BANTENRAYA.COM – Pengusaha di Provinsi Banten yang tergabung dalam DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Banten meminta Pemerintah Provinsi Banten menetapkan upah minimum provinsi atau UMP dan upah minimum kabupaten kota UMK 2026 lebih cepat.
Hal ini dilakukan agar ada waktu yang cukup bagi pengusaha saat membahas upah minimum kabupaten kota di Provinsi Banten.
Wakil Ketua Bidang Produktivitas dan Daya Saing Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Banten Erwin Esmayla mengatakan, setiap tahun Pemerintah Provinsi Banten menetapkan UMP mendekati akhir tahun.
Setelah itu, penetapan UMK akan dilakukan di akhir tahun dan akan berlaku di awal tahun.
“Terkait penetapan UMP dan UMK kalau ada perubahan peraturan kita minta supaya revisi itu dilakukan di awal. Jadi tidak menjelang akhir tahun,” ujar Erwin, Kamis 25 September 2025.
BACA JUGA: Pengajian Akbar Poltekkes Aisyiyah Banten Cetak Generasi Akhlak Mulia dengan Pengajian Akbar
Erwin menyatakan, penetapan UMP dan UMK yang mepet di akhir tahun akan menyusahkan pengusaha dalam melakukan perencanaan keuangan.
Kesulitan semacam ini lazim dihadapi oleh perusahaan-perusahaan padat karya yang memiliki banyak karyawan.
Sebab aturan baru kerap “mengacak-acak” perencanaan keuangan yang sebelumnya sudah ditetapkan.
Hal ini berbeda apabila perubahan terjadi sebelum perencanaan keuangan sehingga saat dilakukan perencanaan perubahan bisa dimasukkan.
“Kita inginnya bulan Oktober (UMP dan UMK sudah ditetapkan-red),” katanya.
BACA JUGA:Istri Korban Pengeroyokan Pengajian Habib Bahar Buka Suara: Suami Saya Cuma Mau Salaman
Apalagi, Badan Pusat Statistik sudah menetapkan data-data yang akan dijadikan sebagai penghitungan UMP dan UMK sudah ditetapkan pada awal Oktober.
Sehingga setelah itu, Pemerintah Provinsi Banten sudah bisa menggunakan data-data tersebut untuk menetapkan UPM paling lambat di akhir Oktober.
Dengan penetapan lebih awal, maka pengusaha punya waktu lebih longgar saat akan menetapkan UMK.
Apalagi, dalam pembahasan nanti dibahas dalam masa persidangan yang biasanya dilakukan sebanyak delapan kali.
“Kalau aturan dibuat terburu-buru, hasilnya akan tidak maksimal, ” ujarnya.***