BANTENRAYA.COM – Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, berencana akan segera mengalihkan Bank Perekonomian Rakyat atau BPR dan BPR Syariah yang dimiliki oleh pemerintah daerah atau Pemda ke Bank Pembangunan Daerah atau BPD.
Kepala Eksekutif Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, hal tersebut dilakukan sejalan dengan penguatan POJK Nomor 7 Tahun 2024 yang mengatur aspek kelembagaan BPR atau BPR Syariah mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, hingga pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham. Berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024.
“Dan juga konsolidasi BPR yang dimiliki pemerintah darah, rencananya akan kita komunikasikan dengan satkeholder, akan segera dikonsolidasikan menjadi satu BPR dibawahi oleh satu BPD,” kata Dian dalam agenda konferensi pers bulanan melalui aplikasi zoom, Senin 10 Mei 2024.
Untuk regulasi yang akan diterapkan, saat ini masih dalam proses pembentukan POJK terkait tata kelola guna mendorong pembenahan dan penerapan ekosistem keuangan BPR dan BPRS.
“Ini akan menjadi sinergi yang bagus anatra BPR dan BPD yang dimiliki oleh Pemda,” imbuhnya.
Dian juga menilai, BPR dan BPRS memiliki kontribusi yang positif terhadap pembangunan daerah, terutama skala pembiayaan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM.
Oleh sebab itu, perlu ada perlindungan dan penyelamatan apabila terjadi sesuatu.
“Supaya berfungsi secara optimal, ini sebetulnya punya potensi yang sangat baik. Namun yang kita lakukan ialah dalam penyelamatan terjadi sesuatu dengan BPR atau BPRS, sehingga mampu menjalankan amanat Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK),” papar Dian
Baca Juga: Perhari Capai 16 Ton, Bupati Pandeglang Ngaku Kewalahan Bersihkan Sampah di Pantai Teluk
Selain itu, sepanjang tahun 2024 juga OJK telah mencabut izin 12 BPR baik konvensional maupun syariah, sebab terindikasi masalah serius.
“Kalau kita lihat di bulan April iti terjadi penyusutan jumlah BPR, dari 1.584 BPR menjadi 1.575 BPR, sebnayak 1.206 BPR sudah memiliki modal inti diatas Rp6 miliar, dan ada 103 BPR yanh punya modal inti diatas Rp50 miliar,” jelas Dian.
Alasan lainnya, ialah ketersediaan anggaran di BPR berbeda dengan prosedur yang berada di pemerintah daerah, yang notabene membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyediaan anggaran.
“Penyediaan anggaran tidak sama seperti di pemerintahan daerah ada prosedur yang memakan waktu yang cukup lama,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Operasional dan Kepatuhan BPR Berkah Pandeglang Kiki Dikdul Huda mendukung regulasi tersebut apabila nantinya sudah terbentuk. Selama mampu memperkuat lembaga dan permodalan.
“Kalau OJK yang sudah menentukan aturan kita tinggal mengikuti saja. Tapi itu kan kemungkinan ada perubahan kepemilikan saham, mudah-mudahan bisa membuat BPR jadi lebih kuat secara kelembagaan dan permodalan,” kata Kiki.***


















