BANTENRAYA.COM – Puasa secara kejiwaan dinilai sebagai terapi stres yang paling efektif.
dr. Zaidul Akbar mengatakan, jika puasa dilakukan secara ikhlas, kadar hormon kebahagiaan meningkat.
“Tidak heran orang yang berpuasa kadar hormon kebahagiaannya meningkat kalau ikhlas, kalau cinta puasanya,” kata dr. Zaidul Akbar bersama Ustadz Budi Ashari dikutip dari dr. Zaidul Akbar Official berjudul ‘Puasa Terapi Stres’ yang diunggah pada 18 Mei 2020.
Baca Juga: Diajak Ngopi Bareng oleh Bupati Lebak, Gubernur Banten: Ayo… Gampang…
dr. Zaidul Akbar pun menjelaskan, kebahagiaan berpuasa juga tersirat dalam hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam.
“Sebenarnya puasa itu bahagia, farhatan,” jelasnya.
Hadits tersebut lengkapnya adalah ‘lisshaimi farhatani, farhatun indal fithri, wa farhatun inda liqai rabbih’, yang artinya bahwa orang berpuasa itu akan memperoleh kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika berbuka atau berhari raya, dan kebahagiaan ketika bertamu dengan Tuhannya.
Baca Juga: Geluti Usaha Budidaya Jamur Tiram, Mahasiswa Unbaja Raup Keuntungan Rp6 Juta Per Bulan
dr. Zaidul Akbar mengatakan, secara ilmu pengetahuan, berpuasa juga sebagai detoksifikasi.
Bahkan, puasa merupakan detoksifikasi hati paling baik.
“Mata nggak boleh liat, telinga pendengaran, mulut, hidung disuruh istirahat semua,” jelasnya.
Namun begitu, kata dr. Zaidul Akbar, puasa juga bisa bikin stres jika dilakukan tidak ikhlas atau karena paksaan.
“(Stres) banget. Selain stres, tidak ada efek fisiologi buat badan,” ungkapnya.
Jika tidak ikhlas, lanjut dr. Zaidul Akbar, puasa tidak akan bisa munculkan endorfin atau hormon dan senyawa kimia di tubuh untuk mengendalikan luka dan stres.
Kalau endorfin tidak muncul, lanjut dia, puasa justru akan menaikkan tensi darah dan menyebabkan kolesterol.
“Malah justru muncul adrenalin, cemas hormon takut,” jelasnya.
Menurut dia, berdasarkan sejarah Islam, dulu tidak ada penyakit stroke, kencing manis, darah tinggi atau kolesterol.
Baca Juga: Lurah dan Camat di Kota Serang Diminta Awasi Orang Asing
“Karena apa? mereka benar menjaga imannya dari pada memuaskan hawa nafsu. Karena apa? lemahnya iman (akibat) banyak makan,” tegasnya.
dr. Zaidul Akbar pun mengibaratkan puasa Ramadhan dengan jam istirahat sekolah.
Saat bel istirahat berbunyi, kata dia, anak-anak sekolah merasa gembira.
“Sama, tubuh kita, selama ini yang kita lakukan 11 bulan itu kan kerja. Semua panca indra bekerja aktif, mata telinga, bahkan yang banyak kerjaan dalam tubuh kita itu hati, jiwa,” ungkapnya. ***