BANTENRAYA.COM – Di sebuah rumah reyot di Kampung Rumbut, Desa Kaduagung Barat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, seorang pria paruh baya hidup dalam sunyi dan keterbatasan.
Namanya Ika Priyatna yang berusia 42 tahun, seorang pemulung dan penyandang disabilitas yang sehari-hari bertahan hidup seorang diri.
Sudah 13 tahun Ika menjalani hidup tanpa kedua orang tuanya.
Sejak kepergian mereka, tak ada yang mendampingi.
Hidupnya kini berpijak pada satu tangan dan roda gerobak tua yang setiap hari ia dorong menyusuri kampung demi kampung mencari rongsokan untuk dijual.
Baca Juga: Bisa Tebak Daerah Mana yang Paling Sepi di Banten? Cek Jawabannya Berdasarkan Data dari BPS
Tangan kanannya telah diamputasi akibat komplikasi epilepsi yang pernah ia derita.
Tubuh kurusnya, bekas luka di lengan, kulitnya yang legam, dan kakinya yang tampak menebal karena terbiasa berjalan jauh tanpa alas memadai, menjadi saksi betapa kerasnya hidup yang ia jalani.
“Kalau mulung, saya ke mana kuatnya saja. Kadang ke Mandala, ke Pasir Gendok,” kata Ika, Rabu, 17 Agustus 2025, di sela-sela istirahatnya, sembari duduk bersandar di gerobak tua, yang kayunya mulai lapuk.
Setiap sore, Ika akan kembali ke rumah dengan tumpukan botol plastik.
Baca Juga: Sedihnya, Penampil Pentas Seni HUT RI Kabupaten Serang Tak Disaksikan Pejabat yang Asyik Foto Bareng
Ia menata hasil pungutannya, menunggu pengepul datang, lalu kembali mengulang rutinitas yang sama keesokan harinya.
Begitulah hari-hari berlalu, tanpa perubahan yang berarti, tapi juga tanpa keluhan.
Dulu, sebelum kondisinya memburuk, Ika kerap membantu warga yang hajatan atau bekerja serabutan di kampung.
Kini, hanya sisa semangat dan gerobaknya yang setia menemani.
“Kadang ada sopir yang kasih makan, kadang tukang warung. Alhamdulillah, selalu ada yang bantu,” ujarnya dengan mata sendu.
Ika tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang hampir roboh.
Kakak-kakaknya telah berkeluarga dan tinggal terpisah.
Satu-satunya kerabat yang sesekali datang menjenguk adalah bibinya, Nuryati yang berusia 56 tahum.
“Saya kasihan, tapi saya juga sudah tua. Enggak bisa ngurusin terus,” kata Nuryati.
Baca Juga: Sinergi Pemerintah dan Industri, Kecamatan Ciwandan Upacara HUT RI ke 80 di Pelabuhan Pelindo Banten
Bagi Ika, gerobak tuanya bukan sekadar alat mencari nafkah, tapi juga saksi bisu dari perjalanan hidup yang tak mudah.
Ia tak meminta dikasihani, ia hanya menjalani, seolah kehidupan ini memang sudah lama digenggamnya dengan satu tangan yang tersisa.***