BANTENRAYA.COM – Donor ASI saat ini bukan lagi menjadi hal baru di kalangan masyarakat Indonesia.
Donor ASI adalah bentuk aktivitas memberikan ASI dari ibu kepada bayi lain bukan dari rahimnya kepada yang membutuhkan.
Namun yang tak disadari, donor ASI sendiri berpotensi mengakibatkan status keharaman nikah atau mahram karena persusuan.
Hal ini dapat terjadi karena asupan susu untuk bayi dari donor di bank ASI setara dengan asupan susu untuk bayi langsung dari puting salah seorang perempuan.
Meski demikian, kegiatan donor atau berbagi ASI adalah salah satu solusi atau upaya yang dapat dilakukan saat bayi.
Terutama yang lahir dengan berat badan rendah atau mengalami malnutrisi, tidak bisa menerima ASI akibat keterbatasan tertentu.
Baca Juga: Ada Bahaya Tersembunyi Gadget pada Tahap Belajar Anak, KKM Uniba Kelompok 13 Ungkap Lebih Dalam
Misalnya kondisi kesehatan ibu atau produksi ASI yang memang tidak mencukupi kebutuhan sang bayi.
Lalu bagaimana hukum donor ASI dan status hubungan mahramnya menurut syariah Islam?
Dikutip Bantenraya.com Instagram @nuonline_id, para kiai di Indonesia telah memberikan kesimpulan dalam kasus tersebut.
Bahwa pengumpulan susu oleh rumah sakit dari kaum ibu yang diberikan kepada bayi-bayi yang dirawat dalam rumah sakit tersebut bisa menjadikan mahram radha’ah dengan sejumlah syarat:
Mahram radha’ah sendiri berarti hubungan mahram yang diakibatkan oleh persusuan yang dilakukan oleh seorang perempuan kepada bayi yang bukan anak kandungnya.
1. Perempuan yang diambil air susunya itu masih dalam keadaan hidup, dan (kira-kira) berusia sembilan tahun Qamariyah.
2. Bayi yang diberi air susu tersebut belum mencapai umur dua tahun.
3. Pengambilan dan pemberian air susu itu sekurang-kurangnya lima kali.
4. Air susu tersebut harus dari perempuan yang tertentu.
5. Semua syarat yang tersebut di atas harus benar-benar yakin.
Baca Juga: Domisili Jakarta, Intip Info Loker PT Eonchemicals Putra Terbaru Simak Syarat dan Tupoksinya
Setiap tahapan penyusuan tidak mensyaratkan banyak tetes atau mengakibatkan bayi hingga kenyang.
Setetes dalam satu tahapan sekalipun sudah dihitung sebagai satu kali tahapan penyusuan. Hal ini sebagaimana keterangan menurut Syekh Zainuddin Al-Malibari berikut ini.
Asupan susu bayi dari bank ASI yang memenuhi syarat berdampak pada haram pernikahan karena adanya persusuan.
Baca Juga: Medali Emas Rizki Juniansyah Bakal Kena Pajak Bea Cukai? Stafsus Menkeu Beri Jawaban Tegas
Keharaman ini tidak berlaku hanya antara ibu relawan yang memberikan professional Asinya dan bayi penerima donor ASI, tetapi juga saudara susu dan lain sebagainya seperti haram pada nasab.
Untuk memastikan agar aktivitas donor dan pengelolaan bank ASI perlu dilakukan pencatatan dan pendataan ibu relawan dan bayi penerima donor ASI dan juga dengan dokumentasi yang rapi dan mudah diakses.
Hal ini bertujuan agar adanya bukti bahwa adanya kegiatan mengirimkan ASI kepada bayi yang lain. ***