BANTENRAYA.COM – Sunat adalah kewajiban bagi laki-laki di agama Islam.
Sunat adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari alat vital pria.
Sunat biasanya dijalani anaksaat ia masih kecil dan belum sibuk dengan dunia sekolah atau sebelum baligh.
Bagi selain muslim, mungkin saja sunat tidak menjadi sebuah kewajiban.
Baca Juga: Instagram UNY Digruduk Netizen Usai Maba Bikin Ulah
Karena bagi mereka sunat bukan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan, hanya sebatas alasan kesehatan saja.
Namun, biasanya bagi seorang mualaf pria biasanya langsung melakukan sunat.
Lantas bagaimana hukumnya menurut pandangan agama IsIam jika seorang laki-laki yang belum melakukan sunat?
Berikut Banten Raya akan mengulas hal tersebut yang sering menjadi polemik di tengah masyarakat.
Hal ini bersumber dari akun Instagram @nuonline_id.
Baca Juga: 10 Kelurahan Jadi Sadar Hukum, Pemkot Tangerang Raih Terima Penghargaan dari MenkumHAM Yasonna Laoly
Dalam fiqih Islam para ulama berbeda pendapat tentang hukum dilakukannya khitan atau sunat.
Adapun dalam mazhab Syafi’i khitan merupakan satu kewajiban yang harus dijalani oleh semua kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan.
Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menganggap khitan atau sunat sebagai kesunnahan baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Dalam hal ini Imam Nawawi menuturkannya di dalam kitab Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab sebagai berikut:(1)
Lantas bagaimana dengan akad nikah, adakah hubungan sunat dengan keabsahan akad nikah?
Baca Juga: Perankan Kang Hoo Young di Serendipity Embrace, Ini Profil Chae Jong Hyeop Lengkap dengan Instagram
Sebagaimana amalan-amalan pada umumnya untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu amalan harus dilihat dari syarat rukunnya.
Terpenuhi atau tidaknya syarat sebuah amalan tersebut akan menentukan sah atau tidaknya amalan tersebut.
Demikian juga dengan akad nikah, sah atau tidaknya dilihat dari terpenuhi atau tidaknya syarat rukun yang telah ditetapkan.
Kemudian Abu Bakar Al-Hishni dalam kitabnya Kifâyatul Akhyâr menyebutkan:(2)
Berkaitan dengan syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami Musthafa Al-Khin dalam Al-Fiqhul Manhaji (Damaskus, Darul Qalam, 1992, IV: 60) menyebutkan ada 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi seorang calon pengantin laki-laki, yaitu :
Baca Juga: Gagal Perunggu di Olimpiade Prancis, Langkah Rajiah Dihentikan Atlet Polandia
Calon suami adalah orang yang boleh menikahi calon istrinya. Artinya ia mahram bagi calon istrinya.
Calon suami tersebut ialah orang yang sudah jelas, bila ketika wali nikah dalam ijabnya mengatakan “saya nikahkan anak perempuan saya dengan salah satu laki-laki di antara kalian” maka tidak sah nikahnya karena calon suami tidak jelas.
Calon suami adalah orang yang dalam keadaan halal menikah, tidak sedang melakukan berihram ibadah haji atau umrah.
Jika membaca kitab-kitab fiqih yang lain pun bisa kita temukan bahwa para ulama tidak menetapkan sunat atau khitan sebagai salat satu syarat bagi calon pengantin laki-laki untuk menjalani ijab kabul akad pernikahan.
Hal ini berarti bahwa pengantin laki-laki yang belum disunat bisa melangsungkan pernikahan dengan gadis pujaannya dan akad nikahnya sah dalam pandangan hukum fiqih Islam.***