BANTENRAYA.COM – Dari tumpukan rongsokan, Asnawi menggantungkan hidupnya. Pria berusia 75 tahun ini tinggal seorang diri di gubuk reyot tepat di belakang salah satu perumahan di Kampung Bojong Leles, Desa Bojong Leles, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak. Selain hutan dan perumahan yang disekat sebuah tembok, tak ada lagi rumah lain yang menemani gubuk bambu miliknya.
Pagi sekali, Asnawi berangkat. Untuk bisa tetap berjalan, ia membutuhkan sebuah tongkat untuk menopang tubuhnya yang sudah renta. Wajar, usianya sudah senja. Hal itu juga bisa dilihat jelas dari keriput dan kurus tubuhnya.
Asnawi melanjutkan perjalanan ke dalam perumahan, tak lupa ia juga membawa sebuah karung untuk menampung barang rongsokan yang menjadi incarannya. Satu persatu tempat sampah di perumahan tersebut ia periksa, jika dikira laku terjual ia masukan ke dalam karung, yang lainnya ia biarkan.
“Kalau masih kuat ya terus dipenuhin karungnya. Tapi kadang sudah gak kuat, namanya juga sudah tua,” kata Asnawi berbicara menggunakan bahasa Sunda, Jumat, 18 Oktober 2024.
Baca Juga: KPP Tigaraksa Gandeng UMKM Lokal Gelar Business Development Services
Aktivitas Asnawi mengumpulkan sampah tidak tahu kapan usainya. Yang pasti, ia berhenti setelah tubuhnya terasa letih. Sesekali, dirinya juga mengelap keringat yang jatuh di pelipis dengan punggung tangannya.
Rongsokan yang sebelumnya sudah ia kumpulkan, ia bawa ke rumahnya, menunggu pengepul yang biasa membeli rongsokan Asnawi datang.
Usianya yang senja, rupanya tidak meluruhkan semangatnya untuk tetap bekerja. Meski kasar, setidaknya hal itu satu-satunya asa agar ia bisa terus menjalani hidup.
“Nanti ada yang datang buat ngambil (membeli) rongsokannya. Biasanya sehari paling dapat Rp10 ribu, paling banyak Rp20 ribu,” ucap Asnawi lagi dengan nafas pendek karena lelah mencari rongsokan.
Hasil rongsokan yang ia jual, hanya cukup untuknya makan seharian. Untuk besok, Asnawi harus kembali melakukan aktivitasnya mengumpulkan barang rongsokan.
Baca Juga: Dapat Tekanan Penjualan, Karyawan Toko Meat N Fresh Gelapkan Barang Penjualan Senilai Rp56 Juta
Tiga tahun silam, Asnawi pindah ke gubuk tempatnya tinggal saat ini setalah ia ditinggal mendiang istri. Dirinya sebetulnya memiliki anak dan anak-anaknya sempat mengajak untuk tinggal bersama. Namun Asnawi menolak, dengan alasan tak mau merepotkan.
Gubuk itu ia bangun di atas tanah warisan. Berukuran sekitar 3×4 meter dengan kondisi yang amat memprihatinkan. Dinding dan tiangnya terbuat dari kayu yang kini sudah semakin lapuk. Bagian dalam dan sekitarnya kumuh, terlihat dari banyaknya pakaian, perabotan, dan barang rongsokan miliknya yang berserakan.
“Sudah tiga tahun sendiri. Tidak ada istri dan anak. Tidak mau merepotkan anak,” tuturnya.
Meski di wajahnya terlihat penuh pasrah, rupanya Asnawi tetap memiliki keinginan, yakni rumah yang nyaman dan layak untuk beristirahat. Setidaknya, harap dia, atapnya tidak bocor ketika hujan deras turun.
“Cuman mau dibangun tempat yang layak, apalagi sudah di masa tua,” ucap Asnawi menyelesaikan percakapan. (***)