BANTENRAYA.COM – Menjelang penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2024, buruh dipersilakan untuk menyampaikan aspirasi di muka umum, Selasa 21 November 2023.
Penyampaian aspirasi jelang penetapan UMP 2024 itu dikatakan oleh Kepala Disnakertrans Provinsi Banten Septo Kalnadi saat dikonfirmasi wartawan, Senin 20 November 2023.
Ia mengatakan, pihaknya tak melarang untuk melakukan aksi unjuk rasa jelang penetapan UMP 2024, melainkan harus tetap menjaga kondusifitas dan dilakukan secara baik dan tertib.
Baca Juga: Harga Sejumlah Komoditas Naik Jelang Natal dan Tahun Baru, Pemprov Banten Endus Potensi Inflasi
“Silakan saja kalau mau demo, asalkan demo yang baik, tidak boleh rusuh. Tetap menjaga kondusivitas dan iklim investasi di Banten,” katanya kepada para wartawan.
Ia menuturkan, dirinya tidak bisa melarang buruh tidak melakukan aksi unjuk rasa karena hal tersebut merupakan dampak yang dihasilkan dari penetapan UMP 2024.
Ia mengungkapkan, adapun nilai UMP terbaru atau tahun 2024 akan diumumkan pada Selasa 21 November 2023.
Septo memastikan ada kenaikan namun tidak sesuai dengan keinginan para buruh yang meminta kenaikan hingga 15 persen dari UMP 2023.
Penetapan UMP sebagaimana aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.
Akan tetapi, Septo menegaskan, jumlah UMP hanyalah sebagai ambang batas terkait gaji yang diberikan oleh perusahaan.
Baca Juga: Sebut Palestina Teroris, Guru yang Diduga Dukung Israel Ini Akhirnya Minta Maaf
“Sebenarnya untuk kenaikan kan ada di tetapkannya UMK (upah minimum kabupaten/kota) nanti,” katanya.
“UMP itu hanya sebagai ambang batas aja, semisal perusahaan tidak mampu membayar sesuai dengan UMK, maka ya jangan lebih rendah dari UMP, begitu,” terangnya.
Disinggung terkait ancaman para buruh yang akan melakukan mogok massal, Septo meminta agar hal tersebut tidak dilakukan demi menjaga kebaikan bersama.
Baca Juga: Viral di Instagram, Aksi Kocak Partai Anak Seluruh Indonesia Hingga Jan Ethes Jadi Sorotan Warganet
“Kepada teman-teman serikat pekerja, saya pikirnya yang wajar-wajar saja, karena kalau begitu (mogok kerja-red) kan yang dirugikan juga tetap para pekerja,” ungkapnya.
“Karena kan apabila mereka melakukan aksi mogok massal, kemudian perusahaan mengambil sikap untuk tidak membayarkan gaji mereka, itu akan menjadi persoalan berikutnya dan para pekerja juga kan yang rugi,” jelasnya.
Lebih lanjut Septo mengatakan, pada akhirnya penetapan terkait kenaikan upah akan kembali pada persetujuan antara kemampuan perusahaan dan para pekerja setempat.
Baca Juga: Pevita Pearce Jadi Brand Ambassador Bank Saqu, Bidik 117 Juta Solopreneur Pada 2030
“Kalau bisa jangan (mogok kerja-red) karena kita akan memproses ini, dan toh pada akhirnya itu kembali pada persetujuan antara perusahaan dan para pekerja yang akan saling berbicara dalam bingkai hubungan industri yang berkeadilan,” imbaunya.
Soal apakah pihak perusahaan merasa keberatan dengan adanya kebijakan terkait kenaikan upah setiap tahunnya, Ia mengaku pihaknya tidak mengetahui seacra pasti.
Akan tetapi, segala proses untuk pengambilan keputusan terkait kenaikan upah, pihaknya telah melibatkan dewan pengupahan, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Banten.
“Kita gak tahu juga ya, gak bisa nebak-nebak. Tapi kalau dari mereka (pengusaha-red) statementnya adalah mengikuti akan peraturan undang-undang yang berlaku,” pungkasnya. (mg-rafi) ***