BANTENRAYA.COM – Tim Polda Banten menggerebek sebuah pabrik shampo dan gel rambut palsu yang memakai merek terkenal di Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten pada Selasa 28 Desember 2021 lalu.
Produk sampo dan gel rambut palsu tersebut ternyata sudah beredar di wilayah Banten, Palembang, hingga Lampung sejak tiga tahun lalu.
Dari memproduksi sampo dan gel rambut palsu ini, pelaku meraup keuntungan Rp200 juta per bulan. Bahkan, bisa membayar karyawannya hingga Rp15 juta per bulan.
Baca Juga: Trending Setiap Episodenya, Berikut Daftar Ost Our Beloved Summer, Ada V BTS
Dilansir Bantenraya.com dari Tribrata News, adapun sampo dan gel rambut yang dipalsukan diantaranya adalah Pantene, Clear, Sunsilk, Dove, Head and Shoulder hingga Gatsby.
Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Shinto Bina Gunawan Silitonga mengatakan, penggerebekan pabrik bermula dari adanya laporan masyarakat tentang adanya indikasi penjualan sampo palsu di sebuah warung.
Hingga saat itu langsung dilakukan pengembangan dan terungkap produksi sampo palsu memakai merek terkenal itu dilakukan di sebuah pabrik di Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, pada Rabu 28 Desember 2021.
Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming Liga 1 Persebaya Surabaya vs Bali United FC
“Kemudian ditindaklanjuti dengan temuan shampo palsu di salah satu warung di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, pada Selasa 27 Desember 2021,” ujarnya.
Kasubdit Indag Ditreskrimsus Polda Banten Kompol Condro Sasongko juga angkat bicara bahwa, ada sekitar 4,7 Miliar rupiah barang yang kami sita yang diantaranya adalah semua merek-merek terkenal.
Produk ini sudah disita dan diamankan oleh petugas berwenang saat ini.
Baca Juga: Gara-gara Serial Layangan Putus, HP Suami Ini Dicek Setiap Menit: Semakin Hari Semakin Penuh Tekanan
“Kami menyita jutaan sachet shampo dan gel rambut palsu senilai Rp4,7 miliar, beragam alat produksi, bahan baku soda api, alkohol 96 persen, lem, pewarna makanan dan bahan pengawet,” katanya.
Untuk membuat kemasan dari shampo palsu tersebut terlihat asli, tersangka mengimport rol cetakan sachet dari negara Cina.
Saat ditanya polisi, pemilik pabrik yakni HL (28) tidak memiliki satupun bukti legalitas dan izin usaha yang sebagaimana produsen produk ia ciptakan.
Baca Juga: Ibu-ibu se Rangkasbitung Harus Tahu, Harga Cabai Kini Sudah Turun
Bahkan, HL juga tidak mengantongi surat kontrak kerjasama dengan perusahaan pemilik merek buat, yakni PT. Unilever.
Pabrik yang dimiliki HL ini mempekerjakan 7 orang karyawan, kemudian masing-masing karyawan digaji senilai Rp15 juta per bulannya.
Melihat keuntungan yang diraup oleh HL yang beromzet fantastis sanggup membayar upah 7 karyawannya itu dengan angka Rp15 juta.
Baca Juga: Maria Vania Bagikan Tips Membuat Payudara Kencang dan Padat, Awas Salah Fokus!
Tersangka HL dijerat dengan Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 60 UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Selain itu, ia juga dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf (f) atau Pasal 9 ayat (1) huruf d UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar. ***















