BANTENRAYA.COM – Kepala Desa Kemuning, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang Sopwanudin menanggapi soal dugaan Situ Rawa Pasar Raut dan Situ Rawa Enang yang diduga hilang.
Dua situ yang hilang tersebut diklaim pernah dimiliki oleh masyarakat Desa Kemuning karena dulunya merupakan sawah garapan masyarakat bukan situ yang diklaim milik Pemprov Banten.
Sopwanudin mengatakan, tidak ada situ milik Pemerintah Provinsi Banten di desanya karena sejak puluhan tahun yang lalu hanya ada sawah yang digara warga.
“Saya sudah cari komfirmasi ke masyarakat tentang dua situ. Kata tokoh masyarakat yang tertua, pada tahun 1977 mereka menggarap di sana dan tidak pernah melihat ada situ,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin.
Ia menjelaskan, pihaknya memiliki dokumen penting yang menunjukan Situ Rawa Pasar Raut dan Situ Rawa Enang bukan dimiliki oleh Pemrov Banten melainkan tanah yang sempat dimiliki masyarakat.
BACA JUGA : Situ Rancagede Jakung Bukan Milik Pemprov Banten, PTTUN Jakarta Sudah Beri Putusan
“Mereka (Pemprov Banten) tidak bisa menunjukkan pembuktian hanya beracuan kepada Perda 2011 yang diperbaharui 2020. Sementara kami di desa, ada sebuah dokumen penting tahun 1992. Dan ini leter C semua yang tercatat pada tahun 1992, dan giriknya juga ada,” katanya.
Pria yang disapa Opan itu menuturkan, pada tahun 1990 pemilik lahan menjual tanah yang diklaim sebagai situ tersebut kepada seseorang bernama Lutfi.
“Kemudian pada tahun 2016, Haji Lutfi menjual ke Almarhum Darsono yang pendiri Unpam Universitas Pamulang. 2024, dari Unpam menjual ke perusahaan,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, lahan tersebut sempat tidak digarap oleh petani karena banyaknya babi yang menyerang pertanian sehingga menyebabkan adanya genangan air hujan.
“Dari dulu sudah digarap sama petani gitu, kemudian, pernah sempat enggak digarap karena banyak babi. Kemudian di tempat tersebut sering banjir sehingga air menjadi tergenang di tahun 1990-an” paparnya.
BACA JUGA : Pemprov Banten Harus Coret Aset Situ Ranca Gede Usai Kalah Banding di PT TUN
Walaupun digenangi air, Kata Opan, tapi bukan berarti tanah itu tidak bertuah karena pemilik tetap rutin melakukan pembayaran pajak atas tanah yang diklaim sebagai situ tersebut.
“Sampai sekarang juga bayar pajak itu. Saya juga mempertanyakan ke Pemprov, ketika mereka melampirkan di Perda itu seharusnya diprefikasi dulu ke bawah,” tuturnya.
Opan mengatakan, adanya konflik agraria tersebut bisa menimbulkan investasi yang datang di Kabupaten Serang hilang karena adanya masalah tanah tersebut.
“Kenapa dari 2011 tidak bergejolak, kenapa harus sekarang dipermasalahkan saat perusahaan mau mengembangkan usahanya untuk mengurangi pengangguran di desa,” katanya. (***)