BANTENRAYA.COM – Desi Suyamto, ilmuwan dari Institut Pertanian Bogor memberikan kritik menohok kepada Ade Armando dan Denny Siregar cs.
Desi Suyamto memberikan kritik tersebut dalam tulisan yang disampaikannya kepada Dahlan Iskan di disway.id sebagai jawaban atas tulisan Dahlan Iskan tentang Ade Armando.
Desi Suyamto disebut aktif di aktif di Pusat Ilmu Lingkungan. Salah satu artikel yang dipublikasikannya berjudul Measuring Similarity of Deforestation Patterns in Time and Space across Differences in Resolution.
Desi Suyamto sebelumnya membongkar mengenai jejak akademik Ade Armando yang jeblok soal publikasi.
Capaian publikasi Ade Armando berdasarkan SINTA INDEX hanya menduduki peringkat ke-1500 lebih. Di antara seluruh dosen di Indonesia, capaian publikasi Ade Armando berdasarkan SINTA INDEX lebih buruk lagi, hanya menduduki peringkat ke-53.000 lebih.
Adapun publikasi internasional di H-INDEX SCOPUS dari Ade Armando hanya bernilai 1.
“Jika Ade Armando memang merupakan sosok akademisi kredibel kaliber internasional, dengan lama karirnya sebagai dosen sudah 32 tahun, capaian H-INDEX SCOPUS-nya ya seharusnya minimal telah mencapai nilai lebih dari 10. Untuk para akademisi negara-negara maju, bahkan dengan usia yang masih di bawah Ade Armando sekalipun, H-INDEX SCOPUS-nya rata-rata bernilai lebih dari 20,” kata Desi Suyamto.
Adapun terkait pengeroyokan terhadap Ade Armando, Desi Suyamto melihat Denny Siregar cs selama ini membuat bias rasa kemanusiaan akibat adanya ingroup favoritism dan outgroup derogation.
“Di saat banyak yang sedang berkabung atas terjadinya krisis kemanusiaan di negeri ini, di mana 6 warga sipil tewas ditembak aparat di KM 50, para teman sepermainan Ade Armando malah merayakannya dalam euforia, bersuka-cita menari-nari di atas mayat saudara sebangsanya sendiri, seolah-olah para korban yang telah gugur dalam tragedi itu adalah para pembunuh keji berdarah dingin yang pernah menghabisi anggota keluarga mereka di jalanan,” kata Desi Suyamto.
Yang dimaksud Desi Suyamto adalah insiden penembakan enam anggota Front Pembela Islam oleh polisi.
“Teman sepermainan Ade Armando bahkan sampai mengirimkan bunga suka cita atas tewasnya anak-anak muda di KM50 itu! Tak ada lagi rasa empati sama sekali,” katanya.
“Pernahkan dipikirkan, andai anak-anak muda yang gugur di KM 50 itu dididik dengan baik, siapa tahu di masa mendatang, mereka akan menjadi jenderal yang jauh lebih baik dan bermanfaat daripada para penembaknya itu?” kata dia,
Sementara itu, ketika Ade Armando babak belur, tiba-tiba panggilan akan pentingnya rasa kemanusiaan itu muncul.
“Hey! Kemanusiaan itu universal dan berkeadilan. Empati itu tak seharusnya hanya berlaku untuk kelompok sendiri, tapi tak berlaku untuk kelompok lain,” tuturnya.
Desi Suyamto mengatakan, penyakit ingroup favoritism dan outgroup derogation ini sama bahayanya dengan penyakit Islamofobia dan penyakit rasialisme lainnya. ***