BANTENRAYA.COM – Insiden larangan peliputan oleh oknum humas PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Utama Merak terhadap sejumlah jurnalis televisi dalam peristiwa kebakaran truk ekspedisi di Pelabuhan Merak, Jumat 26 September 2025, menuai kecaman keras.
Saalah satu yang memebrikan kecaman keras terhadapat larangan peliputan itu datang dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia atau IJTI Banten.
Ketua IJTI Banten, Adhi Mazda, menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap Undang-Undang Pers dan ancaman langsung terhadap pilar demokrasi.
BACA JUGA: Ada Kompetisi PLN SustainaAction 2025, Tawarkan Hadiah Hingga Rp6 Miliar
“Kami mengecam keras sikap oknum humas ASDP Merak yang melarang jurnalis televisi mengambil gambar di lokasi kebakaran,” ujarnya.
“Ini jelas menghambat kerja jurnalistik yang dijamin undang-undang. Pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi kepada publik,” tegas Adhi.
Adhi juga mengingatkan bahwa tindakan seperti ini bukan hanya merugikan jurnalis, tetapi juga menutup akses publik terhadap informasi penting.
BACA JUGA: Kejari Periksa 8 Saksi Kasus Dugaan Pemotongan Jasa Lipat Surat Suara KPU Kota Serang
“Tindakan seperti ini berpotensi menutup akses publik terhadap fakta di lapangan. Padahal tugas wartawan adalah menyampaikan informasi yang benar dan berimbang,” lanjutnya.
Larangan Peliputan Langgar UU tentang Pers
IJTI Banten menilai tindakan penghalangan ini melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1), yang mengatur ancaman pidana terhadap pihak yang menghambat kerja jurnalistik.
“Kami meminta pihak ASDP Merak memahami dan menghormati ketentuan UU Pers. Wartawan memiliki hak penuh dalam menjalankan tugas jurnalistik. Jangan sampai ada pihak yang sewenang-wenang membatasi akses pers,” tegas Adhi lagi.
Tak hanya itu, IJTI juga mengingatkan seluruh insan pers untuk tetap menjunjung profesionalisme dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik.
“Kami juga mengimbau rekan-rekan jurnalis agar selalu mematuhi rambu-rambu hukum dan etika profesi, sehingga kebebasan pers yang kita perjuangkan tetap berjalan seimbang dengan tanggung jawab profesional,” tutup Adhi. ***