BANTENRAYA.COM – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EK LMND) mengeruduk kantor Walikota Serang di Puspemkot Serang, Kelurahan Banjarsari Agung, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Kamis 12 Juni 2025.
Mahasiswa mempertanyakan realisasi 13 program 100 hari kerja Walikota Serang dan Wakil Walikota Serang Nur Agis Aulia.
Aksi pertanyakan realisasi 13 program 100 hari kerja sempat diwarnai kericuhan antara mahasiswa dengan polisi dan satuan polisi pamong praja (Satpol PP) Kota Serang.
Baca Juga: Ada 17 Ribu Warga Masih Hidup Miskin, Bansos Cilegon Hanya Jangkau 3.012 Orang
Kericuhan itu terjadi berawal mahasiswa mencoba masuk gerbang Puspemkot Serang yang dijaga ketat polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Serang.
Aksi itu dilakukan lantaran Walikota dan Wakil Walikota Serang Budi-Agis tidak kunjung menemui massa aksi.
Sempat terjadi dorong mendorong antara mahasiswa dengan polisi dan Satpol PP Kota Serang, namun akhirnya gerbang berhasil didobrak, dan mahasiswa EK LMND berhasil masuk area Puspemkot Serang.
Baca Juga: Pemkot Cilegon Gelar Merdeka Bicara Bersama Mahasiswa, Robinsar dan Fajar Dihujani Kritik
Setelah berhasil masuk area Puspemkot Serang, mahasiswa EK LMND juga membakar sebuah ban mobil yang sudah disiapkan. Imbasnya kepulan asap hitam pun membubung ke langit.
Koordinator Aksi EK LMND, Erlan Priadi mengatakan, ada 11 tuntutan yang disuarakan dalam aksi mengkritik program 100 hari kerja Budi-Agis yang kurang optimal.
Sebelas tuntutan itu diantaranya meminta Pemkot Serang untuk menghentikan penggusuran yang merugikan rakyat karena tanpa solusi yang adil, dan manusiawi.
Baca Juga: Latih Pidato dalam Tiga Bahasa, SMA Muhammadiyah Cilegon Siapkan Siswa Jadi Pemimpin Masa Depan
“Maksudnya dari penggusuran tersebut banyak revitalisasi yang mungkin disalahgunakan. Tidak sesuai dengan titik target pasarnya. Seperti yang terjadi di Stadion Maulana Yusuf. Di situ terjadi banyak sekali eksploitasi oleh pemerintah,” ujar Erlan, kepada Banten Raya.
Ia juga menyoroti soal sarana dan prasarana atau fasilitas sekolah yang rusak dan tidak layak. Di beberapa sekolah SD dan SMP masih banyak sarana dan prasarana yang memang kurang.
“Kebetulan ada beberapa sekolah negeri di Kota Serang belajarnya tidak ada sama sekali bangkunya. Nah, itu masih jadi banyak diskriminasi banget gitu. Jangan jadi ketimpangan sosial banget yang terjadi di Kota Serang,” ucap dia.
Baca Juga: Ganti Rugi Lahan Tak Kunjung Disalurkan, Dewan Buka Posko Pengaduan untuk Warga Korban Karian
Erlan mengatakan, Pemkot Serang belum menyediakan infrastruktur pengelolaan sampah yang layak di Kota Serang. Pengelolaan sampah menjadi salah satu program Budi-Agis yakni Serang Bersih yang menargetkan 1.000 bank sampah dan mengedukasi masyarakat.
“Tetapi di 100 hari kerja pertamanya mereka tidak melakukan kerja secara optimal yang dimana kita tidak sama sekali melihat adanya kinerja yang terjadi. Maksudnya bank sampah yang katanya 1.000 itu tidak ada,” katanya.
Tuntutan yang selanjutnya, EK LMND menyoroti angka kemiskinan di Kota Serang mencapai 10 persen dari jumlah total penduduk Kota Serang.
“Menurut subjektif dari saya sendiri itu angka yang tinggi. Apalagi Kota Serang sebagai ibukota Provinsi Banten yang angka kemiskinan masih tinggi bahkan angka kemiskinan Kota Serang ini sudah menunjukkan kemiskinan ekstrem,” kata Erlan.
Erlan menyebut program 100 hari kerja Budi-Agis gagal karena empat program dari 13 program yang dicanangkan yakni Serang Bersih, Serang Menyala, Serang Pendidikan Mebeler dan Serang Digital tidak berjalan secara optimal.
“Kami tahu 100 hari kerja itu bukan waktu yang lama, tapi itu untuk menjadi ajang pembuktian nyata lho. Dari janji-janji kampanye Budi-Agis, belum menyentuh masyarakat secara keseluruhan. Jadi menurut kami gagal,” kata dia.
Baca Juga: Pembangunan Perpusda Serang Dimulai Juli 2025, Ribuan Judul Buku Disiapkan untuk Anak dan Dewasa
Ia juga mengatakan bahwa era kepemimpinan Budi-Agis di 100 hari kerjanya hanya gimik semata.
“Kami bisa memberikan suatu argumentasi bahwasanya kepemimpinan Budi Adis ini menurut saya lebih ke arah hal yang fomo ataupun ikut-ikutan. Kepemimpinan yang populis hanya mengikut-ikutkan trend zaman seperti Kang Dedi Mulyadi,” katanya. ***