BANTENRAYA.COM – Kawasan Ujung Kulon berada di Pulau Jawa, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Kawasan Ujung Kulon merupakan tempat habitat Badak Jawa bercula satu.
Ujung Kulon berada di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang.
Banyak sejarah tentang status kawasan Ujung Kulon dikutip Bantenraya.com dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon atau TNUK, Kamis 22 Februari 2024.
Berikut sejarahnya Ujung Kulon :
Baca Juga: DOWNLOAD GRATIS! Link Twibbon Hari Kepanduan Sedunia 2024: Semarakkan Semangat Kepanduan!
Kawasan Ujung Kulon pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli Botani Jerman, F Junghun pada Tahun 1846, ketika sedang mengumpulkan tumbuhan tropis.
Pada masa itu kekayaan flora dan fauna Ujung Kulon sudah mulai dikenal oleh para peneliti.
Bahkan, perjalanan ke Ujung Kulon ini sempat masuk di dalam jurnal ilimiah beberapa tahun kemudian.
Tidak banyak catatan mengenai Ujung Kulon sampai meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883.
Kemudian kedahsyatan letusan Gunung Krakatau yang menghasilkan gelombang tsunami setinggi kurang lebih 15 meter, telah memporak-porandakan tidak hanya pemukiman penduduk di Ujung Kulon, tetapi satwaliar dan vegetasi yang ada.
Baca Juga: Kumpulan Link Twibbon Hari Jadi Kabupaten Banyumas 22 Februari 2024, Cocok Dibagikan di Media Sosial
Meskipun letusan Gunung Krakatau telah menyapu bersih kawasan Ujung Kulon, akan tetapi beberapa tahun kemudian diketahui bahwa ekosistem-vegetasi dan satwaliar di Ujung Kulon tumbuh baik dengan cepat.
Perkembangannya kemudian, beberapa areal berhutan ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi, secara berurutan, yaitu sebagai berikut :
– Tahun 1921, berdasarkan rekomendasi dari Perhimpunan The Netherlands Indies Society for The Protectin of Nature, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Kawasan Suaka Alam melalui SK Pemerintah Hindia Belanda Nomor : 60 Tanggal 16 Nofember 1921.
– Tahun 1937, Besluit Van Der Gouverneur, General Van Nederlandch, Indie dengan keputusan Nomor : 17 Tanggal 24 Juni 1937, menetapkan status kawasan Suaka Alam tersebut kemudian diubah menjadi Kawasan Suaka Margasatwa dengan memasukkan Pulau Peucang dan Pulau Panaitan.
– Tahun 1958, berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 48/Um/1958 Tanggal 17 April 1958 Kawasan Ujung Kulon berubah status kembali menjadi Kawasan Suaka Alam dengan memasukkan kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah.
– Tahun 1967, melalui SK Menteri Pertanian Nomor : 16/Kpts/Um/3/1967 Tanggal 16 Maret 1967 Kawasan G. Honje Selatan seluas 10.000 hektare yang bergandengan dengan bagian Timur Semenanjung Ujung Kulon ditetapkan menjadi Cagar Alam Ujung Kulon.
– Tahun 1979, melalui SK Menteri Pertanian Nomor : 39/Kpts/Um/1979 Tanggal 11 Januari 1979 Kawasan G. Honje Utara seluas 9.498 hektare dimasukkan ke dalam wilayah Cagar Alam Ujung Kulon.
– Tahun 1992, melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 284/Kpts-II/1992 Tanggal 26 Februari 1992, Ujung Kulon ditunjuk sebagai Taman Nasional Ujung Kulon dengan luas total 122.956 hektare, terdiri dari kawasan darat 78.619 hektare, dan perairan 44.337 hektare.
Baca Juga: Pendekar Cisadane Tak Ingin Diterkam Bajul Ijo di Indomilk Arena
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai kawasan yang dilindungi berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, telah mendapat pengakuan sebagai kawasan yang penting dan dibanggakan secara nasional dan internasional, antara lain :
– Tahun 1991, Komisi Warisan Dunia UNESCO menetapkan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai Natural World Heritage Site Tanggal 15 Februari 1991.
Sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup (dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).
Sebagai Taman Nasional Model berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK 69/IV-Set/HO/2006 tanggal 3 Mei 2006 Tentang Penunjukan 20 Taman Nasional Sebagai Taman Nasional Model. ***