BANTENRAYA.COM – Penyakit pencernaan terjadi di kalangan Pasukan Tentara Israel (IDF). Ribuan tentara IDF keracunan makanan dan hingga alami diare.
Wabah tersebut menyebar di antara tentara IDF yang berada di selatan wilayah penduduk khususnya yang berada di garda terdepan yaitu yang bertugas di wilayah Gaza.
Tentara IDF yang keracunan makanan dan terserang diare disebut tidak bisa terjun ke medan perang karena memiliki resiko kematian yang lebih besar.
Baca Juga: Geger! Wanita ini Meramal Pernikahan Tiko dan BCL Hanya akan Seumur Jagung
Tak hanya diare, kondisi psikologis para tentara juga terganggu sehingga ada sebanyak 2.000 tentara Israel telah menerima bantuan psikologis sejak awal perang Israel-Palestina pada 7 Oktober lalu.
200 tentara Israel terganggu selama tiga pekan pertama serangan darat di Jalur Gaza yang diluncurkan pada tanggal 27 Oktober.
Yedioth Ahronoth, surat kabar Israel melaporkan bahwa sejak meletusnya perang Israel-Palestina di Gaza, sudah banyak pihak yang menyumbangkan makanan untuk tentara IDF.
Baca Juga: Sinopsis 13 Bom di Jakarta, Sajikan Film Action Agen Rahasia Lawan Teroris
Namun, para dokter mengatakan bahwa persiapan yang buruk termasuk penyimpanan makanan dan transportasi menjadi alasan keracunan massal yang dialami tentara IDF terjadi.
Dilansir dari MEMO, Kepala Unit Penyakit Menular di Rumah Sakit Universitas Assuta Ashdod, Dr Tal Brosh, mengatakan bahwa para dokter mengindentifikasi adanya infeksi bakteri Shigella.
“Kami mendiagnosis infeksi bakteri Shigella yang menyebabkan disentri, penyakit ini sangat berbahaya dan menyebar di kalangan tentara di Gaza,” kata Brosh.
Baca Juga: Viral isi Chat WhatsApp Suami yang Tidak Bahagia Istrinya Hamil, Begini Jawabannya
Brosh menjelaskan bahwa para tentara yang terserang diare akan memiliki resiko kematian yang besar untuk terus terjun ke medan perang
“Jika infeksi menyebar di antara 10 tentara di kompi infanteri, dan mereka mengalami demam mencapai 40 derajat Celsius, dan mereka mulai mengalami diare setiap 20 menit, maka mereka tidak lagi sehat untuk berperang dan mereka membuat diri mereka dalam risiko kematian,” jelasnya.***