BANTENRAYA.COM – Peristiwa hilangnya anak Ridwan Kamil Emmeril Kahn Mumtadz di Sungai Aaree, Bern, Swiss, sampai saat ini masih menyedot perhatian masyarakat.
Eril dinyatakan meninggal dunia setelah tujuh hari pencarian tidak membuahkan hasil.
Eril hanyut di Sungai Aare saat berenang di sana satu pekan yang lalu atau Kamis 26 Mei 2022.
RIbuan karangan bunga berjejer di rumah dinas Ridwan Kamil di Bandung.
Selain itu, doa terus menerus terlantun di media sosial mulai dari masyarakat biasa hingga para pesohor.
Baca Juga: Tak Ada yang Tahu, Presiden Jokowi Diam-Diam Bantu Pencarian Eril di Swiss
Sementara itu, Badan SAR Nasional atau Basarnas angkat bicara terkait dengan pencarian Eril di Sungai Aare.
Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henry Alfiandi menyebutkan beberapa faktor yang membuat tim pencari kesulitan menemukan Eril.
Menurutnya, arus sungai yang deras menjadi salah satu faktor penyebab sulitnya menemukan Eril. Terlebih derasnya air Sungai Aare merupakan hasil lelehan atau gletser yang mencair dari pegunungan Alpen karena musim panas.
“Arusnya menjadi semakin kuat,” kata Henry.
Sungai Aare sekilas memang terlihat jernih atau bening. Tapi lebih tepat warna air sungai itu adalah pirus atau hijau kebiru-biruan.
Akan tetapi, karena lelehan gletser tadi, suhu air di sungai itu disebut dengan dalam kondisi dingin sejak Eril dinyatakan hilang hingga pencarian hari ketujuh.
Baca Juga: Ucapan Duka Cita Presiden Jokowi untuk Eril, anak Ridwan Kamil, Lengkap dari Awal Sampai Akhir
“Memang jernih, tapi jernihnya yang dari lelehan salju tidak begitu bening, (itu) kelihatannya saja dan (suhunya) dingin sekali,” sambungnya.
Di samping itu, Henry juga menyinggung soal metode yang dilakukan tim pencari orang hilang Swiss di Sungai Aare.
Menurut amatannya, metode yang dipakai berbeda dengan di Indonesia. Menurutnya, teknologi canggih seharusnya sudah diterapkan dalam metode pencarian orang hilang.
“Sistem pencarian di sana kalau saya lihat by visual, mereka menggunakan teropong air. Sedangkan di Indonesia sudah pakai teknologi radar,” katanya.
“Kita sudah menggunakan alat yang namanya underwater searching device. Yang kedua, menggunakan alat aqua eye, dan menggunakan detektor seperti radar,” sambungnya.
Alat-alat yang digunakan Basarnas diakui bisa mendeteksi target, baik itu manusia maupun hewan.
Sementara itu, metode manual di Swiss dengan menggunakan teropong kaca dinilai memiliki kelemahan ketika air sedang keruh sehingga tidak akan berfungsi dengan baik.
“Dia metodenya selama ini begitu, orang tenggelam dicari dengan cara seperti itu. Kondisi sekarang karena gletsernya mencair, cairan gletsernya malah keruh, dia enggak bisa menemukan itu, harusnya pakai device-device yang lebih canggih lagi,” katanya.***
Ikbal Tawakal/pikiran-rakyat.com
Artikel ini sebelumnya telah tayang di pikiran-rakyat.com dengan judul Roundup: Basarnas Sebut Pencarian Eril Harusnya Pakai Teknologi Lebih Canggih

















