BANTENRAYA.COM – Terdakwa Bagus Ardanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK proyek pembangunan Pasar Grogol tahun 2018 senilai Rp 2 miliar minta dibebaskan dari tuntutan jaksa.
Selain minta dibebaskan, terdakwa menyebut Kejari Cilegon harus turut bertanggungjawab dalam proyek tersebut.
Terdakwa Bagus Ardanto mengatakan jika dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan pasar rakyat kecamatan Grogol, Kejari Cilegon ikut mengawasi pekerjaan itu.
“Tidak ada peraturan perundang undangan yang saya langgar karena kegiatan tersebut mendapatkan pengawalan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Cilegon,” katanya di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu malam, 3 Juli 2024.
Baca Juga: BRI BO Pontianak Beri Fasilitas Pegawai DJP Kalbar Akses Produk Perbankan BRI
Bagus menjelaskan dirinya dapat membuktikan adanya keterlibatan TP4D Kejari Cilegon, melalui bukyi surat permohonan dan berita acara serta opname hasil pekerjaan pada tanggal 3 Desember 2018.
“Yang ditandatangani Ketua Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Cilegon, David Nababan,” jelasnya.
Bagus mengungkapkan, pengawalan proyek yang dilakukan Kejari Cilegon tersebut berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Mekanisme Kerja Teknis dan Administrasi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Kejaksaan Republik Indonesia.
Dalam ketentuan tersebut, kejaksaan punya tugas dan tanggungjawab atas keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional di pusat maupun di daerah.
Baca Juga: Diminta Cari Koalisi untuk Pilkada Kota Cilegon, Politisi Partai Demokrat Awab Pepet Robinsar
“Dalam konsideran menimbang huruf (b) bahwa Kejaksaan Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai lembaga penegak hukum bertanggung jawab menyandang kewajiban dan harus berperan mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional di pusat maupun di daerah,” ungkapnya.
Bagus menerangkan, jika terdapat pelanggara hukum dalam pekerjaan proyek itu, maka seharusnya TP4D juga menjadi salah satu pihak yang terlibat.
“Sehingga apabila ada pelanggaran aturan atau hukum seharusnya TP4D menjadi salah satu pihak yang harus ikut bertanggung jawab berdasarkan peraturan Jaksa Agung tersebut, setidaknya menjadi pihak yang turut diperiksa,” terangnya.
Menurut Bagus, pasca dirinya ditetapkan sebagai tersangka korupsi, telah mempengaruhi kehidupan keluarganya.
Baca Juga: BRI BO Pontianak Sosialisasikan BRImo Kepada Pegawai DJP Kalbar
Bahkan anaknya mengalami trauma psikis hingga kehilangan semangat untuk belajar dan enggan pergi ke sekolah.
“Padahal demi Allah yang memegang nyawa ini dan nyawa penuntut umum saya tidak melakukan hal yang dituduhkan,” ujarnya.
Meski begitu, Bagus mengaku jika dalam proyek tersebut, terdapat beberapa ketidaktelitiannya dalam menjalankan tugas sebagai PPK.
Namun berdasarkan Perpres Nomor 16 tahun 2018, hal tersebut bukanlah sesuatu yang disengaja.
Baca Juga: Fun Walk Tangsel 2024 Akan Segera Dimulai, Berikut Informasi Selengkapnya
“Namun hal itu dikarenakan saya menjadi PPK di dalam banyak pekerjaan dalam satu waktu, berdasarkan SK Pengguna Anggaran,” tandasnya
Bagus menegaskan, kasus yang menjeratnya tersebut merupakan cobaan yang sangat berat bagi dirinya dan anak-anaknya.
Akan tetapi dirinya membantah, telah melakukan tindak pidana korupsi.
“Saya tahu saya bukan ahli hukum, tapi saya Insya Allah dapat mengetahui mana tindakan yang mengakibatkan kerugian negara mana yang tidak, dengan melakukan pemutusan kontrak itu adalah salah satu tindakan saya untuk mencegah terjadinya kerugian negara,” tegasnya.
Baca Juga: BRI BO Pontianak Serahkan 1 Ambulance Untuk Lantamal XII Pontianak
Sementara itu, Kuasa Hukum Bagus Ardanto, Shanti Wildaniyah mengatakan jika surat tuntutan JPU terhadap kliennya tidak sesuai dengan fakta dan keterangan saksi-saksi, dan Jaksa dianggap melanggar Pasal 185 ayat (1) KUHAP.
“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di depan sidang pengadilan,” katanya.
Shanty menjelaskan, berdasarkan fakta persidangan kliennya telah memedomani Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Berdasarkan keterangan Ahli LKPP, sebagai PPK, terdakwa memedomani Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dimana Perpres tersebut menggantikan Perpres yang lama yaitu Perpres 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” jelasnya.
Baca Juga: Sekda Kota Serang Minta Orang Tua Siswa Jangan Memaksakan Anaknya Masuk Sekolah Negeri
Shanty menambahkan, dengan berlakunya Perpres yang baru yaitu sesuai dengan Tanda tangan Kontrak antara kliennya dengan saksi Neti Susmaida pada tanggal 23 Juli 2018 maka Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sudah berlaku dan Perpres yang lama dinyatakan sudah tidak berlaku.
“Sebagaimana termaktub dalam Pasal 92 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 menyatakan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku,” tambahnya.
Menurut Shanty, terkait kliennya yang dianggap kurang teliti dalam proyek tersebut, maka seharusnya diberikan sanksi administratif. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 82 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Bahwa dalam hal Terdakwa kurang teliti/lalai dalam pengendalian kontrak, Pasal 82 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatakan Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya,” ujarnya. ***