Menurut Ati, upaya penanganan dengan pemberian obat saja tidak cukup. Saat ini, pihaknya juga melakukan upaya pencegahan dengan menghindari pernikahan antara dua individu yang sama-sama mengidap diabetes.
Ia mengatakan, Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan telah menjalin kerja sama yang mewajibkan calon pengantin menjalani pemeriksaan kesehatan, termasuk untuk mengetahui apakah keduanya memiliki riwayat diabetes.
“Kalau kita hanya melakukan tata laksana pengobatan yang ada ini tidak cukup. Kalau hulunya tidak bisa kita antisipasi,” katanya.
“Oleh karenanya, mencegah perkawinan yang sesama menderita diabetes ini harus jadi perhatian kita sehingga cek kesehatan pada calon pengantin menjadi titik utama poin kita,” tegasnya.
Selain itu, kata Ati, program pemeriksaan kesehatan gratis juga akan terus digencarkan hingga akhir 2025 dengan target mencapai 4,5 juta warga.
“Kita masih berjalan untuk cek kesehatan gratis sampai akhir Desember 2025. Kita sudah 3,8 juta masyarakat melakukan cek kesehatan gratis dan kita targetkan, tahun ini hingga 4 5 juta,” tandasnya.
Sementara, dari sisi profesi medis, dokter spesialis penyakit dalam, Ahmad Mekah menilai, tren kenaikan diabetes di Banten berjalan signifikan dan konsisten.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Banten ini mengatakan, lonjakan angka tersebut harus menjadi peringatan keras bagi masyarakat.
“Tren pasien diabetes cenderung meningkat. Jika obesitas, gaya hidup, serta faktor risiko lainnya tidak dikendalikan, maka kasus diabetes akan semakin sulit ditekan,” katanya.
Mekah juga menekankan bahwa, strategi penanganan tidak boleh hanya bertumpu pada pengobatan melainkan juga antisipasi dan pencegahan.
“Fasilitas kesehatan harus memperkuat edukasi, skrining rutin, serta manajemen risiko agar masyarakat terlindungi dari beban penyakit kronis yang lebih besar di masa depan,” pungkasnya. ***
















