BANTENRAYA.COM – Hampir genap setahun, aktivitas tambang pasir dan tanah di Kampung Tutul, Desa Citeras, Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak berhenti.
Kini, lahan bekas galian tambang tersebut menyisakan pemandangan yang cukup menyeramkan. Tebing tinggi terbentuk dan cekungan tanah tergenang air.
Tak hanya satu, di lokasi tersebut ada sekitar 4 genangan air yang dalamnya tak bisa diperkirakan.
Baca Juga: Demo Anarkis Penolakan Calon Ketua DPRD Renggut Korban Jiwa, IMALA Salahkan Kader PDI-P Lebak
Bahkan terdapat satu genangan yang saking luasnya terlihat seperti sebuah danau dengan dengan terbing terjal yang terlihat sangat rapuh.
Sementara 3 genangan lainnya warga percaya tak terlalu dalam. Meski begitu, endapan lumpur di bawahnya tentu tetap membahayakan.
Mulai dari tanah yang longsor dan potensi tenggelam tentu bisa terjadi kapan saja.
Baca Juga: 21 Tahun jadi Honorer, Mendiang Yadi Satpol PP Lebak Tinggalkan 4 Orang Anak
Namun bagi anak-anak dan bahkan orang dewasa yang tinggal di sekitarnya, pemandangan yang sebetulnya memperlihatkan arti sebuah kerusakan ekologis tersebut, memberikan satu tempat baru untuk menghibur diri.
Seolah terbiasa, tiap petang mereka datang dan melakukan aktivitas masing-masing.
Selain genangan dan tebing, bekas galian tambang juga membentuk tanah lapang yang dikelilingi oleh genangan air dan tebing-tebing tadi. Di tengah lapangan tersebut, mereka bermain. Bahkan, ada beberapa yang sudah dijadikan ladang.
Baca Juga: Sampai Turun Lapangan, Sejumlah Politikus Tak Malu Lagi Kampanyekan Mantan Pesaing
Sore itu puluhan anak-anak datang sambil membawa sebuah bola. Mereka membagi dua tim.
Ranting pohon dan batang singkong yang berada di sekitar, oleh mereka dijadikan tiang gawang.
Sekitar pukul 17.00 WIB, kick off dimulai. Meski sederhana dan berbahaya, anak-anak terlihat bahagia.
Baca Juga: 5 Link Twibboh Hari Museum Nasional 2024, Desain Keren dan Kekinian untuk Dibagikan di Media Sosial
Hingga menjelang Maghrib, mereka berhenti karena dari atas tebing, orang tua mereka memanggil agar anak-anak segera bergegas pulang.
“Memang hampir setiap sore itu main bola di sini a, seru. Sudah biasa sih, jadi ya gak takut,” kata salah satu anak yang dijumpai, Reza saat ditanya Bantenraya.com, Jumat, 11 Oktober 2024.
Tak hanya memanfaatkan tanah lapang yang tersedia, anak-anak tersebut bahkan berani melompat ke genangan air untuk membersihkan diri.
Baca Juga: Pedagang Asongan di Serang Jadi Tersangka, Diduga Korupsi Setoran Pajak Desa,
Sebagian dari mereka turut menunjukkan keahlian lompat tingginya dari atas tebing dengan tinggi mencapai 3-4 meter.
“Enggesan ngojayna (Sudah berenangnya),” teriak salah satu orang tua yang melihat anaknya berenang dari atas tebing.
Salah satu warga yang dijumpai di sekitar lokasi, Neneng juga turut mengungkapkan bahwa lokasi tambang tersebut memang sudah terbengkalai. Tak tahu pasti sejak kapan, namun sudah hampir setahun warga mulai beraktifitas di lokasi tersebut.
Selain tempat bermain bola dan pemandian, di genangan yang terbesar, warga bahkan memanfaatkannya untuk memancing ikan.
Bagi yang hobi memancing, ucap Neneng, genangan terbesar oleh mereka memang sengaja disebar benih ikan.
“Kalau yang di lapangan ini emang biasanya main bola. Terus kalo genangan itu juga ada yang dipakai buat kerbau. Tapi, kalau genangan yang itu (sambil menunjuk ke arah salah satu genangan) gak bisa kerbau juga, lumpurnya dalam,” ucap Neneng lagi dengan berbahasa Sunda.
Baca Juga: Daftar Lengkap Pimpinan dan Anggota AKD DPRD Kota Cilegon 2024-2029, Dari Nama hingga Asal Fraksi
Tak hanya wahana bermain, saking luasnya lokasi tambang yang terbengkalai tersebut, warga sekitar rupanya turut memanfaatkannya untuk berladang. Bahkan, pantauan Banten Raya, di salah satu lokasi titik, terlihat seorang petani tengah menanam puluhan pohon pisang.
Neneng sendiri salah satu warga yang berladang di lokasi bekas galian tambang tersebut bersama suaminya. Saat bertemu dengan Banten Raya di dekat lapangan tempat anak-anak bermain bola, dirinya mengaku saat itu baru saja pulang menggarap lahan.
“Soalnya inikan emang awalnya lahan warga, terus dijual ke pengusaha tambang, ya sekarang sudah berhenti kita manfaatkan lagi,” terangnya.
Neneng menceritakan kondisi lingkungannya saat aktivitas tambang masih aktif beroperasi. Setiap hari, puluhan truk berlalu lalang melewati jalan mungil yang juga dilalui warga. Bertahun-tahun hingga tambang tak beroperasi, jalan tetap rusak bahkan bergelombang.
“Kalau debu jangan ditanya. Tiap hari truk pasir mondar-mandir ngangkut. Gak tau juga punya siapa sebetulnya,” ucapnya lagi.
Kini, Neneng hanya berharap hidupnya bisa tenang tanpa mendengar suara alat berat yang sedang mengeruk pasir atau suara truk besar ketika membawa pasir berlebih.
Baca Juga: Anti Barcode di SPBU, Volta eX Resmi Meluncur Hadirkan Motor Listrik dengan Desain Futuristik
“Saya juga gak tau sebetulnya dapat untung atau enggak, ya gini-gini aja,” tandasnya.***