BANTENRAYA.COM – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF yang diketuai Menteri Menkopolhukam Mahfud MD terus mencari fakta siapa yang bertanggungjawab atas kejadian tragedi di Stadion Kanjuruhan.
Dalam prosesnya Mahfud menemukan jika penyelenggara saling melempar tanggungjawab, terutama soal pelaksanaan waktu bertanding.
Kesemua panitia, papar Mahfud sangat lihai mencari dalil perlindungan aturan formal masing-masing.
Termasuk, semua pihak terlibat seperti PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator liga, PSSI selaku federasi sepak bola, panitia pelaksana (panpel) lokal, hingga pemegang hak siar yakni Grup Emtek semuanya melempat tanggungjawabnya atas tragedi yang menewaskan ratusan orang tersebut.
Meski begitu, Mahfud MD memastikan pihaknya akan mengungkap siapa pihak yang benar-benar akan bertanggungjawab atas tragedi yang terjadi tersebut.
“Yang kami rasakan sekarang ada saling lempar tanggung jawab. Kata PSSI bilangnya sudah ke LIB, LIB sudah ke panpel, kemudian panpel juga macam-macamlah. Broadcast (pemegang hak siar, red.) juga sama, saling lempar,” kata Mahfud kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan pada Rabu 12 Oktober 2022.
Baca Juga: Indosiar akan Diperiksa Polri Atas Tragedi Kanjuruhan, Simak Jadwal Pemanggilannya
Mahfud mengatakan, semua lincah berlindung dengan aturan formal. Padahal aruran itu bertentangan dengan aturan subsansial.
Untuk itu, menjadi tugas TGIPF akan mengungkapkan kebenaran substansial terkait dengan Tragedi Kanjuruhan serta pihak pemangku kepentingan yang harus bertanggung jawab.
“Kalau kebenaran formalnya, sudahlah masing-masing punya pasal, masing-masing punya kontrak. Akan tetapi, keadilan substantifnya dan kebenaran substansialnya itulah yang akan digali TGIPF dan itu yang akan disampaikan kepada Presiden,” imbuhnya.
Sebelumnya, Anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan Nugroho Setiawan menyatakan, dirinya secara langsung melihat CCTV di pintu 13 dan suasananya sangat mengerikan.
“Situasinya pintu terbuka tapi sangat kecil harusnya untuk masuk malah untuk pintu keluar, orang berebut keluar sementara sebagian sudah terjatuh, pingsan, terhimpit terinjak akibat efek dari gas air mata. Itu disaksikan di CCTV,” katanya.
“Miris sekali saya melihat detik-detik para penonton meregang nyama terekam sekali dari CCTV, sangat mengerikan melihat kejadiannya,” ucapnya.
Nugroho menyimpulkan, jika kondisi stadion sangat tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk. Mulai dari tidak adanya pintu darurat, ukuran tangga yang terlalu tinggi tidak standar, hingga pagar pembatas tangga yang sudah lapuk membahayakan para pendukung.
“Kesimpulannya sementara bahwa Stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk match. Mungkin kalau itu medium atau low risk masih bisa,” ujarnya.
Sementara yang saya lihat adalah pintu masuk berfungsi sebagai pintu keluar, tapi itu tidak memadai. Kemudian tidak ada pintu darurat. Jadi mungkin ke depan perbaikannya adalah mengubah struktur pintu itu,” lanjutnya.
Disisi lain, akses tangga tidak sesuai dengan ukuran standar keselamatan, sehingga saat berlarian mengakibatkan orang terjatuh, termasuk juga pagar penyangga tangga atau railing yang sudah tidak layak dan saat dipegang roboh mengakibatkan beberapa orang terluka.
“Anak tangga ini kalau secara normatif di dalam safety discipline, ketinggian 18 cm lebar tapak 30 cm ini tadi antara lebar tapak dan ketinggian sama rata-rata mendekati 30 cm. Jadi intinya gini kalau dengan ketinggian normal tadi tinggi 18 dan lebar tapak 30 ini kita berlari turun, berlari naik itu tidak ada kemungkinan jatuh,” ucapnya.
Kemudian lebar dari anak tangga itu juga tidak terlalu ideal untuk kondisi crowd, karena harus ada railing. Railing untuk pegangan. Railing ini juga sangat tidak terawat dengan stampit desakan yang luar biasa akhirnya railing-nya patah dan itu juga termasuk yang melukai korban,” lanjutnya.
Hal mengerikan lainnya juga adalah akibat gas air mata, lanjut Nugroho, efek zat yang ada didalamnya membuat luka korban paling cepat sembuh yakni satu bulan.
“Tim juga menghubungi korban, melihat korban, bahkan sempat menyaksikan perubahan fenomena trauma lukanya dari menghitam, kemudian memerah dan menurut dokter itu recovery-nya paling cepat adalah satu bulan,” lanjutnya.
“Jadi efek dari zat yang terkandung di gas air mata itu sangat luar biasa. Ini juga patut dipertimbangkan untuk crowd control di masa depan,” pungkasnya. *

















