BANTENRAYA.COM – Kasus gagal ginjal akut kini banyak dialami anak di bawah 5 tahun dan tengah dilakukan investigasi oleh Kementerian Kesehatan atau Kemenkes RI.
Dugaan awal maraknya anak yang mengalami gagal ginjal akut tersebut diduga berasal dari penggunaan obat sirop pada anak.
Bahkan, Kemenkes RI mencatat jika rata-rata 70 anak per bulan yang mengalami gagal ginjal akibat penggunaan obat sirup.
Baca Juga: 3.800 Honorer di Provinsi Banten Terancam Diberhentikan, Gegara Tak Terinput dalam Pendataan
Di sisi lain, Kemenkes juga sudah mengumumkan adanya kandungan obat siruo yang memicu adanya gejala gagal ginjal akut tersebut dan melarang penggunaannya pada anak.
Beberapa kandungan berbahaya yang memicu gangguan ginjal akut tersebut yakni ethylene glycol, diethylene glycol, dan ethylene glycol butyl ether.
Juru Bicara Kemenkes Ri Mohammad Syahril mengatakan, ada gejala khas yang dialami jika seseorang atau anak mengalami gagal ginjal akut.
Baca Juga: Perkuat Rantai Pasok Berbasis Teknologi Jadi Jurus Pemerintah Redam Inflasi
“Gagal ginjal akut pada anak memiliki gejala khas, yakni penurunan volume urine secara tiba-tiba.
“Bila anak mengalami gejala tersebut, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat,” katanya sebagaimana dilansir dari Antaranews.com pada Kamis 20 Oktober 2022.
Menurut Syahril, pertama gejala yang dialami yakni demam, muntah dan diare, selanjutnya batuk dan pilek serta adanya volume urine yang menurun.
Baca Juga: Nahas! Anak Perempuan Pulang Mengaji Dibegal, Ditusuk hingga Meninggal Dunia di Cimahi
Ciri lainnya yakni terjadi penurunan kesadaran pada penderita, hipertensi dan nafas cepat, adanya pembengkakan pada perut dan genital serta dehidrasi.
Untuk melakukan deteksi dini sebelum ke rujukan ke rumah sakit yakni, membawa pasien ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama jika menemukan gejala.
Melakukan pemeriksaan kepada pasien dan mengedukasi orang tua untuk memantau tanda bahaya gangguan ginjal akut.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 di Banten Mulai Menipis, Selanjutnya Bakal Diganti Produk Lokal
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, jika ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) seharusnya tidak ada dalam obat-obatan sirup.
Meski demikian, jika pun ada harus sangat sedikit kadarnya.
“Zat-zat kimia tersebut bisa muncul bila polyethylene glycol, yang batas toleransi ditentukan, digunakan sebagai penambah kelarutan dalam obat-obatan berbentuk sirop,” kata Budi sebagaimana dikutip dalam siaran pers Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Lesty Kejora Bareng Rizky Billar Kunjungi Polres Metro Jakarta dan Ucapkan Hal Mengejutkan Ini
Menurut Farmakope Indonesia, jelas Budi, EG dan DEG tidak digunakan dalam formulasi obat.
Teyapi dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol serta 0,25 persen pada polyethylene glycol.
Saat ini papar Budi, Kementerian Kesehatan sudah melarang sementara penjualan dan penggunaan obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirup dalam upaya menekan faktor risiko gagal ginjal akut.
Kementerian Kesehatan juga menginstruksikan tenaga kesehatan menghentikan sementara peresepan obat-obatan berbentuk sirup yang diduga terkontaminasi EG dan DEG.
“Sambil menunggu BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirup,” ucapnya. ***