BANTENRAYA.COM – Debat Calon Wakil Presiden atau Cawapres semakin memanas usai Gibran Rakabuming tanyakan soal Carbon Capture and Storage ke Mahfud MD.
Pasalnya Gibran Rakabuming tak puas dengan jawaban Mahfud MD saat ditanyai regulasi Carbon Capture and Storage.
Lantas apa itu Carbon Capture and Storage? Yang ditanya Gibran Rakabuming ke Mahfud MD, simak artikel ini sampai habis.
Baca Juga: Masuk List Titik ‘Haram’, Bawaslu Banten Turunkan APK di Atas Pos Polisi di Kota Serang
Debat Cawapres 2024 berlangsung seru tadi malam, Jumat, 22 Desember 2023 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta.
Di mana, Gibran Rakabuming dan Mahfud MD saling ‘serang’ soal Carbon Capture and Storage.
“Dikarenakan prof Mahfud ahli hukum, saya ingin bertanya bagaimana regulasi untuk Carbon Capture and Storage?,” tanya Gibran ke Mahfud MD.
Baca Juga: KPU Banten Gelar Nobar Debat Cawapres Bareng Pimred
“Regulasi itu tidak harus spesifik satu persatu, kecuali proyek pembuatan regulasi itu sudah ada, Nah itu yang akan kami buat, bagaimana mengatur Undang-undang karbon, bukan hanya itu jadi itu yang akan dilakukan,” jawab Mahfud.
Mungkin bagi sebagian orang belum mengetahui apa itu Carbon Capture and Storage?
Dikutip Bantenraya.com dari laman resmi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Carbon Capture and Storage (CCS) adalah teknologi penangkapan dan penyimpanan Karbon Dioksida (CO2) ke tempat yang aman.
Baca Juga: Siapkan Strategi Manjur, Relawan Ndaru Banten Siap Menangkan Prabowo-Gibran
CCS bertujuan untuk mengurangi emisi gas CO2 di udara yang disebabkan oleh pemanasan global, atau aktivitas manusia.
Direktur Eksekutif Indonesia Carbon Capture and Storage Center (ICCSC) Belladonna Troxylon Maulianda menjelaskan, CO2 akan tersimpan di dalam tanah dengan proses Kimia.
“Saat CO2 diinjeksikan, harapannya dia bisa terlarut di dalam air dan yang kedua akan berikatan secara kimia di batuan tanah dan tersimpan permanen,” kata Belladonna dalam konferensi pers International & Indonesia CCS Forum di Jakarta, Senin, 11 September 2023.
Belladonna menerangkan, ketika CO2 yang diinjeksikan ke dalam tanah, maka ia bisa mengisi pori-pori batuan.
Dengan begitu, CO2 yang telah masuk ke dalam reservoir dipastikan tetap tersimpan dengan aman.
“Jadi, secara teknis ini sangat aman karena sudah dilakukan oleh Kanada, AS, dan Norwegia sejak tahun 1980,” ujarnya.
Baca Juga: KPU Pandeglang Siapkan Kursi Roda Hingga Penerjemah Braille, Fasilitasi 3.696 Pemilih Disabilitas
Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra, menegaskan bahwa Indonesia berpotensi besar untuk jalankan CCS.
“Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan yang sangat besar, sekitar 8 giga ton CO2 di reservoir migas dan lebih dari 400 giga ton di saline aquifer,” kata Mirza, yang dikutip Bantenraya.com melalui laman Kementerian ESDM.
Mirza Mahendra berharap jika proyek CCS ini bisa memajukan perekonomian Indonesia, sekaligus menghilangkan gas emisi dari atmosfer.
Baca Juga: Warganet Heran Dengan Cak Imin yang Sebut Akan Bangun 40 Kota Setara Jakarta, Padahal Tolak IKN
“tidak hanya untuk migas, industri dalam negeri, tetapi juga dapat mendukung dekarbonisasi di kawasan melalui CO2 lintas batas,” harap Mirza.
Dapat disimpulkan CCS adalah proses penangkapan CO2, umumnya dari sumber besar seperti pembangkit listrik atau fasilitas industri yang menggunakan bahan bakar fosil atau biomassa sebagai bahan bakar.
Jika tidak digunakan di lokasi, CO2 yang ditangkap akan dikompresi dan diangkut melalui pipa, kapal, kereta api atau truk untuk digunakan dalam berbagai aplikasi, atau disuntikkan ke dalam formasi geologi yang dalam seperti reservoir minyak dan gas yang sudah habis.***