus,” ujarnya.
Baca Juga: Sekolah Swasta Dilarang Tarik Iuran, Gubernur Banten Minta Masyarakat Aktif Laporkan Pelanggaran
Dalam peninjauan tersebut, Pramono juga menyampaikan bahwa proyek normalisasi Sungai Ciliwung kembali digulirkan. Dari 14 penetapan lokasi (penlok), empat di antaranya—dua di Jakarta Selatan dan dua di Jakarta Timur—telah ditandatangani.
Ia menegaskan bahwa pembebasan lahan harus dilakukan dengan pendekatan yang persuasif, bukan dengan cara-cara koersif.
“Pendekatannya bukan kemudian yang seperti menggunakan kekuasaan. Saya nggak mau,” ucapnya.***