BANTEN RAYA.COM – Pengamat Ekonomi Provinsi Banten Bambang Dwi Suseno menyebut, kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen akan menciptakan perubahan signifikan dengan dampak multidimensi.
“Dampak ekonomi melibatkan potensi penurunan investasi, lapangan kerja, dan kontribusi industri terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Bambang saat dikonfirmasi Banten Raya melalui telepon seluler, Senin (15/1/2024).
Dosen S2 di Universitas Bina Bangsa itu juga bilang, dampak yang paling besar akan dirasakan oleh industri hiburan, termasuk penyelenggara acara, promotor konser, dan produsen film.
“Mungkin menghadapi tekanan tambahan yang memerlukan penyesuaian model bisnis untuk menanggung beban pajak yang lebih tinggi,” ujar mantan Komisaris Jamkrida Banten tersebut.
Baca Juga: Politisi Golkar Erik Airlangga Datangi Bawaslu, Dicecar 10 Pertanyaan
Selain itu, Bambang menilai kenaikan tersebut dapat merubah pola konsumsi masyarakat, menghadirkan tekanan keuangan tambahan, dan berpotensi mengurangi partisipasi dalam kegiatan hiburan berbayar.
Ia beranggapan, perspektif dari pelaku industri akan beragam, ada beberapa pihak yang mendukung sebagai kontribusi positif terhadap keuangan publik, sementara yang lain menentangnya karena potensi dampak negatif pada bisnis mereka.
“Muncul juga risiko peningkatan praktik penghindaran pajak dari pelaku industri yang berusaha mengurangi beban pajak mereka,” imbuhnya.
Masih kata Bambang, keterbukaan dan akuntabilitas dalam penggunaan dana pajak menjadi esensial untuk menilai penerimaan masyarakat terhadap kenaikan pajak. Sementara, analisis jangka panjang diperlukan untuk menilai dampak fiskal dan ekonomi yang berkelanjutan.
Penerapan kenaikan pajak yang dilakukan oleh pemerintah, juga dinilai belum meninjau aspek margin dan profit dari para pelaku usaha di bidang tersebut.
“Kebijakan pemerintah dalam hal ini kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif belum berbasis eviden hasil riset yang komprehensif,” kata Bambang.
Besaran pajak hiburan tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menetapkan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) seperti makanan dan minuman, jasa perhotelan, dan jasa kesenian paling tinggi 10 persen.
Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa, pajaknya ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. (***)