BANTENRAYA.COM – Anggota DPRD Kota Cilegon dari Fraksi Demokrat Perjuangan Bangsa Ari Muhammad menilai Masjid Nurul Ikhlas masih gelap dan tertutup bagi masyarakat.
Padahal sebagai masjid yang menjadi ikon kota mestinya Masjid Nurul Ikhlas terbuka selama 24 jam dan memiliki penerangan yang cukup.
Menurut Ari, meski bukan Masjid Agung sebagaimana yang sudah terungkap faktanya, namun keberadaan Masjid Nurul Ikhlas itu menjadi ikon dari Kota Cilegon.
Baca Juga: Investor Pasar Modal di Banten Tembus 799 Ribu SID Naik 9,50 Persen
Banyak pelancong dari berbagai daerah yang datang dan mampir ke sana untuk beristirahat dan menunaikan sholat.
“Saya ini orang Jombang, jadi tahu sekarang kondisinya masih gelap saat malam dan tertutup,” ujarnya.
“Padahal itu menjadi tempat masyarakat dari berbagai daerah singgah dan istirahat dalam perjalanan,” katanya, Selasa 11 Februari 2025.
Baca Juga: Ponpes Daarul Ahsan Sukses Menyelenggarakan MUBTADA 2, Siap Lahirkan Generasi Qur’ani
Ari menyatakan, harus ada solusi yang tepat dalam penanganan pengelolaan yang ada di masjid tersebut.
Terlebih lagi kondisinya sudah sangat tidak terawat dan tidak memungkinkan dikelola Yayasan yang minim secara budget.
“Kami dewan mendorong adanya solusi yang tepat, sehingga kemarin sudah ada pertemuan Bersama,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan Rapat Dengar Pendapat yang digelar DPRD Kota Cilegon terungkap sejumlah fakta.
Di mana, ternyata status masjid tersebut bukan Masjid Agung karena tidak memiliki Surat Keputusan dari Walikota Cilegon serta status lahan yang ada masih berupa akta jual beli belum sertifikat milik Yayasan atau aset milik pemerintah.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Cilegon Rahmatullah menjelaskan, secara aset bukan milik pemerintah dan Yayasan Islamic Center. Namun, beberapa aset berupa lahan tersebut juga milik orang lain dalam bentuk AJB.
Baca Juga: Operasi Keselamatan Maung Polres Cilegon, Pelanggar Lalu Lintas Siap-siap Ditindak
“Selama aset itu masih dipegang Yayasan dan DKM, pemerintah hanya bisa hadir membantu berupa hibah,” tuturnya.
“Namun, kalua secara aset kepemilikan asset itu juga bukan milik pemkot cilegon tetapi juga belum secara detail aset itu seluruhnya milik DKM atau isami ceter. Ada beberapa juga milik orang lain,” katanya.
Untuk persoalan tersebut, jelas Rahmatullah, harus dilakukan perbaikan secara parsial. Artinya harus balik nama menjadi milik yayasan bukan perorangan.
Baca Juga: BYOND By BSI Masih Eror? Ini Penyebab Serta Cara Mengetahuinya
“Sekarang aset yang dimiliki oleh Yayasan dan DKM berupa AJB, dan AJB-nya tentu masih atas nama beberapa orang bukan milik satuan,” ujarnya.
Rahmatullah menegaskan, soal keberadaan masjid agung juga belum bisa disebut masjid agung karena secara resmi belum mendapatkan SK walikota.
“Jika kota itu kepala daerah, sebenarnya bukan masjid agung, ini Masjid Nurul Ikhlas. Hanya masyarakat kebanyak menyebut masjid agung karena agung itukan besar,” jelasnya.
Baca Juga: Menjelang Ramadhan, Direktorat Lalu Lintas Polda Banten Gelar Operasi Keselamatan Maung 2025
Ia berharap, karena besarnya masjid butuh perawatan yang sangat mahal, sehingga ke depan harus digagas untuk proposal kepada industri dan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan.
“Karena besar butuh perawatan, maka perlu pemerintah membantu, semoga pasca pemerintahan baru bisa muncul, baik secara pribadi dan eksekutif bisa membantu operasional masjid itu sendiri,” katanya.
“Kami menganjurkan kepada DKM untuk proposal atau CSR atas kepedulian semua perusahaan di Kota Cilegon, termasuk masyarakat, dewan dan ASN,” jelasnya.
Pengurus Yayasan Islamic Center dan Masjid Nurul Ikhlas Agus Rahmat membenarkan, pihaknya hanya memegang AJB saja. Sebab, dari dulu belum ditingkatkan menjadi sertifikat kepemilikan Yayasan.
“Jadi kami memegang AJB, memang dulu belum ditingkatkan,” ujarnya.
Alasanya, papar Rahmat, karena ada kebijakan saat itu beban pajak penjual tidak dikenakan.
Baca Juga: Kasus CSR Digarap KPK, BI Banten Bakal Tetap Salurkan di Tahun Ini: Kita Sudah Dijatah
“Kenapa karena pada saat itu ada kebijakan berkaitan dengan pajak itu pajak pembeli dan penjual, pajak untuk penjualan saat itu tidak dikenakan, tapi Ketika kita urus menjadi masalah (tidak memiliki uang-red), jika logikanya harus dikenakan semuanya,” jelasnya.
Agus menyampaikan, berharap setelah pertemuan ada kembali pertemuan selanjutnya yang membahas secara teknis masalah tersebut.
“Kami berharap setelah pertemuan ini ada pertemuan lanjutan secara teknis, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, tidak ada masalah yang tidak ada muaranya, pasti bisa diselesaikan. Ini Yayasan yakin kita siap,” ucapnya.
Baca Juga: Ditolak Warga Pesisir, BI Banten Sebut PIK 2 Pasti Berdampak Positif untuk Ekonomi
Ketua DKM Masjid Nurul Ikhlas Ubaidillah menjelaskan, salin wakaf lahan yang digunakan untuk masjid agung seluas kurang lebih 3.600 meter, ada juga aset wakaf lainnya total 12 hektare.
Rinciannya yakni lahan di Padarincang seluas 6 hektar, di Jalan ke Banten Lama 3 hektar, serta 2.500 meter di Kranggot dan beberapa meter digunakan pemukiman warga.
“Itu yang dapat diketahui sekitar 12 hektare, ada hal lain aset masjid agung yang dimiliki untuk pengelolaan yayasan yakni Yayasan Masjid Agung dan Islamic Center berlokasi di sekitar,” ungkapnya.
“Sulu pernah ada di taman kota cilegon adalah milik masjid seluas 2 hektar yang telah dilepas kepengurusan DKM dan mendapat pergantiannya itu tanah wakaf untuk kepentingan kemakmuran masjid di Padarincang Kabupaten Serang kurang lebih 6 hektar,” jelasnya.
Baca Juga: Sinopsis dan Daftar Para Pemain Film Qodrat 2, Akan Tayang di Bioskop Lebaran 2025
Ubaidullah menyampaikan, sementara di dalam Islamic Center sendiri sebenarnya masih ada aset milik Bank BNI.
“Kemudian ada aset yang lain yang mendukung untuk masjid agung dan islamic center ada tanah Bank BNI di tengah kawasan islamic center kemudian saat itu mau di ruislag dengan tanah di Kranggot tapi saat itu tidak memenuhi syarat menurut dari Bank BNI,” jelasnya.
Sementara itu, Asda I Setda Kota Cilegon Ahmad Aziz Setia Ade Putra mengungkapkan, jika lahan masjid merupakan tanah wakaf dari masyarakat, sehingga agak rumit untuk pengelolaanya diambil alih pemerintah.
“Kalau masjid agung (Nurul Ikhlas-red) tidak bisa karena status kepemilikannya adalah wakaf, jadi tidak bisa dipindah tangankan, kecuali ada persetujuan dari umat, lalu Pemkot Cilegon harus menyiapkan penggantinya gitu,” tuturnya.
“Sepertinya jika dipindah tangankan kecil kemungkinan. Kami hanya mensupport saja kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan pengelola masjid agung saja, jadi untuk hibah saja,” ujarnya.
Aset milik Pemkot, ujar Aziz, hanya taman yang ada di samping timur masjid saja. Sebab, itu milik Pemkot Cilegon yang luasnya hanya 3.850 meter persegi.
“Itu taman sebelah timur karena itu aset Pemkot dan dikelola Perkim (Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman-red),” jelasnya.
Baca Juga: Selamat Tinggal Sistem Zonasi, SPMB SMP Kota Serang Terapkan Sistem Domisili
Sementara itu, salah satu sumber pejabat yang enggan disebutkan Namanya menyatakan, sampai sekarang Yayasan sendiri belum memiliki aset Islamic Center.
Sebab, saat dibeli oleh panitia pembangunan Islamic Center masih belum diserahkan atau balik nama menjadi milik Yayasan.
“Iyah benar, itu masih milik panitia pembangunan Islamic Center dari dulu. Itu yang masih menjadi masalah sampai sekarang. karena belum sertifikat hak milik Yayasan. Atau juga dihibahkan kepada Yayasan dan lainnya,” ucapnya. ***

















