BANTENRAYA.COM – Berita ini membahas tentang penghentian Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Anwar Usman, yang baru-baru ini diberhentikan sebagai Ketua MK oleh MKMK, mendapat sorotan dari berbagai media.
Penghentian ini terkait dengan keputusan kontroversial Anwar Usman yang memungkinkan calon presiden atau calon wakil presiden yang berusia di bawah 40 tahun.
Baca Juga: VIRAL! Pria di Sumatera Utara Pamer Uang Ratusan Juta Rupiah di Tengah Jalan
Pengumuman pemecatan Anwar Usman dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan dasar adanya pelanggaran kode etik, termasuk Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan yang diatur dalam Sapta Karsa Hutama.
Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, didampingi oleh Anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih, mengumumkan Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang diadakan di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK pada Selasa (7/11/2023).
Dalam putusan tersebut, MKMK memerintahkan Wakil Ketua MK untuk mengadakan pemilihan pimpinan baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam waktu 2×24 jam sejak Putusan ini diumumkan.
Baca Juga: Contoh Teks Amanat Upacara Tema Hari Pahlawan 2023 untuk Pembina, Singkat Tapi Jadi Pusat Perhatian
Dalam konteks ini, Anggota MKMK Bintan R. Saragih menyampaikan pendapat berbeda.
Bintan berpendapat bahwa Anwar Usman harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi karena telah terbukti melakukan pelanggaran berat.
Menurut Bintan, pemberhentian tidak dengan hormat adalah sanksi yang seharusnya dijatuhkan dalam kasus pelanggaran berat.
Baca Juga: Sempat Viral di Kota Serang Kini Mobil Kancil Kini Menghilang, Kemana Rimbanya Sekarang?
Bintan mengacu pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang mengatur sanksi terhadap “pelanggaran berat.”
Selain Anwar Usman, putusan MKMK Nomor 03/MKMK/L/11/2023 juga melibatkan Saldi Isra yang dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dalam hal perbedaan pendapat.
Namun, beberapa hakim, termasuk Saldi Isra, terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dalam hal kebocoran informasi Rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim dan pembiaran praktik benturan kepentingan oleh Hakim Konstitusi dalam penanganan perkara.
Sebagai hasilnya, Anwar Usman dilarang terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berpotensi menghadapi benturan kepentingan.
Ini adalah ringkasan mengenai penghentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK berdasarkan keputusan MKMK, serta pandangan berbeda dari Anggota MKMK Bintan R. Saragih dalam konteks kasus ini.***

















