BANTENRAYA.COM – Rumah mewah di kawasan Perumahan Purna Bakti, Kelurahan Lialang, Kecamatan Taktakan, Kota Serang disulap menjadi clandestine laboratory atau laboratorium rahasia.
Rumah mewah tersebut ternyata telah memproduksi 6,9 juta butir narkoba jenis Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol (PCC) dan jutaan obat-obatan daftar G atau obat keras.
Produksi di rumah mewah tersebut terjadi dalam kurun waktu selama 2 bulan di tahun 2024 ini.
Baca Juga: Buntut Debi Pratama Kena Blacklist, Sang Food Vlogger Temui Pemilik Rawon Warung Makan Mamiku
Dalam pengungkapan ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) RI berhasil menangkap 10 orang pelaku, yaitu BY sebagai pengendali.
Kemudian FS sebagai buyer, AD sebagai pengawas produksi, BN sebagai pemasok bahan, RY sebagai koordinator keuangan.
Kemudian, AC sebagai Pengemas Hasil Jadi, JF sebagai Koki atau Pemasak, HZ dan LF sebagai pemasok bahan dan pengemas hasil jadi, serta DD sebagai kurir yang mengirim ke jasa ekspedisi.
Bisnis obat-obatan ini melibatkan satu keluarga, terdiri dari suami BY, istri RY, anak DD, dan menantu AD.
Baca Juga: 5 Komplotan Perampok dan Pembunuh Sopir Truk Dibekuk, Pelaku Terancam Pasal Pembunuhan Berencana
Direktur Psikotropika dan Prekursor BNN Brigjen Pol Aldrin Hutabarat mengatakan laboratorium atau tempat memproduksi pil PCC tramadol dan Trihexphenidyl ini.
Produksi dilakukan sejak Juli hingga September 2024 telah memproduksi sebanyak 6,9 juta butir pil.
“Sejak bulan Juli tahun 2024 sampai saat ini, JF sebagai koki/pemasak sudah mencetak Narkotika Gol I jenis PCC sebanyak 6.900.000 butir,” katanya saat ekpose di lokasi kejadian, Rabu 2 Oktober 2024.
Baca Juga: Bikin Kumuh, PKL di Jalan Ahmad Yani Pandeglang Ditertibkan
Aldrin menjelaskan terbongkarnya pabrik narkoba dan obat daftar G itu, bermula dari pengungkapan 16 karung yang dikirim melalui jasa ekspedisi.
Dari hasil pemeriksaan diketahui karung tersebut berisi 960 ribu butir pil putih narkotika jenis PCC pada Jumat 27 September 2024.
“Atas temuan tersebut, Tim BNN kemudian mengamankan tersangka DD yang saat itu mengirimkan paket karung berisi PCC serta berhasil membongkar aktivitas clandestine laboratory dan melakukan penggeledahan di sebuah rumah yang berada di Kecamatan Taktakan,” jelasnya.
Baca Juga: Mengolah Produk Kearifan Lokal, Pisang Sale Mades Makin Berkembang lewat Pemberdayaan BRI
Aldrin menerangkan di rumah mewah itu, BNN berhasil mengamankan barang bukti sisa hasil produksi jenis pil PCC sebanyak 11 ribu butir dan dalam bentuk serbuk seberat 2.800 gram.
“Tim BNN kemudian melakukan pengembangan dan mengamankan tersangka lainnya, yaitu AD, BN, RY, dan dua narapidana, masing-masing berinisial BY sebagai pengendali dan FS sebagai buyer,” terangnya.
Dari pengungkapan itu, Aldrin menambahkan pihaknya melakukan pengembangan ke Ciracas, Jakarta Timur.
Lembang, Jawa Barat, dan Taktakan Kota Serang. Dalam pengembangan itu, pihaknya mengamankan tersangka lainnya, yaitu AC, JF, HZ, dan LF yang terlibat dalam produksi dan distribusi narkotika jenis PCC tersebut.
Baca Juga: Heboh! Komeng Disambut ‘Uhuy’ Saat Pelantikan Anggota DPD RI
“Pada hari Senin 30 September 2024 dilakukan pengembangan dikediaman tersangka HZ yang berada di wilayah Ciracas Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan ditemukan 2 buah mesin cetak tablet otomatis dan beberapa bubuk yang mengandung Paracetamol,” tambahnya.
Aldrin menegaskan dari pengungkapan kasus clandestine laboratory ini, selain menangkap 10 orang tersangka dan barang bukti narkotika berupa 971.000 butir PCC, serta mengamankan alat dan bahan yang digunakan untuk memproduksi narkoba.
Alat produksi tersebut yaitu 4 unit mesin cetak tablet otomatis yang per jamnya dapat menghasilkan 2 ribu sampai 15 ribu butir, 1 unit mesin powder mixer, 1 unit mixer kecil.
Dua buah ayakan untuk menghaluskan granul atau bubuk yang mengandung PCC. Satu buah vacum sealing yang digunakan untuk mengepres bungkusan hasil jadi PCC.
Kemudian, bahan-bahan kimia dan obat-obatan berupa 1.400.750 gram paracetamol dalam bentuk serbuk putih yang sudah tercampur seberat 1.720 gram.
Caffein dalam bentuk serbuk putih seberat 427.000 gram, Microcrystalline Cellulose dalam bentuk serbuk seberat 310.000 gram.
Selanjutnya, Sodium Starch Glycolate/SSG dalam bentuk serbuk warna putih seberat 184.500 gram, Methanol sebanyak 220.000 ml, Lactose dalam bentuk serbuk seberat 25.000 gram. Tramadol dalam bentuk serbuk warna putih seberat 75.000 gram.
Trihexphenidyl dalam bentuk tablet warna kuning sebanyak 2.729.500 butir.
Baca Juga: Gebyar Maulid Bersama PLP Integratif Kelompok 42 UIN SMH Banten di MI Islamiyah Ciwaru
“Magnesium Stearat dalam bentuk serbuk warna putih seberat 659.400 gram, Parasetamol, caffeine, trihexyphenidyl dalam bentuk serbuk dan tablet warna kuning seberat 19.400 gram, dan Povidone dalam bentuk serbuk seberat 50.000 gram.
“Berdasarkan keterangan tersangka BY, diketahui bahwa mesin cetak pil tersebut dibeli pada tahun 2016 dan 2019 seharga Rp80 juta hingga Rp120 juta,” tuturnya.
“Sedangkan untuk mesin mixer dibeli pada tahun 2016 seharga Rp17,5 juta. Semua mesin-mesin tersebut dibeli secara langsung kepada seseorang yang berinisial IS (DPO),” tegasnya.
Baca Juga: Telat Cair! Pegawai Pemkot Serang Keluhkan Pencairan Gaji via Bank Banten Terlambat
Menurut Aldrin, dari awal penemuan barang bukti PCC, total keseluruhan barang bukti pil PCC, baik yang ada di rumah produksi (TKP) maupun yang akan didistribusikan berjumlah 971 ribu butir.
“Untuk harga pasaran pil PCC perbutirnya yaitu seharga Rp.150.000 bila dikalikan dengan jumlah barang bukti saat ini maka akan bernilai Rp. 145,650,000,000,” ujarnya.
Selain PCC, Aldrin menambahkan juga ada beberapa barang bukti berupa obat-obatan jenis Tramadol dalam bentuk serbuk dengan berat 75.000 gram, dengan berat tersebut bila diolah akan menjadi 1,5 juta tablet.
“Untuk harga Tramadol perbutirnya yaitu seharga Rp10 ribu, sehingga jika dikalikan dengan jumlah BB saat ini maka akan bernilai Rp15 miliar dan obat-obatan Trihexphenidyl sebanyak 2.729.500 butir,” ungkapnya.
“Untuk harga pasaran perbutirnya yaitu seharga Rp2 ribu jika dikalikan maka akan bernilai Rp5,4 miliar,” tambahnya.
Rencananya, Aldrin menerangkan barang bukti obat-obatan diluar dari PCC yang ditemukan di lokasi produksi akan dilakukan serah terima kepada BPOM. Sementara para pelaku akan dijerat dengan pasar berlapis dan terancam hukuman mati.
“Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 Jo Pasal 132 ayat 1 subsider Pasal 113 ayat 2 Jo Pasal 132 ayat 1 lebih subsider Pasal 112 ayat 2 Jo Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati,” terangnya.
Kepala BNN RI, Komisaris Jenderal Marthinus Hukom, menyebut bahwa pabrik pil PCC yang diproduksi di Kota Serang dikendalikan oleh satu keluarga. Keluarga tersebut terdiri dari suami BY, istri RY, anak DD, dan menantu AD.
“Kita ini menangkap satu keluarga, suami, istri, dan anak. (RY) ini istri ketiga dari BY, kalau anaknya (DD) dari istri pertama,” katanya.
Baca Juga: Drama Korea Dear Hyeri Episode 4 Sub Indo: Spoiler Beserta Link Nonton Full Movie Bukan Bilibili
Marthinus mengungkapkan BY mengendalikan bisnis tersebut dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) karena kasus narkoba sebelumnya. BY tengah menjalani hukuman sejak tahun 2023 lalu.
“Istri ketiga BY ini tugasnya mengatur keuangan pabrik ini, membayar orang, menggaji orang, menerima hasil penjualan di rekening penampungan,” ungkapnya.
Sementara itu, Marthinus menambahkah DD bertugas mengirim barang hasil produksi rumah mewah itu, menggunakan jasa ekspedisi atau langsung ke pembeli.
“Bahan baku dari Jakarta, kita juga sedang mendalami terus aliran barang-barang ini dari mana, serta keterlibatan lainnya,” tambahnya.
Baca Juga: Berhadiah 20 Juta Rupiah! Lomba Desain Logo HUT Kota Tangerang Selatan untuk Masyarakat Tangsel
Ketua RT 04 Kampung Jakung Pasar, Kelurahan Cilowong, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, Bukhari mengatakan BY atau Benny Setiawan merupakan warga Jawa Barat yang menikahi warganya sejak 6 tahun lalu.
“Kalau istrinya orang sini, namanya Renny Maria (RY). Yang kita tau dia itu pengusaha, sering keluar negeri. Kadang ke Kalimantan,” katanya.
Bukhari menjelaskan BY dan keluarga dikenal dermawan dan taat beribadah. Namun dua tahun lalu, warga mendengar isu jika Benny terlibat peredaran obat-obatan. Namun sampai BNN menangkap baru diketahui kebenarannya.
“Sebatas isu saja main obat, kabar burung. Orangnya rajin ke masjid, Idul Adha juga nyumbang Sapi,” jelasnya. ***


















