BANTEN RAYA.COM – Program 100 hari kerja Walikota Cilegon Robinsar dan Wakil Walikota Cilegon Fajar Hadi Prabowo yang dikritik banyak kalangan menjadi hal yang wajar. Namun, adanya kondisi tersebut tentu harus diberikan ruang toleransi karena kondisi yang tidak ideal dengan adanya defisit dan efisiensi anggaran.
Pengamat Kebijakan Publik Syaeful Bahri menjelaskan, jika dilihat program 100 hari belum berjalan sesuai harapan. Maka tentu itu masih harus diberikan ruang toleransi karena kondisi yang berjalan tidak ideal bagi kepala daerah, termasuk di Kota Cilegon.
“Karena ada situasi yang memang tidak ideal dari awal, situasi ini membuat toleransi atau permakluman itu juga harus diberikan, termasuk memberikan keadilan bagi kami. Pertama kalau saya melihat kepala daerah yang berjanji 100 hari melakukan aksi 100 hari itu akhirnya diera efisiensi ini mendapatkan argumentasi untuk alibi dan apologi, jadi kita sebagai akademisi dan pemerhati kebijakan public masih memberikan toleransi,” katanya, Minggu (25/5).
Syaeful menyatakan, pra kondisi atau peralihan yang tidak ideal sudah terjadi dan semuanya mengetahui itu sejak awal. Bahkan, sehebat apa pun kepala daerah Ketika anggaran defisit tidak mampu berbuat banyak. Sebab, pemimpin daerah bergantung dengan anggaran.
“Argumentasinya soal defisit dan efisiensi berdasarkan inpres itu sudah rasional. Sebab, Ketika anggaran defisit tidak bisa ngapa-ngapain dan pimpinan daerah itu sangat tergantung anggaran,” ucapnya.
Baca Juga: Mantapkan Kerja Sama dengan Bank Jatim, Andra Sowan ke Khofifah di Surabaya
Kendati begitu, papar Syaeful, di beberapa daerah misalnya Jawa Barat dan DKI Jakarta masih bisa banyak melakukan kegiatan karena keberlimpahan APBD yang sangat besar.
“Contohnya KDM (Kang Dedi Mulyadi), PAD dan APBD itu leluasa untuk ini itu karen besar. DKI Jakarta dengan Pak Pramono PAD dan APBD itu luar biasa, dan tertinggi. Cilegon sekali lagi dengan yang seharusnya ideal dan harusnya sesuai janji sejak awalnya sudah tidak ideal,” jelasnya.
Di sisi lain, ujar Syaeful, sebagai Walikota, Robinsar sudah sangat gentleman mengakui dan meminta maaf karena belum berbuat apa-apa dalam pembangunan. Hal itu tidak banyak dilakukan kepala daerah lain yang mengakuinya secara terbuka.
“Mengapresiasi ketika ulang tahun Kota Cilegon dengan sangat gentleman belum berbuat apa-apa. Tidak banyak kepala daerah mau gentleman dan itu buat saya modal, kepala daerah itu rata-rata tidak gentel dan padahal itu anak muda,” jelasnya.
Perkara program yang masih dianggap seremonial di awal kepemimpinan dengan kondisi defisit dan efisiensi harus tetap diapresiasi, lanjut Syaeful, tinggal pada 2026 dilihat apakah keduanya Robinsar dan Fajar ternyata tidak sama sekali menjalankan janji kampanye nantinya.
Baca Juga: Dewan Soroti Soal Pengoprasian Awal PT Lotte Pembakaran Gas Kimia Terus Berlanjut
“Perkara banyak agenda masih seremonial kita apresiasi dan di 206 itu kita lihat apakah keduanya ternyata tidak sama sekali menjalankan janji kampanyenya, akhirnya suka tidak suka dinilai tidak berhasil, Tapi keduanya gentel siap menerima kritik,” ucapnya.
Syaeful menyarankan, ditengah kondisi keuangan yang cukup minim, maka terobosan berkolaborasi dengan industri dan tokoh masyarakat akan menjadi kunci. Sebab, sebagian besar program harus mampu melibatkan partisipasi publik, sehingga secara gotong royong bisa di realisasikan janji kampanye dan terutama yang menjadi problem utama di Kota Cilegon.
“Forumnya harus dibuat, industri harus diajak kolaborasi, masyarakat juga. Tapi pemerintah harus mampu jujur jika memang tidak ada uang. Termasuk kepala daerah dan birokrasi harus menunjukan juga empatinya. Jangan sampai industri dan masyarakat diminta bantu, tapi birokrasi malah masih menunjukan gaya hidup yang mewah,” terangnya.
Sebelumnya, Anggota DPRD Kota Cilegon sekaligus Ketua Fraksi PKS Qoidatul Sitta menyebut klaim pemerintah soal realisasi program 100 hari hanya bersifat seremonial saja. Pasalnya, dari beberapa program belum berdampak langsung terhadap pelayanan public dan pemenuhan janji visi dan misi kepada daerah.
Menurut Sitta, klaim 57 program dan sudah Sebagian besar dilaksanakan lebih kepada bersifat seremonial, simbolik dan uji coba. Namun, permasalahan sebenarnya belum bisa terpecahkan yakni pelayanan public dan pemenuhan janji kampanye.
Baca Juga: Fraksi Nasdem DPRD Banten Dukung Pengambilalihan Runtap dari Pemerintah Pusat
“Saya mencermati klaim Pemerintah Kota Cilegon yang menyebutkan telah melaksanakan program 100 hari. Namun bila ditelisik lebih dalam, sebagian besar program yang disebutkan, seperti birokrasi mengajar, birokrasi bersih-bersih, hari bebas kendaraan dan peluncuran Superapps lebih bersifat seremonial, simbolik, atau uji coba. Itu semua belum menunjukkan capaian substansial yang berdampak langsung terhadap pelayanan publik maupun pemenuhan janji visi misi kepala daerah,” katanya, Kamis (22/5).
Sitta memahami dengan kondisi kas daerah yang masih belum stabil akibat defisit anggaran. Namun, tegasnya, ada beberapa program visi dan misi yang sudah pernah dijanjikan belum disampaikan dalam dokumen perencanaan daerah.
“Artinya, program 100 hari ini tampaknya belum berakar pada perencanaan jangka menengah yang terukur dan berorientasi hasil,” jelasnya.
Program strategis, lanjut Sitta, seperti pengentasan kemiskinan, penurunan pengangguran, perbaikan infrastruktur dasar dan reformasi pelayanan public yang mendasar belum difokuskan pemerintah.
“Saya berharap ke depan Pemkot lebih fokus pada program-program strategis yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat,” ujarnya
Sitta menegaskan, jangan sampai program 100 hari hanya menjadi ajang pencitraan awal tanpa pondasi yang berkelanjutan yang jelas.
Baca Juga: Anime Terbaru Re:ZERO Starting Life in Another World Season 4 Segera Tayang 2026
“Kami di DPRD siap untuk bersinergi dengan pemerintah daerah Kota Cilegon dalam rangka untuk kemajuan Kota Cilegon agar lebih sejahtera,” tegasnya. (***)