BANTENRAYA.COM – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada korelasi antara gagal ginjal akut dengan vaksin maupun infeksi Covid-19.
Pernyataan terkait kasus gagal ginjal disampaikan Juru Bicara Kemenkes Dr Mohammad Syahril dalam keterangan pers pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Sebelumnya, Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah menyatakan penyebab gagal ginjal akut kemungkinan besar bersumber dari penggunaan obat sirup.
Baca Juga: Ingin Hilangkang Stunting, Pj Sekda Banten M Tranggono Sampai Minta Bantuan Para Pemuda
Tepatnya, obat sirup yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas aman yang ditentukan oleh Farmakope Indonesia.
Namun belakangan, muncul pernyataan dari pihak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Yogyakarta.
Mereka menyatakan bahwa dari 13 pasien yang mereka rawat tak mengonsumsi obat yang disebut memiliki kandungan bahan kimia berbahaya seperti diumumkan oleh BPOM.
Dikutip Bantenraya.com dari Antaranews, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta belum menemukan bukti sampel pasien gangguan ginjal akut yang dipicu konsumsi obat sirup mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas normal.
“Jadi serum (EG dan DEG) dengan kadar itu memang belum kami temukan,” kata Pakar Nefrologi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Retno Palupi saat konferensi pers di Yogyakarta, Selasa, 25 Oktober 2022.
Berdasarkan hasil pengambilan sampel jaringan ginjal yang dilakukan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, justru menemukan adanya nekrosis tubular akut.
Baca Juga: Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional di Bulan November 2022, Ada Hari Pahlawan 10 November
Hal itu umum didapati pada kasus pasien mengalami inflamasi atau infeksi berat.
“Yang kami masukkan sebagai kriteria gagal ginjal akut progresif atipikal ini adanya gangguan di tubulus ginjal,” katanya.
“Di pipa-pipa ginjal itu ada gangguan yang mengalami nekrosis atau kematian jaringan tubulus dan degenerative, kerusakan di pipa-pipa ginjal itu,” ujar Retno.
Baca Juga: Lirik Lagu ‘Putus Tapi Cinta’ dari Andmesh, Sebuah Rasa yang Masih Tersimpan
Namun demikian, lanjut Retno, investigasi tersebut belum final karena masih menunggu hasil uji sampel yang dikirimkan ke Labkesda DKI Jakarta pada 19 Oktober 2022.
“Kami belum mendapatkan informasi dari laboratorium yang ditunjuk. Jadi kami mengirimkan beberapa sampel kami dan belum mendapatkan laporannya,” tuturnya.
Anggota tim medis dari Divisi Nefrologi Anak RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Kristia Hermawan mengatakan, kristal pada saluran pipa ginjal terbentuk saat ada senyawa asing di sepanjang saluran pipa ginjal itu.
Baca Juga: Resep Membuat Tempe Mendoan Gurih yang jadi Google Doodle Hari ini, Mudah Dibuat di Rumah
Menurutnya, pada kasus keracunan metabolik dari EG dan DEG terdapat senyawa yang kadarnya melebihi ambang batas sehingga tingkat keasaman mendukung pembentukan kristal dalam saluran pipa ginjal.
“Begitu terbentuk kristal maka akan ada tambahan zat padat yang akan mengganggu aliran dari cairan yang melewati pipa-pipa itu,” ungkapnya.
“Kalau ada kristal yang terbentuk di situ, dan bentuknya tajam dia akan melukai dinding-dinding dari pipa,” jelasnya.
Baca Juga: Kenapa Tempe Mendoan Jadi Google Doodle Hari ini? Berikut Sejarah Dibalik Makanan Khas Indonesia ini
Dari sampel tiga pasien anak yang menderita gangguan ginjal akut di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, tidak ditemukan adanya kristal tersebut.
Kristia mengatakan, pelacakan penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal, telah dilakukan sesuai dengan petunjuk dari Kemenkes.
Diantaranya dengan melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat sirup serta pemeriksaan toksikologi untuk mengetahui ada tidaknya EG dan DEG dalam darah atau urine pasien.
Baca Juga: Daftar 18 Hari Besar Nasional di Bulan November 2022, Ada Hari Pahlawan Hingga Ulang Tahun Korpri
“Dalam hal ini, pengambilan sampel telah dilakukan pada tiga pasien yang pekan lalu masih menjalani perawatan. Tim medis belum mendapat hasil pemeriksaan karena sampel harus diperiksa di Labkesda DKI Jakarta,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menyatakan, lembaganya masih terus meriset penyebab utama gagal ginjal akut pada anak.
Untuk sementara waktu, temuan bersama Epidemiolog dan Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan mayoritas anak yang mengalami masalah tersebut memiliki kandungan kimia berbahaya EG, DEG, dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) dalam tubuhnya.
Baca Juga: Ingin Hilangkang Stunting, Pj Sekda Banten M Tranggono Sampai Minta Bantuan Para Pemuda
Terkait kasus di Yogyakarta, Siti belum bisa berbicara banyak. Dia menyatakan masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium pasien tersebut.
“Kami akan tunggu hasil pemeriksaan labnya,” kata dia, Kamis, 27 Oktober 2022.
Kasus yang terjadi pada pasien gagal ginjal akut di Yogyakarta seolah menguatkan pendapat mantan Menkes Siti Fadilah Supari bahwa obat sirup yang diduga mengandung EG dan DEG belum tentu menjadi penyebab gagal ginjal akut.
Baca Juga: Bebas dari Jerat Hukum, Rizky Billar Layangkan Pesan Keras untuk Netizen: Kalian…..
Karena menurut dia, EG dan DEG itu diizinkan oleh Farmakope digunakan sebagai bahan campuran dalam obat dengan catatan tidak melebihi ambang batas aman yaitu 0,1 persen.
Siti Fadilah Supari juga mengajak masyarakat berpikir logis terkait kandungan cemaran EG dan DEG pada obat sirup baik obat batuk maupun parasetamol.
“Kita sudah memakai parasetamol itu sejak puluhan tahun lho! Tapi nggak ada apa apa tuh! Tapi tidak pernah terjadi outbreak gagal ginjal akut pada populasi tertentu,” ujarnya.
Baca Juga: 3 Faktor yang Harus Dibenahi untuk Dongkrak Elektabilitas Parpol KIB
“Lho kok ini tiba-tiba ada (kasus gagal ginjal akut). Mestinya kita harus berpikir, ada apa dong. Apa bener memang penyebab utamanya (gagal ginjal akut) karena pencemaran EG dan DEG pada obat sirup. Kalau bukan bagaimana?” sambungnya.
Untuk itu, Siti Fadilah Supari meminta Kemenkes dan BPOM agar mencermati dengan secermat-cermatnya kejadian gagal ginjal akut dari sebab-sebab lainnya. Bisa saja mungkin tercemar EG dan DEG di atas ambang batas.
Bisa juga karena infeksi bakteri, tapi kemungkinannya kecil bisa sampai gagal ginjal akut kalau infeksinya sama seperti yang dulu-dulu.
“Mungkin juga ada efek dari sindrom Covid. Bagi anak yang pernah kena Covid mungkin saja organnya suatu saat bisa terganggu, salah satunya ginjal,” tuturnya
Bahkan, Siti Fadilah Supari menduga adanya kemungkinan besar vaksin Covid-19 menjadi penyebab gangguan gagal ginjal akut yang telah merenggut lebih dari 100 nyawa anak-anak di Indonesia.
Dikutip dari kanal YouTube miliknya, Siti Fadilah Supari Channel yang diunggah pada 25 Oktober 2022, Mantan Menkes yang pernah menolak pandemi flu burung di Indonesia itu mengatakan jika vaksin yang dibuat dari DNA bisa saja berhubungan dengan gagal ginjal akut.
Baca Juga: Ingin Magang di Perusahaan Besar Ternama? Yuk Simak Posisi yang Dibuka dan Penempatannya
Siti Fadilah Supari menuturkan, Adenovirus dipakai untuk mengantarkan virus Covid kedalam tubuh manusia. Menurutnya, penggunaan Adenovirus juga belum pernah dipastikan aman bagi kesehatan manusia.
“Berbahaya atau tidaknya Adenovirus, itu belum pernah diadakan suatu penelitian. Hanya ada penelitian yang dilakukan menghilangkan sedikit protein virusnya terus dianggap aman,” ujarnya.
Tapi yang perlu diingat, lanjut Siti Fadilah Supari, Adenovirus itu tempatnya ada di ginjal manusia karena tempat tumbuhnya memang di ginjal dan mungkin saja bisa mempengaruhi fungsi ginjal.
Baca Juga: Nikita Mirzani Traktir 700 Boks Pizza, Tahanan Rutan Serang Makan Enakkk…..
Selain itu, Siti Fadilah Supari mengungkapkan, ada juga vaksin mRNA yang tidak hanya membutuhkan nano partikel mRNA saja tapi juga membutuhkan tambahan-tambahan zat kimia seperti etilen glikol EG dan DEG.
“Kemungkinan ini ada meski ada pertanyaan kenapa yang terkena gagal ginjal akut akibat EG dan DEG adalah anak dibawah 6 tahun yang belum terpapar vaksin Covid?” tuturnya.
Ia memaparkan, meski tidak terpapar langsung oleh vaksin Covid tapi jika orangtua terutama ibunya mendapat suntikan vaksin Adenovirus maupun mRNA maka bisa saja menyebabkan anaknya terpapar virus mRNA dan yang mengandung Adenovirus.
Baca Juga: 2023 Besok, BPBD Kota Serang Naik Kelas ke Grade Tipe A
“Seharusnya korban-korban itu (anak penderita gagal ginjal) diteliti apakah ibu-ibunya mendapatkan booster (vaksin mRNA dan Adenovirus) atau tidak mendapatkan booster. jadi kemungkinan besar ada hubungannya,” ucapnya.
Namun, Siti Fadilah Supari heran dengan pernyataan Kemenkes yang menyatakan dan memastikan gagal ginjal akut yang terjadi pada anak-anak tidak ada korelasinya dengan vaksin.
“Nah saya ingin tanya, apakah sudah diteliti?” Katanya.
“Sebetulnya, menelitinya (vaksin menyebabkan gagal ginjal) gampang sekali. Yaitu dengan mengambil spesimen korban dan spesimennya di tes PCR. Nnti dari hasilnya terlihat ada apa disitu?” sambungnya.
Kalau belum diteliti tapi sudah mengeluarkan pernyataan, Siti Fadilah Supari menganggap Kemenkes tidak fair karena menurutnya Kemenkes harus transparan.
“Jadi harus fair, tranparansi bahwa ada apa tidaknya pengaruh vaksin booster (mRNA dan Adenovirus) pas orang-orang di sekeliling korban,” katanya.
Baca Juga: 16 Kode Promo Gojek, GoFood, GoRide Dan GoCar, 30 Oktober 2022: Diskon Ongkir hingga 75 Persen
Siti Fadilah Supari ingin Kemenkes mengekspos secara transparan bahwa sudah ada penelitian tentang keterkaitan pasien dengan orangtua yang divaksin booster.
“Coba diteliti dari pasien gagal ginjal akut ini para ibu-ibunya mendapatkan vaksin apa saat booster, saya ingin tau itu karena ada teorinya yang memungkinkan bahwa bisa saja dikatakan (gagal ginjal akut) berhubungan dengan vaksin Covid baik secara langsung maupun tidak langsung,” ucapnya.
Siti Fadilah berharap Kemenkes bisa menemukan penyebab pasti gagal ginjal akut. Bukan mengikuti kasus yang terjadi di Gambia maupun negara lainnya karena menurutnya ada beberapa penyebab gagal ginjal akut yang bisa diteliti dan diungkap secara transparan. ***