BANTENRAYA.COM – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar pemerintah tetap menggunakan formula pengupahan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 jo. PP 51/2023 dalam penyusunan kebijakan upah minimum 2026. Ini adalah rumus lama yang telah diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Ketua Harian Apindo Provinsi Banten, Kris Adidarma, mengungkapkan bahwa sesuai dengan pernyataan Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, bahwa dunia usaha menginginkan formula yang objektif, berbasis data, serta sesuai kondisi ekonomi agar kebijakan pengupahan tidak menekan keberlanjutan industri. Apindo menekankan pentingnya menjaga nilai alpha (α) tetap proporsional dan berbasis indikator ekonomi, produktivitas daerah, serta Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
“Jadi kami ikut arahan Apindo pusat,” kata Kris, Minggu (7/12/2025).
Kata Kris, Apindo juga meminta penetapan upah minimum sektoral dilakukan secara ketat dan hanya untuk sektor yang memenuhi kriteria putusan MK, agar tidak membebani sektor yang belum siap. Seluruh elemen perhitungan, termasuk KHL, diminta mengacu pada data BPS seperti Susenas untuk menjaga transparansi dan akurasi.
BACA JUGA : Apindo Banten Sudah Siapkan Jalan Keluar, Pecahkan Paradoks Investasi Tinggi tapi Pengangguran Tinggi
Dia menegaskan bahwa nilai α tidak bisa diseragamkan antardaerah karena pertumbuhan ekonomi dipengaruhi banyak faktor seperti modal, teknologi, dan produktivitas total (TFP). Penentuan α, katanya, harus mempertimbangkan rasio UM/KHL di setiap wilayah agar kebijakan upah adil dan proporsional.
Kris mengingatkan bahwa produktivitas nasional hanya tumbuh 1,5–2% dalam lima tahun terakhir, sementara kenaikan UMP berada di kisaran 6,5–10 persen. Kondisi ini menciptakan tekanan struktural pada sektor padat karya dan memicu efisiensi berlebih, PHK, hingga relokasi industri.
Dia menekankan bahwa kesejahteraan pekerja tidak bisa bertumpu pada UMP saja. Diperlukan ekosistem pengupahan yang komprehensif, dialog bipartit yang kuat, pelatihan pekerja berbasis kebutuhan industri, serta dukungan infrastruktur pekerja seperti transportasi, perumahan, dan layanan kesehatan.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten Septo Kalnadi mengatakan hingga saat ini pemerintah belum mengeluarkan acuan penghitungan upah minimum provinsi (UMP). Dia menegaskan, seluruh proses terkait UMP baru bisa berjalan setelah aturan tersebut diterbitkan. Tanpa pedoman dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Pemprov Banten belum memiliki landasan untuk membuka pembahasan.
“Peraturan dan juknisnya UMP belum turun dari pusat,” ujar Septo, Selasa 18 November 2025 lalu.
BACA JUGA : Apindo Banten Minta Penetapan UMP dan UMK Dipercepat
Menyikapi aspirasi yang disampaikan para pengusaha, Septo menyatakan harus menunggu telrebih dahulu keputusan dari pemerintah pusat. Dia juga meminta agar para pengusaha menunggu aturan tersebut.
“Tunggu aturan yang baru,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Banten Intan Indria Dewi belum memberi keterangan terkait dengan tuntutan pengusaha ini. Namun sebelumnya dia mengatakan, kenaikan harga kebutuhan pokok dalam beberapa bulan terakhir telah menekan kemampuan buruh untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Karena itu, buruh minta kenaikan upah di angka 10 persen. (***)


















