BANTENRAYA.COM – Setiap pergantian pemerintahan pasti diikuti oleh pengangkatan pejabat-pejabat baru atau jabatan dari Aparatur Sipil Negara atau ASN.
Fenomena pengangkatan ASN ke jabatan tertentu sering menjadi sorotan, terutama dalam kelayakan dari setiap individu yang diangkat sering dipertanyakan.
Dalam konteks modern, konsep meritokrasi atau pengangkatan jabatan berdasarkan kemampuan dan prestasi menjadi penting untuk dibahas, terutama dalam bingkai ajaran Islam.
Dalam hal ini timbul sebuah pertanyaan, apakah Islam mendukung meritokrasi sebagai prinsip jabatan dalam pengelolaan pemerintahan?
Bagaimana Islam memandang pengangkatan pejabat yang tidak kompeten hanya sebatas kepentingan politik tertentu?
Baca Juga: Pemkab Lebak Butuh Rp8 Miliar untuk Revitalisasi Alun-alun Rangkabitung
Dikutip Bantenraya.com dari laman resmi islam.nu.or.id, berikut penjelasan seputar bahaya serius apabila jabatan ASN diisi orang yang tidak kompeten.
Meritokrasi Dalam Agama Islam
Meritokrasi atau pengangkatan seseorang yang berdasarkan kompetensi adalah sebuah implementasi dari konsep amanah dalam agama Islam.
Hal ini telah disebutkan dalam Hadist Rasulullah SAW bersabda;
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْأَمِيرُ رَاعٍ
Artinya:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin adalah pemimpin atas rakyatnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam artian, setiap pemimpin memiliki sebuah tanggung jawab dengan adil dan berkompeten. Selain itu, kaidah fidhiyah telah menyatakan;
تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
Artinya:
“Tindakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantung pada kemaslahatan.”
Kebijakan yang dikeluarkan oleh setiap pemimpin terhadap masyarakat, harus didasarkan pada sebuah kemaslahatan. Maka dari itu, meritokrasi adalah sarana untuk memastikan bahwa mereka yang menduduki jabatan adalah orang-orang berkompeten.
Akibat dari Mengangkat Pejabat yang Tidak Berkompeten
Saat sebuah amanah diabaikan dan jabatan diberikan kepada orang yang tidak layak, maka hal ini adalah sebuah bentuk pengkhianatan. Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda;
Baca Juga: Viral Karyawan Asyik Joget Stecu, Netizen: Lentur Banget Bang Kaya Pensil Inul
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَمَا النَّبِيُّ ﷺ يُحَدِّثُ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ، قَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: فَإِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Artinya:
“Dari Abu Hurairah, beliau berkata: Ketika Nabi (Muhammad SAW) sedang berbicara, tiba-tiba datang seorang Arab badui dan bertanya, ‘Kapan hari kiamat?’ Nabi (Muhammad SAW) menjawab) ‘Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bagaimana amanah itu disia-siakan?’ Beliau menjawab, ‘Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” (HR Al-Bukhari).
Meritokrasi adalah bentuk amanah yang harus dijunjung tinggi dalam pemerintahan. Mengangkat orang yang kompeten sesuai prinsip syariat adalah kunci untuk menciptakan keadilan dan kemaslahatan.
Sebaliknya, mengabaikan prinsip ini adalah awal dari kehancuran umat. Sebagai Muslim, kita memiliki tanggung jawab untuk menegakkan amanah ini demi keberkahan dunia dan akhirat.***