BANTENRAYA.COM – Dewan Pimpinan Daerah atau DPD Real Estate Indonesia REI Provinsi Banten, menyoroti soal rencana rumah subsidi yang akan ditetapkan oleh pemerintah dengan ukuran 14 meter dan luas tanah 25 meter persegi.
Ketua DPD REI Banten Roni H Adali mengatakan, ukuran rumah tersebut mengalami penyusutan jika dibandingkan dengan rumah subsidi yang dikembangkan saat ini, dengan rata-rata luas bangunan yakni 30-36 meter persegi untuk bangunan dan 70-72 meter persegi untuk luas tanah.
“Terkait isu rumah dengan tipe dan kavling kecil pada dasarnya untuk kebermanfaatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) namun ada yang harus dipertimbangkan terutama kelayakan bagi penghuni,” kata Roni kepada Bantenraya.com, Minggu 22 Juni 2025.
Roni menuturkan, rumah subsidi yang baik ialah yang sesuai terhadap regulasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) atau Undang-Undang Perumahan nomor 21 mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, sepanjang belum ada perubahan harus tetap mengacu atau dasar pijakannya.
“Ini harus proper terhadap kelayakan hunian, kebetulan Pak menteri kita kan sangat fokus terkait kelayakan hunian, juga aspek sosiologis masyarakat kita dengan kekerabatannya, rumah tempat bersama, untuk silaturahmi dan seterusnya,” paparnya.
Selain itu, dari sisi kemampuan daya beli masyarakat dan likuiditas perbankan juga harus terjangkau, sehingga secara kemampuan yang ada masih memberikan peluang yang tinggi untuk mendapatkan rumah.
“Kalau dimungkinkan rumah subsidi ini dijalankan targetnya adalah kota yang memang tidak ada realisasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) nya, sehingga tidak merusak ekosistem FLPP yang ada,” terang Roni.
Roni juga menyarankan apabila rencana tersebut diimplementasikan, harus menyasar pada penerima yang memiliki penghasilan rendah.
Baca Juga: Sambut Hari Krida Pertanian Nasional, TBM Titik Literasi Laksanakan Diskusi
Harga jual Rp100 juta dinilai masih bisa diterima sehingga tidak terjadi kesenjangan yang merusak pengembang properti.
“Terkait batasan harga maka harus sesuai dengan harga FLPP, tidak boleh ada disparitas harga, karena akan memberi dampak psikologis dan ekonomis yang tidak nyaman atau fair,” kata Roni.***