CILEGON – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk tetap berpikir kritis. Dilaksanakannya kegiatan Jabar-Banten Berdialog di tengah naiknya kasus pandemi Covid-19 menjadi bukti nyata semangat mahasiswa. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara daring, Senin (26/7).
Rifki, ketua pelaksana kegiatan mengatakan, kegiatan Ini merupakan inisiasi dari mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) Wilayah IV. Dan kegiatan ini mengambil tema “Defisit Anggaran : Apakah Utang Adalah Solusi”. Tema yang diambil berangkat dari situasi nasional.
“Universitas Galuh Ciamis menjadi tuan rumah dalam kegiatan ini dan diikuti oleh 23 universitas se-Jabar Banten. Kegiatan juga dibuka oleh Wakil Rektor III Dr Ida Farida,” kata Rifki kepada Banten Raya, Selasa (27/7).
Anggota Komisi XI DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa turut hadir sebagai narasumber. Dalam pemaparannya, ia menyampaikan bahwa utang bukanlah solusi dalam mengatasi defisit anggaran Indonesia.
Terlebih ia juga menyoroti bagaimana penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh pemerintah yang terlalu sentralis dan sudah mulai melenceng dari konstitusi yang ada. “Saat ini, kebijakan yang harus diambil pemerintah adalah menjaga demand and supply. Pemerintah harus membuka akses, bukannya membatasi bahkan memberhentikan,” Paparnya.
Di lain sisi, BP ISMEI 2015-2018 Andi Rante, yang juga hadir sebagai narasumber lebih menyoroti alokasi dari pengambilan utang negara. “Negara Indonesia tidak harus anti dengan utang. Tapi, apakah utang yang diambil dialokasikan dengan baik? Terlebih, data berbicara bahwa sebagaian besar utang negara dialokasikan untuk infrastruktur,” ungkap Andi Rante yang saat ini menjabat sebagai Ketua PB HMI Bidang Ekonomi Pembangunan.
Ia menambahkan, yang seharusnya menjadi prioritas saat ini adalah penanganan Covid-19 dan dampaknya bagi perekonomian. Bukan pembangunan infrastruktur seperti yang terjadi saat ini. Untuk menghindari defisit anggaran yang makin melebar, seyogyanya pemerintah lebih fokus dengan program yang mereka canangkan sendiri.
“Seyogyanya pemerintah lebih fokus dengan program yang mereka canangkan sendiri melalui realokasi dan Refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya bagi ekonomi. Artinya alokasi dan fokus sektor penganggaran dari pusat hingga ke bawah itu lebih kepada penanganan Covid, tapi bukan berarti sektor lain dikesampingkan,” ujar Andi.
Volume ekspor harus ditingkatkan dengan potensi-potensi yang masih bisa bergerak dalam masa sekarang seperti sektor pangan, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), farmasi, informatika dan beberapa sektor lainnya. Kurangi belanja-belanja pemerintah yang tak ada kaitannya dengan penanganan Covid-19.
Selain itu juga, kurangi belanja yang belum urgen, tingkatkan nilai investasi agar roda ekonomi tetap berjalan di masyarakat, dorong daya beli masyarakat dengan berbagai kebijakan dan pastikan itu tiba dengan cepat dan tepat sasaran sebab dana segar di masyarakat sangat diperlukan untuk mendorong daya beli.
“Saat ini dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam penanganan Covid dan pemulihan ekonomi sudah tepat, tinggal pemerintah dalam posisi ini harus fokus mendorong pertumbuhan dan dari hulunya lewat dana PEN tersebut dan memastikan penggunaannya tepat sasaran,” imbuhnya.
Ia mengatakan, utang jika memang dibutuhkan untuk menutupi pelebaran defisit akibat penanganan Covid-19 hal yang wajar, tapi pemerintah harus berhati-hati dengan rasio utang, terkhusus utang luar negeri. “Kita harus banyak belajar dari krisis moneter yang terjadi tahun 98 silam. Utang yang dikonversi ke mata uang asing potensinya bisa mengganggu keseimbangan neraca keuangan negara, untuk itu sebelum berutang, haruslah di hitung matang-matang berdasarkan tingkat kemampuan bayar kita,” kata dia. (predy)