BANTENRAYA.COM – Masyarakat rentan harus dilindungi dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) jika pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM.
Bansos BLT dinilai terbukti efektif dan dapat dipertanggung jawabkan datanya.
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mencontohkan, saat harga minyak goreng meroket, pemerintah dengan cepat menggelontorkan BLT.
Baca Juga: BWF World Championships 2022, Ganda Putra Indonesia Bisa Perang Saudara di Babak Ini
Kenaikan harga BBM nanti pasti akan mempengaruhi harga pangan, yang langsung terasa pada masyarakat rentan.
“Sehingga kenaikan harga pangan terasa di masyarakat bawah, yang komponen dan proporsi belanja buat makanan tinggi yaitu 20 sampai 40 persen, itu perlu dilindungi, mekanisme BLT terbukti bisa didata dan dihitung,” ujarnya, Selasa 16 Agustus 2022.
‘Beban’ Subsidi BBM sudah sangat membebani APBN, padahal dampaknya tidak produktif.
Baca Juga: Hadiri HPN Bussines Forum, Ini Hal yang Disampaikan Walikota Helldy
“Subsidi BBM regresif ya, cenderung dinikmati yang semakin kaya, semakin banyak mobil, semakin banyak jalan,” ungkapnya.
“Sebelumnya, Pak Presiden Jokowi pada 2014 bisa menyampaikan kepada publik bahwa fungi dan dampak ke masyarakat lebih baik jika subsidi dipotong,” jelas Berly yang juga Dosen Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia ini.
Ini saatnya pemerintah untuk ‘taking the hard choice’. “Dan menjelaskan ke masyarakat dan memitigasi dampak pada masyarakat, elemen yang paling rentan,” kata Berly.
Baca Juga: 15 Link Twibbon Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77 yang Punya Desain Menarik dan Kece
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengisyaratkan pemerintah akan mengkaji sistem penyaluran subsidi BBM dan opsi kenaikan harga BBM.
“Di tengah kenaikan harga-harga energi, Indonesia masih melakukan subsidi ataupun memanfaatkan kekuatan fiskal untuk menyerap sebagian daripada kenaikan harga pangan maupun energi,” tuturnya.
“Sedangkan negara-negara lain melakukan “pass-through” yang berarti harga energi ditransmisikan kepada masyarakat,” ungkap Airlangga, yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.
Baca Juga: 25.883 Data Anggota Parpol Diverifikasi KPU Kota Serang
Apalagi, lanjut Airlangga, perekonomian Indonesia terus menciptakan optimisme dan berhasil bertumbuh di atas 5 persen pada tiga kuartal terakhir.
Badan Pusat Statistik menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,44 persen (yoy) pada Q2 2022 merupakan pertumbuhan yang impresif.
Ia mengatakan capaian positif perekonomian Indonesia merupakan hasil dari kebijakan pemerintah dan didukung oleh inflasi yang terkendali. Inflasi Indonesia per Juli 2022 tercatat 4,94 persen.
Baca Juga: Divonis 6 Bulan Penjara Habib Bahar Sudah Bisa Bebas 15 Hari Lagi, Kok Bisa?
Angka tersebut lebih baik dari Amerika Serikat yang mencapai 8,5 persen, Jerman 7,5 persen, dan Prancis yang mencapai 6,1 persen.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto mengungkapkan tren positif pemulihan ekonomi Indonesia tengah dihadapkan pada persoalan subsidi energi sebagai dampak dari gejolak ekonomi global.
Oleh karenanya, evaluasi subsidi BBM layak dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi beban fiskal.
Baca Juga: Sinopsis One Piece Episode 1030, Terungkapnya Alasan Shanks Tinggalkan Uta
“Tren pemulihan ekonomi akan mengalami gangguan karena gejolak ekonomi global yang menuju resesi,” tuturnya.
“Evaluasi subsidi BBM menurut saya layak dilakukan karena bisa mengurangi beban fiskal,” terang Teguh.
Selain itu, dampak inflasi sudah cukup memberatkan masyarakat meski BBM belum naik. Hal itu bisa dilihat dari kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok di pasaran.
Baca Juga: Lirik Lengkap dan Arti dari Lagu Sikok Bagi Duo yang Viral di TikTok
“Artinya, dari sisi perlindungan sosial atau bantalan sosial, walaupun belum ada evaluasi harga BBM, harga kebutuhan pokok sudah naik,” tandasnya.
Perlindungan sosial
Teguh menegaskan akan ada dampak negatif ketika subsidi dikurangi dan harga BBM semakin mahal. Pemerintah diminta untuk menyiapkan skema perlindungan sosial.
Baca Juga: Segini Nominal Uang Transport yang di Berikan Dr. Richard Kepada Gus Samsudin
Hal itu patut dilakukan untuk menjaga daya beli karena sebagian besar ekonomi Indonesia bergantung kepada konsumsi masyarakat, sekaligus untuk menjaga momentum positif pemulihan ekonomi Indonesia.
“Untuk menanggulangi dampak negatif maka pemerintah harus menyiapkan skema perlindungan sosial atau kompensasi kepada kelompok miskin dan rentan untuk pangan dan energi,” lanjutnya.
Meski demikian, skema perlindungan sosial belum cukup mumpuni saat ini. Pemerintah diminta untuk meningkatkan besaran dana dan cakupan skema perlindungan sosial.
Baca Juga: BWF World Championships 2022, Ganda Putra Indonesia Bisa Perang Saudara di Babak Ini
“Masih belum cukup. Bisa ditingkatkan besaran nilainya dan cakupannya,” tegas Teguh.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk melakukan pemutakhiran data terkait kelompok masyarakat terimbas. Karena dampak ekonomi kali ini bisa meluas.
“Bagaimana ini mempercepat pemutakhiran data, siapa yang berhak atau tidak. Artinya dampak ini tidak hanya di kelompok bawah,” lanjutnya.
Baca Juga: Langsung dari Kemenag, ini Teks Doa Upacara 17 Agustus 2022 HUT RI ke-77 Penuh Makna dan Haru
Selain pemutakhiran data, Teguh juga menyarankan pemerintah menyediakan mekanisme khusus untuk warga masyarakat mengajukan diri sebagai penerima bantuan sosial.
Hal itu akan membantu penyaluran bantuan sosial lebih tepat sasaran dan jangkauan.
“Saya dari dulu mendorong ada mekanisme, misalnya on demand application untuk bantuan sosial. Artinya, orang yang benar-benar menderita belum terdaftar, diperkenankan mendaftar. Dari situ ada verifikasi,” pungkasnya. ***