BANTENRAYA.COM – Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, surplus perdagangan masih akan berlanjut dengan trend yang terus menyusut atau mengecil.
Surplus perdagangan berlanjut meski menyusut dikarenakan impor akan terus mengimbangi ekspor di tengah percepatan pemulihan ekonomi.
“Saat ini (surplus perdagangan dari) nilai impor diperkirakan akan terus mengimbangi ekspor di tengah percepatan pemulihan ekonomi,” Kata Faisal, Selasa 18 Oktober 2022.
Baca Juga: Cristian Sugiono Trending di Twitter Ada Apa? Yuk Disimak
“Yang menyebabkan peningkatan permintaan domestik, terutama untuk bahan baku dan barang modal impor (dua kelompok impor menyumbang sekitar 90 persen dari total impor),“ katanya.
Kebijakan pemerintah untuk melonggarkan berbagai batasan juga akan meningkatkan impor.
“Pelonggaran PPKM, telah meningkatkan mobilitas masyarakat yang dapat meningkatkan impor minyak,” katanya.
Baca Juga: Link Nonton dan Sinopsis Preman Pensiun 7 Episode 2 Legal Full HD: Hari Patah Hati Lord Yayat
Sementara itu, tren kenaikan sebagian besar harga komoditas terlihat tertahan di tengah peningkatan ketakutan akan resesi global yang bersumber dari lonjakan inflasi, yang dapat melemahkan permintaan global.
“Hal ini memberikan risiko melemahnya kinerja ekspor,“ jelas Faisal.
Namun dari sejumlah harga komoditas yang terdampak, permintaan komoditas berbasis nikel tetap tinggi.
Baca Juga: Bharada E Jalani Sidang Kasus Pembunuhan Brigadir J, Kuasa Hukum Tak Ajukan Nota Keberatan
Faisal optimis, surplus perdagangan masih akan berlanjut dengan tren yang terus menyusut atau mengecil.
Ini akan membawa kabar baik untuk neraca transaksi berjalan.
“Komponen penyumbang surplus terbesar pada neraca transaksi berjalan adalah neraca barang yang sejalan dengan neraca perdagangan,” tuturnya.
Baca Juga: Omo! Jelang Wajib Militer, Jin BTS Akan Debut Solo pada Akhir Oktober 2022
“Neraca dagang diperkirakan masih surplus sampai akhir tahun, jadi ini masih memungkinkan untuk neraca transaksi berjalan mencatatkan surplus,” ungkap Faisal.
Diproyeksikan neraca transaksi berjalan 2022 berpotensi mencatat surplus sekitar 0,45 persen dari PDB (dibandingkan. 0,28 persen dari PDB pada tahun 2021).
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kuartal 4 diperkirakan makin kuat, meski tertekan inflasi. “Secara musiman pola konsumsi akan naik pada Q4 dan ditambah dengan pelonggaran PPKM dapat menjadi momentum.
Baca Juga: Kenapa Bunda Corla Viral? Sampe Live IG Ditonton Deretan Artis dan Diberi Julukan Ratu Jreng
Tapi memang kenaikan bisa tertahan akibat tekanan inflasi,” tandas Faisal.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan optimisme pemulihan perekonomian nasional tetap terjaga meski di tengah gejolak tantangan global.
Hal tersebut seiring dengan perbaikan indikator pada berbagai sektor.
Baca Juga: Sinopsis Preman Pensiun 7 Episode 2 Nanti Malam, Bisnis Bang Edi Kandas Kerjasama dengan Feni Tuntas
Salah satu sektor yang menunjukkan perbaikan signifikan yakni konsumsi dan investasi yang ditandai dengan menguatnya daya beli masyarakat.
Lalu terjaganya indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penjualan eceran, terjaganya PMI manufaktur pada level ekspansi, serta kredit perbankan yang tumbuh di atas 10% sejak Juni 2022.
“Kerja sama semua pihak termasuk swasta, patut kita syukuri karena Indonesia mampu tumbuh di atas 5 persen selama 3 kuartal terakhir dan berharap di kuartal III dan IV mampu menargetkan pertumbuhan di atas 5 persen sehingga secara year on year di akhir tahun kita targetkan 5,2%,” ungkap Ketum Golkar itu.
Baca Juga: Usai Laporan KDRT Rizky Billar DIcabut, Ini Penyebab Lesti Kejora Bucin pada Sang Suami
Sektor Swasta
Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan terjaga.
Hal itu didasarkan pada gambaran perkembangan ekonomi terakhir terutama di triwulan III dan tantang yang mungkin muncul di triwulan IV.
“Sepertinya mungkin sedikit di bawah target. Tapi kalau 5%, saya masih optimis itu masih bisa dicapai, tapi kalau 5,2% itu memang kita harus tumbuh cukup tinggi di triwulan 3 dan 4 di tengah situasi ekspor sudah mulai kelihatan menurun, dampak dari eksternal global mulai terasa,” terangnya.
Baca Juga: BSU Tahan 6 Cair Hari Ini, Berikut Link dan Cara Cek Penerima Lewat HP
Menurut Eko, implementasi kebijakan fiskal sebagai shock absorber yang dilakukan pemerintah memang cukup membantu. Menurutnya, justru perekonomian Indonesia disokong oleh sektor swasta yang memainkan peran besar baik dalam kondisi saat ini.
“Karena sebetulnya fiskal itu hanya berperan di bawah 10% dari total perekonomian, lebih banyak didorong faktor swasta.
“Swasta kalau melihat profil sampai hari ini ya lajunya masih positif dan meningkat. Penjualan ritel juga masih tinggi, tren investasi juga positif,” tandasnya.
Baca Juga: Rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan Dihapus, TGIPF Terkendala Ungkap Tragedi Kanjuruhan
Meski demikian, tahun depan kondisi tersebut akan mendapati tantangan cukup berat.
Beberapa negara besar yang menjadi mitra dagang utama Indonesia akan menggalami pelambatan ekonomi.
Meski demikian, Eko memprediksi Indonesia masih mampu bertahan dan tidak sampai jatuh ke jurang resesi.
“Indonesia masih survive. Tidak akan resesi, dugaan saya. Kecuali sangat ekstrim situasinya,” tegasnya.
Hal itu disebabkan perekonomian Indonesia lebih ditopang oleh konsumsi domestik, sehingga ketika negara besar seperti China dan Amerika Serikat mengalami resesi, Indonesia masih bisa bertahan.
“Sebetulnya dari sisi di luar ekspor, tidak juga. Ekonomi Indonesia tergantung pada konsumsi masyarakat dalam negeri,” tuturnya.
“Jadi selama masyarakat dalam negeri masih konsumsi, masih belanja ya sebetulnya AS mau resesi, China mau resesi pun kita masih survive,” pungkasnya. ***