BANTENRAYA.COM – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Negeri Serang, menolak membebaskan Pjs Senior Manager Operational & Manufacturing PT Kilang Pertamina Internasional unit VI Balongan, Dedi Susanto, dan Bussines Development & Corporate Planning Vice Presiden PT IAS Imam Fauzi dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten.
Dua dari lima terdakwa kasus proyek fiktif pengadaan software di PT Indopelita Aircraft Service atau anak perusahan PT Pertamina yang telah merugikan negara sebesar Rp8,1 miliar itu, keberatan atas dakwaan JPU, karena dianggap kabur, atau tidak jelas. Sehingga keduanya minta dibebaskan dari segala dakwaan.
Sedangkan tiga terdakwa lainnya, Mantan Presiden Director PT IAS, Sabar Sundarelawan, Direktur Utama PT Aruna Karya Teknologi Nusantara (AKTN), Andrian Cahyanto dan Finance & Business Director PT IAS, Singgih Yudianto menerima dakwaan JPU.
Baca Juga: Update Kode Redeem FF Free Fire 19 Agustus 2022, Klaim Hadiah Skin Epic dan Diamond Gratis
Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo mengatakan jika keberatan yang diajukan terdakwa, dinilai sudah masuk ke dalam pokok materi sidang.
Sehingga eksepsi kedua terdakwa ditolak, dan persidangan akan berlanjut pada tahap pembuktian.
“Eksepsi keberatan terdakwa Dedi Susanto, dan Imam Fauzi tidak dapat diterima. Menyatakan penuntut umum melanjutkan perkara, adalah sah sebagai dasar pemeriksaan materi tindak pidana korupsi atas naman terdakwa Dedi Susanto, dan Imam Fauzi,” katanya dalam sidang putusan sela disaksikan JPU Kejati Banten Subardi dan kuasa hukum serta terdakwa, Kamis 18 Agustus 2022.
Sebelumnya, kedua terdakwa Dedi Susanto, dan Imam Fauzi melalui kuasa hukumnya, keberatan tentang dakwaan jaksa penuntut umum yang dinilai tidak jelas dan cermat.
Baca Juga: Mulai 18 Agustus 2022 sampai 31 Desember 2022 Pemprov Banten Hapuskan Denda Pajak Kendaraan Bermotor
Sehingga keduanya meminta majelis hakim untuk membebaskan kedua terdakwa dari dakwaan JPU.
Diketahui, dalam dakwaan JPU Kejati Banten Subardi mengatakan, kelima terdakwa secara bersama-sama dan turut serta dalam penunjukan, penerbitan dan pembayaran uang muka pekerjaan fiktif dan menyalahi mekanisme, prosedur dan ketentuan, dalam pekerjaan pengadaan software di PT IAS tahun 2021.
“Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 8.191.559.534 sebagaimana laporan tim internal audit PT Pertamina,” katanya.
Baca Juga: Blusukan Cek Penyaluran Dana Stimulan DKM, Walikota Cilegon Helldy Agustian: Terserah Buat Apa Aja
Subardi menjelaskan kelima SPK yaitu pekerjaan aset integrity manajemen sistem (AIMS) di Pertamina RU VI Balongan kepada PT Everest Technology, SPK pembelian dan jasa 3 D pack for emergency safety response simulation dan engineering integrity di Pertamina RU VI Balongan kepada PT Everest Technology.
SPK pekerjaan 3D laser scanning di Pertamina RU VI Balongan kepada PT Aruna Karya Teknologi Nusantara (AKTN), SPK assessment maintenance excellent dan digital transformation di Pertamina RU VI Balongan kepada PT AKTN serta SPK pekerjaan smart P&ID dan isometric serta loading data SDx di Pertamina RU VI Balongan kepada PT AKTN.
“Penerbitan dan penandatanganan ke-5 SPK tersebut, semata-mata hanya untuk memenuhi permintaan percepatan realisasi project digitalisasi kilang di Kilang Pertamina RU VI Balongan, oleh karena ke-5 SPK tersebut terbit, dan ditandatangani tanpa melalui tahapan pengadaan barang dan jasa,” jelasnya.
Baca Juga: Tayang Malam Ini! Drakor Adamas Epsiode 8 Sub indo, Berikut Link Nonton dan Sinopsisnya
Subardi mengungkapkan, atas kelima SPK itu terdakwa Sabar Sundarelawan mendapatkan Rp 500 juta, Singgih Yudianto Rp 500 juta, Dedi Susanto Rp 3,4 miliar, Imam Fauzi Rp 120 juta dan Andrian Cahyanto Rp 1,9 miliar serta saksi Ratna Sari selaku Komisaris PT AKTN Rp 1,6 miliar.
“Secara sendiri atau bersama-sama, secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pertentangan kepentingan atau conflict of interest telah menggunakan kekuasaan, dalam jabatanya mempengaruhi jalannya proses keputusan pengadaan,” ungkapnya.
Subardi menambahkan terdakwa Sabar bersama Singgih, Imam dan Dedi dari PT IAS telah mengarahkan, menyetujui, dan memerintahkan pembayaran 2 pekerjaan pada PT AKTN. Padahal, lanjut Subardi, pekerjaan proyek digitalisasi kilang di Kilang Pertamina RU VI Balongan belum ada kontrak induk dan tidak pernah dikerjakan atau fiktif.
“Pembayaran uang muka pekerjaan dari PT IAS kepada PT AKTN terhasap SPK 204 dan SPK 205 yang merupakan pekerjaan fiktif,” tambahnya.
Atas dasar itu, kelimanya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai pembacaan putusan sela, sidang selanjutnya ditunda hingga Rabu pekan depan, dengan agenda keterangan saksi-saksi dalam perkara tersebut. **

















