BANTENRAYA.COM – Praktek khitan bagi perempuan menjadi sebuah kontroversi dengan pandangan yang beragam di kalangan para ulama.
Karena biasanya praktek khitan hanya terjadi di kalangan anak laki-laki atau laki-laki dewasa.
Karena hal itu juga menjadi syarat dalam agama Islam, adapun yang baru memasuki agama Islam di umur dewasa harus melakukan khitan juga.
Baca Juga: CPNS 2024 Dibuka Bulan Agustus, Berikut Kisi-kisi Resmi SKD
Selain itu praktek khitan bagi perempuan sering terjadi di tengah masyarakat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah sejak lama melarang praktek khitan bagi perempuan.
Khitan bagi perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan bagi anak perempuan dan wanita dewasa.
Baca Juga: Memperingati HUT RI 2024, Kecamatan Pabuaran Gelar Jalan Santai Gratis
Khitan bagi perempuan justru menyebabkan pendarahan hebat dan masalah buang air kecil, kista, infeksi, serta komplikasi saat melahirkan dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.
Praktek Khitan bagi perempuan diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia anak perempuan dan wanita.
Hal ini terjadi karena dapat menyangkut kesehatan, keamanan, dan integritas fisik dan lainnya.
Kemudian dengan berbagai kontroversi di tengah masyarakat NU mengunggah informasi terkait praktek khitan bagi perempuan diunggah dalam akun Instagram @nuonline_id.
Para ulama berbeda pendapat mengenai praktek khitan bagi perempuan, ada yang mengatakan sunnah dan mubah.
Sedangkan menurut al-Syafi’i menyatakan hukumnya wajib sebagaimana khitan laki-laki.
Baca Juga: Meriahkan HUT Ke-79 RI di Banten, Bendera Raksasa akan Dibentangkan di Danau KP3B
Akan tetapi dengan praktik yang kontras berbeda, sumber hukum khitan untuk perempuan sendiri merupakan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Ketika itu Nabi melihat praktek khitan perempuan di tengah masyarakat Madinah, beliau kemudian merespons,
“Jangan berlebihan dalam memotongnya.”
Baca Juga: Pagi Buta, Kapolda Banten Sidak ke Polsek Ciruas
Kemudian hadits tersebut sifatnya dha’if sebagaimana yang disebut oleh Abu Dawud, akan tetapi memiliki penguat dari hadits lain.
Hadits tersebut memberikan dua penjelasan mengenai khitan untuk perempuan :
1. Berkhitan bagi perempuan dianjurkan, karena beliau tidak melarang tradisi orang Madinah, bahkan memberikan pengarahan yang tepat.
2. Rasulullah melegitimasi khitan bagi perempuan seraya mengkhawatirkan terjadinya malapraktik yang berimplikasi pada frigid.
Baca Juga: Diduga Gelapkan BPKP Mobil, Pemilik Showroom Asal Kabupaten Tangerang Diburu Polisi
Kemudian dalam fiqih mazhab al-Syafi’i, praktek khitan bagi perempuan hanya dengan membersihkan kulit tipis yang terletak di bawah saluran kencing, bukan melukainya.
Dalam kasus tersebut yang ramai terkait penghapusan khitan untuk perempuan.
Kemudian rekomendasinya adalah dengan memperketat praktek khitan yang benar sehingga tidak terjadi malapraktek.
Baca Juga: Kasus Pembobolan Brankas Bank Banten Senilai Rp6,1 Miliar, Sidang Segera Digelar PN Serang
Adapun hukumnya tetap sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para ulama.
Akan tetapi dalam prakteknya diperhalus dan lebih berhati-hati.
Semoga hal ini menjadi pengetahuan yang penting bagi masyarakat di Indonesia khususnya umat Muslim. ***