BANTENRAYA.COM – Mayoritas perusahaan sektor riil di Indonesia sebanyak 95 persen atau mayoritasnya adalah milik keluarga.
Sayangnya, perusahaan kelyarga di sektor riil tidak mampu mengimbangi digitalisasi di tengah perkembangan zaman yang sekamin pesat.
Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro Mikro Ekonomi Kadin Aviliani mengatakan, perlu ada perbaikan dalam sistem GRC atau (governance), risiko dan kepatuhan (compliance) pada perusahaan sektor rill.
Baca Juga: Real Madrid Petik Kemenangan Mudah atas Osasuna? Cek 5 Pertemuan Terakhir Keduanya
Sebab kontribusinya yang cukup tinggi sebesar 25 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Penting sekali perusahaan melakukan GRC karena hanya 13 persen perusahaan saja yang melakukan skema ini,” ujarnya dalam agenda seminar internasional prefenting and combating financial scam yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Selasa 19 Agustus 2025.
“Dan banyak yang pada generasi ketiga atau keempat ini mereka sudah tidak sesuai lagi dengan visi awal bahkan banyak perusahaan yang dijual,” katanya.
Baca Juga: Program Salira di Cilegon Dipastikan Jalan, Termin 1 Segera Dicarikan 30 Persen dari Rp34 Miliar
Sebagai contoh, lanjut Alviani, perusahaan Nyonya Meneer yang sudah berdiri ratusan tahun kini tutup dan tidak bisa bertahan hingga generasi ketiga.
“Krisis dalam industri sektor rill ini sudah terjadi sejak tahun 2008, dan hampir setiap tahun ada krisis yang terjadi,” tuturnya.
Perusahaan yang tidak dapat melihat peluang ditengah ganguan persaingan yang semakin ketat ini tidak akan bertahan lama.
Baca Juga: Usai Raih Penghargaan, 4 Atlet Tinju Cilegon Janji Raih Prestasi Lebih Tinggi Lagi
Banyak perusahaan baru yang merubah nama lama namun tetap tidak bisa bertahan.
“Banyak perusahaan yang hidup, mati dan hidup kembali dengan nama baru, namun jika tidak bisa melihat peluang ditengah ancaman ini sama saja. Sama halnya dengan UMKM mereka sulit untuk naik kelas,” papar Aviliani.
Berbeda dengan sektor jasa keuangan, perusahaan mayoritas sudah menerapkan GRC dengan baik, sehingga sektor ini menjadi tulang punggung bagi perekonomian Indonesia.
“Yang membuat resiko ini justru dari sektor keuangan, karena kredit itu diajukan kepada sektor perbankan sehingga timbul peta resiko. Namun ini menjadi challenge bagaimana di sektor lain juga harus improve,” cakapnya.
Baca Juga: Bangun Ulang Pasar Induk Rau, Pemkot Serang Niat Utang ke Bank hingga Rp300 Miliar
Salah satu poin penting dalam upaya bertahan ditengah dinamika perekonomian global yang lesu.
Para pelaku usaha di sektor rill dapat fokus pada perencanaan untuk memitigasi resiko lingkungan dalam beberapa tahun kedepan.
“Karena di Indonesia masih redah sekali perusahaan yang memitigasi resiko soal lingkungan dari 10 issu persoalan 10 tahun kedepan 5 diantaranya itu issunya lingkungan. Bagaimana, memitigasi jika ada bencana dapat melakukan recovery agar menekan kemiskinan,” katanya.
Baca Juga: Tak Pakai ABPD, Pemprov Banten Mulai Tertibkan Kabel Luar Ruang di Kota Serang
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar berharap dengan adanya kegiatan ini dapat memperkuat ekosistem perekonomian yang terukur dengan baik.
“Di tengah percepatan digitalisasi kejahatan cyber, OJK membangun sinergi dengan BPK, kementrian, BI, LPS dan lembaga dan asosiasi,” tuturnya.
“Sehingga dapat saling memperkuat dan memprioritaskan pengambilan keputusan, melalui perbaikan RGS dapat terus ditingkatkan,” kata Mahendra.***