BANTEN RAYA.COM – Viralnya pemberitaan terkait video kebaya merah mengundang reaksi banyak pihak.
Anggota Dewan Pers Ninik Rahayu sangat prihatin atas dampak pemberitaan kasus video kebaya merah yang merupakan video asusila.
Meski di dalam pemberitaan tidak menampilkan video asusila, menurut Ninik, narasi maupun penggambaran tindakan cabul pada pemberitaan tetap memberi dampak negatif untuk masyarakat.
Mengacu kode etik jurnalistik, lanjut Ninik, seharusnya media pemberitaan membatasi dan menghormati asas praduga tidak bersalah.
Baca Juga: Kaesang Naik Batik Air ke Surabaya, Kopernya Malah Dikirim ke Kualanamu, Trending di Twitter
“Apakah dia korban, apakah dia tersangka, semestinya pelaku jangan diperlihatkan seperti itu. Terlebih, untuk penanganannya pada perempuan, sebaiknya unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) yang menanganinya juga,” ujarnya.
Senada dengan Ninik, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPA Kota Cilegon Masita, ikut menanggapi.
Menurutnya, pemberitaan terhadap informasi yang mengungkap identitas pelaku pornografi seperti pada kasus video kebaya merah tetap harus dibatasi oleh etika.
Terlebih jika pelaku maupun korbannya adalah anak-anak yang sudah tentu harus mendapat perlindungan.
“Dalam konteks video kebaya merah ini sebenarnya pelakunya orang dewasa dan video dibuat dengan sengaja serta dijual. Kemudian tersebar baik itu secara langsung maupun dalam bentuk informasi lainnya,” ujar Masita.
“Contohnya di pemberitaan yang mengarah kepada ajakan mencari siapa pelaku atau sumber dan link videonya. Tentu hal seperti ini yang dikhawatirkan bisa merusak mental dan moral masyarakat terutama anak-anak,” sambungnya.
Menurutnya, meski si pelaku perempuan dalam video kebaya merah bukan termasuk yang mendapatkan perlindungan, tapi tetap ada etika yang membatasi untuk membongkar suatu kasus pornografi yang mengarah kepada identitas individu pelaku.
Seperti halnya di kepolisian, semua pemeriksaan mulai dari penyidikan penuntutan dan sidang bersifat tertutup karena ada unsur asusila.
“Kalau putusan terbuka untuk umum. Ceritanya berbeda jika pelakunya di bawah umur. Baik pelaku maupun korban tetap akan mendapat pendampingan dan perlindungan sesuai undang-undang,” kata Masita.
“Itu karena pelaku kasus asusila di bawah umur tetap kita kategorikan sebagai korban,” lanjutnya.
Masita mengungkapkan, pelaku pada video kebaya merah yang ditangkap kepolisian itu karena membuat vidio porno dan melanggar hukum. Jadi posisinya bukan korban.
“Meski perempuan, pelaku perempuan pada video kebaya merah tidak dapat perlindungan sesuai yang disebut dalam undang-undang TPKS no 12 tahun 2022,” katanya kepada Bantenraya.com, Minggu, 13 November 2022.
“Justru pelaku perempuan tersebut bisa kena undang-undang pornografi no 44 tahun 2008. Ditambah bila dia menyebarkan itu kena UU ITE. Dan sistem peradilannya diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana),” imbuhnya.
“Ijin untuk Dasar hukum persidangan tertutup untuk umum sesuai pasal 153 ayat 3 No 8 KUHAP tentang keluarga, kesopanan asusila,” pungkasnya. ***