BANTENRAYA.COM – Kasus kekerasan dan pelecahan terhadap anak di paruh pertama 2025 di Lebak melampaui tahun sebelumnya untuk periode yang sama.
Berdasarkan data yang dihimpun dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Lebak, hingga pertengahan Juli 2025 tercatat ada sekitar 124 kasus kekerasan dan pelecahan.
Sementara di tahun sebelumnya pada periode yang sama hanya 109 kasus pelecahan dan kekerasan.
Baca Juga: Ada di Promo Blibli, Ini 5 Cara Memilih Blender Terbaik Saat Promo Philips!
“Sampai dengan hari sudah tercatat 124 kasus. Melampaui tahun sebelumnya sepanjang 2024 hanya 109 kasus yang kami tangani,” kata Kepala UPTD PPA Kabupaten Lebak, Fuji Astuti saat dikonfirmasi pada Senin, 21 Juli 2025.
Fuji merincikan dari total kasus tersebut, 31 merupakan kasus kekerasan seksual, 35 kasus kekerasan fisik.
Kemudian 24 kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum, dan sisanya termasuk enam kasus kekerasan seperti sodomi dan pengeroyokan hingga satu kasus pemerkosaan.
Baca Juga: Bank Banten Resmi Beroprasi di Gedung Baru Akhir Bulan Juli 2025
Fuji menyampaikan keprihatinannya atas peningkatan kasus yang terjadi bahkan sebelum tahun 2025 berakhir.
“Tahun lalu hingga akhir Desember tercatat 169 kasus. Saat ini, di pertengahan tahun saja sudah 124 kasus. Harapannya sih tidak ada lagi tambahan kasus hingga akhir tahun,” ujarnya.
Menurut Fuji, beberapa faktor penyebab utama kekerasan terhadap anak di Lebak antara lain kurangnya pengawasan dari orang tua, terutama yang bekerja di luar rumah atau bahkan luar negeri.
Baca Juga: Nonton Head Over Heels Episode 9 Sub Indo Full Movie Dilengkapi dengan Spoiler
Selain itu, penggunaan gadget secara tidak terkontrol dan pergaulan bebas, termasuk perkenalan melalui media sosial, juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Lebak.
“Banyak anak yang ditinggal orang tuanya bekerja di sawah atau di luar negeri seperti Arab Saudi. Penggunaan gadget juga sangat berpengaruh, termasuk dari lingkungan pergaulan yang tidak sehat,” ungka Fuji.
Fuji juga menambahkan bahwa pelaku kekerasan kerap berasal dari lingkungan terdekat korban.
Baca Juga: BRI Dukung Penguatan Koperasi Desa Merah Putih Lewat Pemberdayaan dan Layanan AgenBRILink
Hal itu bisa terjadi lantaran pelaku cenderung memanfaatkan relasi kuasa yang dimiliki hingga merasa bisa menguasai tubuh korban dan diakhiri dengan iming-iming atau bahkan intimidasi agar korban tak melapor.
“Pelakunya bisa dari dalam keluarga sendiri seperti ayah tiri, kakek tiri, paman, bahkan pacar atau pegawai desa seperti kasus yang terjadi kemarin itu,” katanya.
Meski kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat, Fuji memastikan pihaknya bersama aparat penegak hukum terus bekerja secara maksimal.
“Kami kerja sampai malam, setiap laporan langsung ditindaklanjuti. Dari UPT sebagai pendamping, Polres sebagai penangan hukum, semuanya sudah maksimal,” ujarnya.
Fuji mengimbau kepada seluruh orang tua untuk meningkatkan perhatian dan pengawasan terhadap anak-anak, khususnya yang berada di usia remaja.
“Anak harus mendapat perhatian lebih dari orang tua. Jangan biarkan anak merasa hidup sendiri,” tuturnya.
“Orang tua harus tahu setiap keluh kesah anaknya. Peran ibu dan ayah sangat penting dalam masa puber anak,” terangnya. ***