BANTENRAYA.COM – Dinas Sosial atau Dinsos Kota Serang mencatat ada 94 wanita tuna susila (WTS) atau pekerja seks komersil (PSK) di Kota Serang.
Data tersebut merupakan rekapitulasi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) Dinsos Kota Serang tahun 2022.
Adanya 94 WTS itu disampaikan Kepala Dinsos Kota Serang Toyalis saat ditemui di ruang kerjanya Senin 22 Januari 2024.
Baca Juga: Sudah Tahu Belum 4 Pilar MPR RI? Hasbi Asyidiki Beri Paham Sampai Turun Gunung Edukasi Masyarakat
Ia mengatakan, jumlah PMKS khusus WTS di Kota Serang tahun 2022 mencapai puluhan orang.
“Tuna susila ada 94 orang,” kata Toyalis, kepada Bantenraya.com.
Toyalis menyebutkan, puluhan WTS tersebut mayoritas berasal dari luar Kota Serang.
“Kebanyakan dari luar daerah seperti Merak, Cilegon, Citangkil, ada dari Kaligandu, Walantaka juga. Karena mereka mungkin kerjanya di Merak tinggalnya di Labuan,” ungkapnya.
Baca Juga: Depresi Tak Kuat Hadapi Kenyataan Hidup, 35 Warga Pandeglang Dikategorikan Masuk ODGJ
“Mereka mencar. Ada yang di Labuan, Rangkas, Kasemen, Walantaka. Pokoknya di jalur-jalur kereta,” kata Toyalis.
Ia menjelaskan, motif puluhan perempuan menekuni profesi WTS, karena himpitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Biasanya motifnya ekonomi. Untuk kebutuhan hidup. Merasa dengan menjajakan dirinya dia dapat uang lebih dibandingkan dengan dia bekerja sebagai warung,” paparnya.
“Penghasilan nggak seberapa itu tinggal nunggu pelanggan istilahnya Rp 100 ribu-Rp 150 ribu dapat sekali. Dengan modal tidak seberapa mereka akan mendapatkan hasil yang lebih banyak,” jelas dia.
Dinsos Kota Serang, kata Toyalis, memang harus bisa memberikan suatu stimulus, sehingga diharapkan bisa mengubah perilaku para WTS.
“Kita masih merumuskan. Karena untuk merubah perilaku seseorang itu kan tidak mudah,” terangnya.
Baca Juga: Info Lowongan Kerja Shopee Xpress untuk Wilayah Banten, Lulusan SD Jangan Minder Karena Bisa Melemar
“Sedangkan mereka dapat Rp100-200 ribu itu hanya satu pelanggan. Sehari bisa dapat berapa pelanggan Mereka itu,” imbuhnya.
“Jadi kita memang harus perlu suatu kebijakan yang bisa menyentuh dalam artian membuat efek jera terus bisa merubah perilaku mereka,” sambung dia.
Toyalis mengaku pihaknya belum mendata jumlah WTS di Kota Serang tahun 2023. Hal itu dikarena pihaknya masih dalam proses penghitungan dan finalisasi.
Baca Juga: Sinopsis dan Jadwal Tayang Marry My Husband Episode 7 Sub Indo: Yoo Ji Hyeok Ungkap Tanda Misterius
“Masih difinalisasikan kita belum, karena memang ada 25 macam PMKS. Banyak aspek yang perlu kita data,” tuturnya.
“Terus kita juga ada 67 kelurahan. Memang yang baru selesai yang SPM aja. Disabilitas, gelandangan baru selesai. Ini masih dalam proses penghitungan dan finalisasi hasil penjaringan,” akunya.
Toyalis juga mengakui bahwa pihaknya sejatinya kesulitan untuk mendata WTS, karena tidak mempunyai perantaranya.
Baca Juga: Spesifikasi dan Harga DJI Mic 2 Bikin Suara Konten Video Semakin Jernih
“Sebenarnya kesulitan kita nggak punya penjangkaunya (perantaranya),” kata Toyalis.
Toyalis mengungkapkan, tahun 2023 kemarin pihaknya telah melakukan pemberdayaan terhadap WTS berupa pelatihan tata boga.
“Kita kenal maminya. Kenal dedengkotnya. Kita ajak mereka untuk kita kasih pemberdayaan berupa pelatihan tata boga waktu itu,” tutur dia.
Baca Juga: Omzet Pedagang Di Stadion Maulana Yusuf Anjlok 75 Persen Gegara Ini
Setelah diberikan pelatihan tata boga, Dinsos Kota Serang mengaku melakukan monitoring ke beberapa WTS tersebut.
Monitoring itu dilakukan untuk memastikan keberadaan dan aktivitas WTS setelah diberikan pelatihan tata boga.
“Ada beberapa yang kita monitoring tapi tidak semua kita cek. Hanya sampling saja. Memang ada beberapa yang bisa mandiri, tapi ada juga yang kembali ke jalan,” tegasnya.
“Karena memang salah satu hambatan kita adalah, kita tidak bisa memberikan stimulus mereka terus menerus,” ungkapnya.
Baca Juga: Tampar Keras Hujatan Netizen, Soal Nasionalisme Jordi Amat Tak Perlu Diragukan Lagi?
Toyalis menyebutkan, ada 25 kategori PMKS. Pertama fakir miskin, perempuan rawan sosial ekonomi, keluarga bermasalah, sosial sikologis, anak bayi terlantar, anak terlantar.
Kemudian anak memerlukan perlindungan, anak berhadapan dengan hukum, anak jalanan, anak disabilitas, anak mengalami korban tindak kekerasan seks fisik mental bully.
Lansia terlantar, gelandangan, pengemis, pemulung, bekas warga binaan, korban penyalahgunaan napza, penyandang HIV Aids.
Lalu kelompok minoritas, korban tindak kekerasan, pekerja migran bermasalah, perdagangan orang, bencana alam, korban bencana sosial.
“Dan terakhir adalah WTS atau PSK,” sebutnya. ***