BANTENRAYA.COM – Arkeolog menemukan sejumlah beda kuno di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Benda kuno itu disebut Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). Temuan tersebut di antaranya adalah dua kepala arca, lima batu berbentuk pion, dan batu lulumpang.
Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar mengatakan, temuan benda kuno atau arkeologi di TNUK itu merupakan temuan penting bagi peradaban bangsa Indonesia.
Baca Juga: Contoh Proposal Kegiatan HUT RI 17 Agustus 2024 untuk Tingkat Desa hingga RT dan RW
Temuan tersebut merupakan peninggalan peradaban Hindu Saiwa sekitar abad 7 Masehi.
Saiwa atau Siwaisme adalah salah satu dari empat aliran utama dalam agama Hindu yang mengagungkan dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahaesa.
“Kalau dari pandangan arkeologi ini adalah penemuan yang sangat penting bagi kita,” ujarnya saat Diskusi Kelompok Terpimpin yang digelar Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VIII Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Hotel Aston Serang.
Baca Juga: TERLENGKAP! Link Download Logo HUT RI ke-79 Resolusi Tinggi Versi JPG, PDF hingga PNG
“Ini menunjukkan bahwa ada pengaruh awal dari budaya India di tanah Jawa dan itu ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon,” katanya.
Temuan ini diperkirakan merupakan peninggalan pada abad ke-7. Seba pada abad ke-8 budaya India yaitu agama Hindu Saiwa berkembang di Jawa bagian tengah.
Sebelum berkembang di Jawa bagian tengah, pengaruh budaya India ini terlebih dahulu masuk ke Ujung Kulon.
Baca Juga: PPP Jalin Komunikasi dengan Sosok Ulama di Pilkada Pandeglang yang Bakal Maju Jadi Bupati
Agus menjelaskan, dari sudut pelayaran, jika pelayar datang dari barat maka akan singgah ke bagian barat tanah Jawa yaitu pulau Panaitan dan Ujung Kulon.
“Dulu pelayaran itu bukan lewat Selat Malaka, tapi masih lewat pantai barat Sumatera, akhirnya pelayar-pelayar kapal singgahnya di tanah Jawa bagian barat, di Pulau Panaitan dan Ujung Kulon,” jelasnya.
Agus menuturkan, agama Hindu Saiwa sepertinya tidak berkembang di pulau Panaitan dan Ujung Kulon karena kurang mendapatkan pengikut.
Baca Juga: Rano Karno Mundur dari Pilgub Banten 2024, Pengamat Beri Sanjungan: Keren!
Akhirnya, tempat ini pun ditinggalkan. Para penganut agama Hindu Saiwa ini pun akhirnya berpindah ke timur.
“Sehingga terjadi pergeseran dari wilayah Ujung Kulon bergeser ke timur, lalu singgah di Pangandaran di Batu Kalde,” tuturnya.
Dari situ, kemudian bergeser lagi ke timur sampai di tanah Jawa bagian tengah. Agama Hindu Saiwa akhirnya lebih berkembang di sana.
“Jadi kebudayaan itu bisa berkembang jika ada pendukungnya. Jika penduduknya tidak ada, maka tidak bisa,” kata Agus.
Pada perkembangan selanjutnya, sekitar abad ke-8, abad ke-9 dan abad ke-10, Selat Malaka kemudian sudah mulai dikenal dan dilalui oleh jalur pelayaran. Sehingga, terjadilah pelayaran melalui Selat Malaka pada abad ke-8 sampai ke-10.
Kepala BPK Wilayah VIII Lita Rahmiati mengatakan, sebagai tindak lanjut dari diskusi ini, temuan benda kuno itu harus diselamatkan.
Temuan itu perlu dibawa atau dipindahkan dari Ujung Kulon untuk kemudian disimpan di museum di kabupaten atau di museum provinsi.
Baca Juga: Bukan Cuma Bangun Insfrastruktur, Satgas TMMD Kodim 0601 Pandeglang Buka Pelayanan KB Gratis
Selain itu, perlu dilakukan kajian lanjutan guna lebih menguak tentang tinggalan tersebut. Program penyelamatan dan penelitian lanjutan memerlukan koordinasi yang lebih intensif dengan TNUK, BRIN, akademisi dan instansi terkait lainnya.
“Perlu ada identifikasi bebatuan, uji lab, dan lainnya,” jelasnya.
Dan program penyelamatan dan penelitian lanjutan ini memerlukan koordinasi yang lebih intensif dengan TNUK, BRIN, akademisi dan instansi terkait lainnya.
Baca Juga: Seni Melukis di Dinding, Jasa Mural dan Kaligrafi di Kota Serang Dihargai Rp400 Ribu Per Meter
Kepala Balai TNUK Ardi Andono mengapreasiasi BPK Wilayah VIII atas temuan di TNUK sehingga terkuak benda-benda Objek Diduga Cagar Budaya yang penting untuk menguak sejarah di Ujung Kulon.
“Kami berterima kasih sekali kepada BPK Wilayah VIII atas inisiasinya sehingga terkuak benda-benda diduga cagar budaya di TNUK,” tuturnya.
“Ini penting untuk menguak sejarah tentang TNUK sendiri dulunya seperti apa dan kenapa hingga saat ini budayanya sangat kental. Ini suatu tabir yang baru terbuka,” ungkapnya.
Dikatakan Ardi, TNUK membuka diri untuk melakukan kolaborasi dan kerja sama penelitian dengan BPK Wilayah VIII.
“TNUK membuka diri dan bekerja sama dengan BPK wilayah VIII untuk mengeksplorasi TNUK terkait benda-benda cagar budaya sehingga apa yang ada di kita bisa terkuak,” ucapnya. ***