BANTENRAYA.COM – Pada 3 November 2022 siang hari akan datang lebih awal, mengapa hal itu terjadi.
Penjelasan mengenai siang hari datang lebih awal pada 3 November 2022, dijelaskan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Ternyata fenomenal siang hari datang lebih awal terjadi setiap 3 November, ini penjelasannya dari LAPAN.
Dikutip Bantenraya.com dari Lapan.go.id pada 3 November 2022, berikut penjelasan siang hari datang lebih awal.
Setiap tanggal 3 November, tengah hari akan terjadi lebih lambat, dikarenakan nilai perata waktu yang lebih besar (positif).
Sehingga Matahari akan berkulminasi lebih awal dibandingkan hari-hari biasanya dalam setahun.
Baca Juga: Menakar Kekuatan Timnas Jepang di Piala Dunia 2022, Samurai Biru Dihimpit Dua Raksasa Eropa
Waktu Matahari Sejati ketika waktu yang diukur berdasarkan gerak semu harian Matahari sebenarnya.
Sedangkan, Waktu Matahari Rata-Rata adalah waktu yang diukur berdasarkan gerak semu harian Matahari rata-rata, yakni tepat 24 jam.
Perata waktu dipengaruhi oleh dua faktor: deklinasi Matahari dan kelonjongan orbit Bumi.
Baca Juga: Jepang Umumkan skuad Piala Dunia 2022, Mayoritas Bermain di Eropa
Deklinasi adalah sudut yang dibentuk antara ekuator langit (proyeksi ekuator Bumi pada bola langit) dengan ekliptika (lintasan edar Bumi mengelilingi Matahari).
Nilai minimum deklinasi saat ini adalah −23,44° derajat, sedangkan nilai maksimumnya adalah +23,44°.
Kedua nilai ini didasarkan kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap garis tegak lurus ekliptika sebesar 23,44°.
Baca Juga: Cara Mendapatkan Set Top Box TV digital Gratis dari Kominfo, Hubungi Nomor WhatsApp ini!
Kemiringan sumbu rotasi Bumi senantiasa berubah dengan periode 41.000 tahun; yakni 22,1° di tahun 8700 SM dan 24,5° di tahun 11800 M mendatang.
Siklus ini disebut juga Siklus Milankovitch. Orbit Bumi yang lonjong membuat Bumi di satu waktu berada pada titik terdekat dari Matahari, disebut juga perihelion, dan di waktu lain berada pada titik terjauh dari Matahari, disebut juga aphelion.
Saat harga mutlak deklinasi Matahari berkurang (Juni-September dan Desember-Maret), Matahari akan berkulminasi lebih lambat.
Baca Juga: 7 Pelanggaran HAM Saat Tragedi Kanjuruhan, Salah Satunya Penggunaan Gas Air Mata
Sedangkan saat harga mutlak deklinasi Matahari bertambah (September-Desember dan Maret-Juni), Matahari akan berkulminasi lebih cepat.
Saat Bumi menjauhi titik perihelion menuju aphelion (Januari-Juli), Matahari akan berkulminasi lebih lambat.
Sedangkan saat Bumi menjauhi titik aphelion menuju perihelion (Juli-Januari), Matahari akan berkulminasi lebih cepat.
Baca Juga: Jadwal Acara RCTI Hari Ini 3 November 2022, Preman pensiun 7 dan Cinta Alesha Kembali Tayang
Kombinasi dari kedua faktor inilah yang membuat Matahari akan berkulminasi lebih cepat pada September-Desember dengan puncaknya pada 3 November.
Nilai perata waktu ketika tengah hari 3 November di Indonesia adalah +16 menit 27 detik.
Untuk menentukan kapan tengah hari dalam waktu lokal, dapat menggunakan rumus berikut:
Baca Juga: Hasil Uji Lab di PT Raja Goedang Mas, Ditemukan Zat Aktif yang Melebihi Baku Mutu
Tengah Hari = 12 + Zona Waktu – Perata Waktu – Bujur/15
Contoh:
Bandung (Bujur = 107°36’)
Tengah Hari = 12.00 + 7.00 – (+00.16.27) – (107°36’/15°) = 11.33.09 WIB
Baca Juga: Perintah Mentan, Kedelai Varietas Migo-2 Bakal Dikembangkan di Lahan 500 Hektare di Kabupaten Serang
Secara umum, dampak tengah hari lebih awal akan menyebabkan waktu terbit Matahari, waktu duha (saat ketinggian Matahari mencapai +4,5° atau sepenggalah) maupun waktu subuh sekaligus awal fajar astronomis (akhir malam astronomis) yang lebih cepat dibandingkan hari-hari lainnya, terutama bagi wilayah selatan Indonesia seperti Jawa dan Nusa Tenggara.
Hal ini dikarenakan durasi malam hari yang semakin lebih kecil jika dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan selatan pada umumnya, ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga ketiga waktu salat ini menjadi lebih cepat.
Sedangkan, tengah hari lebih awal akan menyebabkan waktu terbenam Matahari (magrib) maupun waktu isya sekaligus akhir senja astronomis (awal malam astronomis) yang lebih cepat dibandingkan hari-hari lainnya, terutama bagi wilayah utara Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Kep. Natuna (Provinsi Kep. Riau), Kalimantan Utara dan Kep. Sangir-Talaud (Sulawesi Utara).
Hal ini dikarenakan durasi malam hari yang semakin lebih besar jika dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan utara pada umumnya, ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga kedua waktu salat ini menjadi lebih cepat.
Selain itu, panjang hari surya menjadi tepat 24 jam. Hari surya (solar day) adalah durasi antara tengah hari hingga tengah hari berikutnya.
Baca Juga: Kisah Pendonor Darah 100 Kali di Banten, Awal Donor Darah Gara-Gara Prank Teman
Hal ini karena panjang hari surya secara matematis merupakan derivasi/turunan fungsi perata waktu.
Saat perata waktu mencapai nilai maksimum maupun minimum, maka derivasinya tepat nol.
Sehingga, panjang hari surya menjadi setimbang. Panjang hari surya bervariasi antara 24 jam minus 11 detik (18 September) hingga 24 jam plus 30 detik (25-26 Desember).
Baca Juga: Rumah Berdaya Cilegon Kantongi Sertifikat Inkubator Bisnis dari KemenkopUKM
Fenomena ini tidak berdampak bagi kehidupan manusia di Bumi. Tetap sehat dan tetap semangat! Salam Antariksa!***