BANTENRAYA.COM – Berikut artikel ini akan membagikan naskah Kultum Ramadhan 2022 lengkap dan singkat.
Kultum Ramadhan 2022 merupakan salah satu cara untuk membina iman dan takwa kaum muslimin selama bulan Ramadhan.
Kultum Ramadhan 2022, bisa disampaikan setiap sehabis shalat subuh, sehabis shalata dzuhur atau menjelang berbuka puasa.
Pun, Kultum Ramadhan bisa dilaksanakan setelah shalat isya, sebelum berdiri untuk melakukan shalat tarawih.
Tema Kultum Ramadhan yang diangkat begitu beragam, mulai dari keutamaan puasa, hikmat puasa, tentang zakat fitrah, hingga keutamaan malam lailatul qadr.
Baca Juga: Drama Korea Our Blues: Tanggal Rilis, Waktu Tayang, Sinopsis dan Link Nonton Sub Indo
Berikut di bawah ini akan dibagikan naskah Kultum Ramadhan 2022 yang bantenraya.com kutip dari NU Online.
Naskah Kultum Ramadhan ini ditulis oleh Mohammad Ikhwanuddin, Wakil Mudir Ma’had Aly An-Nur 1 Malang.
Dalam sebuah hadits yang masyhur, dari jalur Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, dengan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa masa lalunya akan diampuni.”
Jika kita mengamati hadits tersebut maka tidaklah salah kesimpulan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan bagi peleburan dosa-dosa kita.
Baca Juga: Lirik Lagu ‘Peri Cintaku’ yang Dipersembahkan oleh Ziva Magnolya
Untuk itu, bulan Ramadhan hadir sebagai kesempatan yang tepat, untuk mendapatkan ampunan atas dosa yang telah lampau.
Dengan meyakini atas keistimewaan bulan Ramadhan sebagai bulan pelebur dosa maka kita semakin punya gairah untuk melakukan puasa dengan sebaiknya.
Mulai dari siang hari, lalu melakukan qiyam Ramadhan di malam hari, dengan berbagai kegiatan ibadah.
Ada dua pesan penting yang perlu dikemukakan terkait hadits di atas.
Pesan tersebut terkandung dalam dua redaksi hadits, yakni terkait îmânan (keimanan) dan iḫtisâban (berharap pahala dari Allah).
Saat memberikan komentar atas status gramatikal (tarkîb naḫwî) kedua diksi tersebut, Abu al-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar, atau lebih dikenal dengan Ibnu Hajar al-Asqalani, menjelaskan bahwa status gramatikal 2 kata tersebut bisa menjadi maf’ûl lah atau tamyîz, atau ḫâl di mana bentuk masdar tersebut bermakna isim fâil/pelaku (Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115).
Baca Juga: Lirik Lagu Ingat Dirimu Lagi dari Budi Doremi, Lagu Galau Susah Move On dalam Album Dua Warna Cinta
Jika mengikuti tarkib yang terakhir, maka orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, dan mendapatkan maghfirah Allah, haruslah berstatus mukmin (orang yang beriman) dan muḫtasib (orang yang berharap pahala dari Allah).
Kedua pesan penting ini perlu untuk selalu diselaraskan dan direfleksikan kembali pada tiap rutinitas amal ibadah kita, terutama terkait dengan puasa di Bulan Ramadhan ini.
Diksi îmânan (keimanan), memberikan pesan penting bahwa fondasi ibadah puasa ini dilandasi dengan keimanan.
Keimanan membuat seseorang meyakini (i’tiqâd) dan membenarkan (tashdîq) dengan sepenuh hati, bahwa ibadah puasa ini merupakan sesuatu yang diwajibkan oleh Allah.
Hal ini disampaikan Ibnu al-Mundzir, sebagaimana dinukil Ibnu Baththâl (Syarah Sahih al-Bukhari, juz 04, h. 21 dan 30).
Baca Juga: Buat Akun Kartu Prakerja Gelombang 26 Lengkap Cara Update Data Diri di Dashboard
Artinya, dengan fondasi keimanan, puasa dijalani dengan penuh kesadaran atas kewajiban, dan keyakinan atas kewajiban tersebut.
Tanpa ada keimanan, bisa jadi puasa sekadar tradisi “guyub” karena membersamai keluarga, tetangga, atau teman yang sedang menjalani puasa. Hanya “ikut-ikutan” semata, tanpa ada kesadaran dan keyakinan dari internal pribadi.
Oleh karena itu, keimanan ini penting sekali, terutama dalam struktur bangunan amaliah seseorang.
Karena kualitas keimanan seseorang, menurut beberapa literatur, ditunjang oleh tiga hal, yaitu pembenaran dalam hati (tashdîq bi al-qalb), pernyataan dengan lisan (iqrâr bi al-lisân), dan perbuatan dengan anggota tubuh (amal bi al-arkân).
Dengan keimanan, seseorang melakukan perbuatan ibadah puasa secara sadar atas kewajiban dan ketertundukan pada Allah, sekaligus puasanya menjadi penanda atas keimanan seseorang semakin kuat.
Karena dengan berpuasa, dia mengaktualisasikan kepercayaan dalam hati ke dalam praktik nyata amaliah.
Diksi kedua adalah iḫtisâban. Makna yang sering disampaikan dan diterjemahkan, bahwa iḫtisâban adalah thalab al-thawâb min Allah, mencari pahala dari Allah. Ibnu Hajar al-Asqalani (Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115).
Baca Juga: Sinopsis dan Link Nonton Drakor Again My Life, Seru, Menegangkan, dan Penuh Aksi
Selain menukil makna tersebut, juga menyajikan pendapat al-Khaththâbi, bahwa iḫtisâban adalah:
اِحْتِسَابًا أَيْ عَزِيْمَةٌ وَهُوَأَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرُّغْبَةِ فِي ثَوَابِهِ طَيِّبَةِ نَفْسِهِ بِذَلِكَ غَيْرَ مُسْتَثْقِلٍ لِصِيِامِهِ وَلَا مُسْتَطِيْلٍ لِأَيَّامِهِ
Artinya, “Iḫtisâb itu berarti tekad yang kuat, yakni seseorang berpuasa atas dasar kecintaannya pada pahala yang terkandung di dalam puasa Ramadhan, (juga atas dasar) kebaikan dirinya dengan tanpa merasa terbebani atas puasa dan tak merasa terlalu panjang hari-hari puasanya.”
Dengan iḫtisâb, seseorang berusaha menjalani kewajiban puasa Ramadhan dengan perasaan riang gembira, merasa ringan dalam menjalani puasa bahkan dengan disertai aktivitas ibadah lainnya, serta menghargai setiap detik dan jam yang berlalu selama bulan bulan Ramadhan.
Ihtisâb melatih kita bahwa melakukan ibadah mesti disertai dengan ringan hati dan perasaan syukur.
Syukur atas karunia dan kandungan yang ada di dalam bulan Ramadhan, dan syukur atas takdir Allah yang memberikan kita kesempatan untuk menjalani ibadah puasa.
Ihtisâb juga menjadikan kita semakin menyadari bahwa pengharapan atas apresiasi dan pahala puasa kita mesti tetap dan selalu bersandar pada Allah, wa yanwî bi shiyâmihî wajhallâh (seseorang hendaklah berniat karena Allah atas puasa yang dilakukan), kata Ibnu Baththâl.
Bukan bersandar atas apresiasi pimpinan, keluarga, kolega, atau tetangga, yang justru bisa menjadikan kualitas ibadah kita menurun.
Baca Juga: Lirik Lagu Ingat Dirimu Lagi dari Budi Doremi, Lagu Galau Susah Move On dalam Album Dua Warna Cinta
Dari sini kita semakin memahami makna hadits Qudsi bahwa “Puasa adalah untuk-Ku (Allah) dan Aku yang akan memberi balasan” (al-Bukhari nomor 1894, Muslim nomor 2764).
Itulah naskah Kultum Ramadhan 2022 yang bisa menjadi pembinaan iman dan takwan selama bulan suci Ramadhan.*



















