Oleh : Dedi Kusnadi*
Pernahkah anda lupa melaporkan penghasilan atau harta pada SPT Tahunan? Ingin menyelesaikannya tapi tarifnya tinggi dan takut kena sanksi? Sekarang lah saatnya menuntaskan kewajiban itu dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Program ini termuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan akan berlangsung selama 6 bulan mulai 1 Januari 2022 – 30 Juni 2022.
Melalui program ini, wajib pajak diberi kesempatan untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela, dengan membayar Pajak Penghasilan (PPh) Final berdasarkan jumlah harta yang diungkap.
Pertimbangan yang diambil dalam penerbitan aturan ini antara lain karena menurunnya kemampuan ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19, meningkatnya kebutuhan dana pembangunan, serta masih banyak data perpajakan yang belum terklarifikasi.
Juga masih terdapat peserta program amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh asetnya, tingginya tarif dan sanksi pasca amnesti pajak, serta masih banyak Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang belum melaporkan penghasilan pada periode 2016 – 2020.
Keistimewaan yang didapat dalam program ini antara lain tarif pajak yang rendah, tidak dikenakan sanksi 200 persen, tidak diterbitkan ketetapan pajak untuk kewajiban 2016 – 2020, serta memperoleh perlindungan data.
Baca Juga: Gegara Hal Ini, Ridwan Kamil Desak Anggota DPR RI Arteria Dahlan Minta Maaf
Perlindungan data ini merupakan jaminan bahwa data yang disampaikan ke kantor pajak, tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan pidana.
Skema dan Tarif PPS
Kegiatan PPS terdiri dari 2 skema kebijakan, yaitu Kebijakan I, diperuntukan bagi wajib pajak yang pernah mengikuti program amnesti pajak, baik WP Badan maupun OP. Dasar penghitungan pajaknya adalah harta yang belum dilaporkan sampai dengan 31 Desember 2015.
Tarif pajak pada skema ini sebesar 11 persen jika hanya mendeklarasikan harta di luar negeri, 8 persen jika harta dari luar negeri dipulangkan ke Indonesia (repatriasi) atau deklarasi harta yang ada di dalam negeri, dan 6 persen jika harta tersebut diinvestasikan pada Surat Berharga Negara (SBN), sektor pengolahan sumber daya alam, atau sektor energi terbarukan.
Kebijakan II, khusus untuk WP OP yang penghasilan dari 2016 – 2020 belum dilaporkan pada SPT Tahunan. Dasar penghitungan pajaknya adalah harta yang diperoleh mulai 2016 – 2020 yang belum masuk dalam SPT Tahunan 2020.
Baca Juga: Warga Cigeulis Kabupaten Pandeglang Geger, Sesosok Pria Ditemukan Tewas Gantung Diri
Besarnya tarif pajak pada skema ini 18 persen jika hanya deklarasi harta di luar negeri, 14 persen jika harta dari luar negeri direpatriasi atau deklarasi harta di dalam negeri, dan hanya 12 persen jika harta tersebut diinvestasikan di 3 sektor tadi.
Selain tarif, kebijakan ini juga memiliki konsekuensi. Bagi peserta Kebijakan I yang masih memiliki harta yang belum dilaporkan, maka akan dikenai tarif 25 persen untuk WP Badan, 30 persen untuk WP OP, dan 12,5 persen untuk WP Tertentu, ditambah sanksi 200 persen.
Sedangkan untuk peserta Kebijakan II, konsekuensinya berupa tarif pajak sebesar 30 persen dan sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15 persen sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP).
Cara Menghitung PPh Final
Pada Kebijakan I, jumlah PPh Final yang harus dibayar sebesar tarif dikalikan nilai harta bersih, yaitu total harta setelah dikurangi utang. Untuk WP OP, besarnya utang yang dapat dikurangkan maksimal 50 persen dari nilai harta, sedangkan untuk WP Badan maksimal 75 persen.
Pedoman nilai hartanya berdasarkan nilai nominal untuk kas atau setara kas, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah dan bangunan, serta Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
Baca Juga: Penerimaan Kanwil DJP Banten Lampaui Target
Untuk emas dan perak dasarnya adalah nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk, untuk saham dari nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI), dan untuk Surat Berharga Negara (SBN) dari nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia.
Pada Kebijakan II, jumlah pajak yang harus dibayar sebesar tarif dikalikan nilai harta bersih. Untuk medapatkan harta bersih, jumlah harta dikurangi dulu dengan pokok utang. Pedoman nilai hartanya berdasarkan nilai nominal atau harga perolehan, namun jika tidak diketahui maka dasarnya harga wajar sesuai penilaian wajib pajak.
Syarat dan Teknis Mengikuti PPS
Syarat umum mengikuti PPS antara lain telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), membayar PPh Final sesuai cara penghitungan tadi, menyampaikan SPT Tahunan PPh OP 2020, serta mencabut permohonan restitusi atau upaya hukum Tahun Pajak 2016 – 2020.
Bagi masyarakat yang ingin mengikuti program ini tapi belum memiliki NPWP, agar segera mendaftarkan diri secara online melalui laman ereg.pajak.go.id. Permohonan akan diproses secara cepat oleh sistem dan Kartu NPWP elektronik akan dikirimkan ke alamat email yang digunakan dalam pendaftaran.
Berikutnya wajib pajak diwajibkan membuat akun pajak melalui laman djponline.pajak.go.id. Pada proses ini akan dibutuhkan Electronic Filing Identification Number (EFIN), yang dapat diminta ke kantor pajak setempat.
Akun pajak dapat dimanfaatkan untuk membuat dan menyampaikan laporan pajak, membuat Electronic Billing (E-Billing), serta mendapatkan layanan perpajakan lainnya.
Baca Juga: Gegara Hal Ini, Ridwan Kamil Desak Anggota DPR RI Arteria Dahlan Minta Maaf
Untuk mengikuti PPS, wajib pajak diarahkan masuk ke laman djponline.pajak.go.id. Pada laman ini telah tersedia tombol PPS di menu layanan. Jika tombol ini belum tampil, maka tekan menu profil, pilih aktivasi fitur, dan tandai layanan Program Pengungkapan Sukarela.
Selanjutnya ikuti langkah-langkah pengisian formulir Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) sesuai video tutorial Aplikasi PPS milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Surat Keterangan telah mengikuti PPS akan didapat secara otomatis melalui laman ini.
Melalui aplikasi ini juga, dapat diajukan perbaikan berkali-kali tanpa batas dan pengajuan pembatalan. Namun jika SPPH sudah dibatalkan, maka konsekuensi tidak dapat lagi menyampaikan surat tersebut.
Tawaran kebijakan yang menggiurkan telah digulirkan, aplikasi penyampaian surat perberitahuan pun telah disediakan, dapat diakses dimana saja dan kapan saja dengan mudah, cepat, dan akurat. Kini tinggal bagaimana kita memanfaatkannya.
Baca Juga: Warga Cigeulis Kabupaten Pandeglang Geger, Sesosok Pria Ditemukan Tewas Gantung Diri
Dengan mengikuti PPS berarti semua kewajiban pajak sebelum 2021 telah beres, ditambah rasa nyaman karena semua aset telah dilaporkan sesuai ketentuan. Pajak yang dibayar dan harta yang diinvestasikan pun akan sangat berguna bagi pembangunan bangsa.
*)pegawai Direktorat Jenderal Pajak.Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.



















