BANTENRAYA.COM – Siapa yang tidak mengetahui Pinjaman Online atau Pinjol? Siapa yang tidak mengetahui manisnya mendapatkan Pinjol? Siapa yang tidak mengetahui pahitnya Pinjol?
Ayo kita sama-sama telisik bahayanya Pinjol.
Saya tidak pernah melakukan Pinjol, tapi saya pernah mendengarkan beberapa keluh kesah dari para pelaku Pinjol.
Saya menulis, karena saya merasa kasian, saya berusaha mengingatkan, saya berusaha menyadarkan betapa bahayanya Pinjol.
Di era kemajuan teknologi finansial yang pesat, kemunculan layanan pinjol menjadi alternatif bagi yang membutuhkan dana cepat tanpa syarat rumit, karena biasanya hanya menggunakan identitas seperti KTP dan data nomor telepon.
Baca Juga: Gara-gara Opsen Pajak, Pemprov Banten Kehilangan Duit PAD Rp2 Triliun
Namun di balik kemudahan itu, tersimpan bahaya besar, khususnya bagi anak muda yang seringkali tergoda oleh solusi instan tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang.
Kenapa manis di awal? Syaratnya mudah, langsung cair, dan bisa beli apa yang kita mau.
Pinjol menawarkan proses pinjaman yang sangat cepat, hanya dengan bermodal Kartu Tanda Penduduk atau KTP dan akses internet.
Dalam hitungan menit, dana sudah bisa cair ke rekening peminjam.
Iklan yang tersebar di media sosial juga kerap menggambarkan Pinjol sebagai jalan keluar dari masalah keuangan tanpa perlu ribet.
Baca Juga: Pendaftaran Pelatihan Bahasa Korea dari Krakatau Posco Sudah Dibuka! Berikut Persyaratannya
Bagi anak muda yang belum mapan secara ekonomi, hal ini tentu sangat menggiurkan.
Namun, kemudahan itu sering kali menjadi pintu masuk menuju masalah keuangan yang jauh lebih serius.
Banyak dari mereka yang tergoda bukan karena kebutuhan mendesak, melainkan karena keinginan konsumtif seperti beli gadget baru, liburan, atau sekadar mengikuti gaya hidup teman-temannya.
Berdasarkan data, fenomena anak muda yang terjerat Pinjol menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun 2019-2025.
Baca Juga: Persyaratan PPG Daljab Madrasah Batch 3 Mapel Agama Tahun 2025, Cek Ada Apa Saja?
Bahkan detikfinance mengeluarkan rilis, bahwa hingga Maret 2025, total Outstanding Pinjol perseorangan di Indonesia sudah mencapai Rp75,44 triliun, dengan kondisi kredit macet sekitar Rp 1,65 triliun.
Dari jumlah pinjaman, kelompok usia 19-34 tahun menyumbang Rp 37,87 triliun, dan total rekening mencapai 14 juta entitas.
Selain itu, Infobank News juga menyebut bahwa rata-rata pinjaman per-rekening anak muda (Generasi Milenial/Gen Z) meningkat selama tahun 2022-2024, dari sekitar Rp 7 juta (2022) menjadi Rp9 juta di tahun 2024.
Pahit di akhir? Mari kita perhatikan. Banyak pengguna Pinjol tidak menyadari bahwa di balik pinjaman kecil, tersembunyi bunga yang mencekik.
Beberapa Pinjol ilegal bahkan mengenakan bunga harian, dengan sistem denda yang terus bertambah setiap hari jika terlambat membayar.
Bahkan, tidak sedikit peminjam yang akhirnya terjebak dalam lingkaran utang (Debt Trap), meminjam dari pinjol lain untuk menutup pinjaman sebelumnya.
Ada yang lebih parah, Pinjol ilegal sering kali menyalahgunakan data pribadi pengguna. Ketika peminjam gagal bayar, mereka akan menerima intimidasi, teror melalui telepon, bahkan pencemaran nama baik di media sosial bukan hanya kepada peminjam, tapi juga kepada keluarganya atau teman dekatnya.
Sehingga hal tersebut bisa berdampak terhadap gangguan mental (stres berat, kecemasan, depresi, bahkan secara ekstrem bisa berujung bunuh diri).
Sehingga ini menjadi pekerjaan kita semuanya untuk saling mengingatkan antar sesama, karena pinjol bukan sekedar masalah ekonomi, melainkan krisis kesehatan mental dan sosial.
Solusinya, yaitu dibutuhkan upaya serius, di antaranya meningkatkan literasi keuangan. Bagaimana caranya mengelola uang, mengenal mana utang sehat dan berisiko, dan harus mengingat segala risiko yang akan mengancam dan merugikan kita.
Selain itu, peranan keluarga menjadi salah satu pondasi utama dalam mencegah Pinjol dengan meningkatkan edukasi keuangan sejak dini.***
Baca Juga: Inilah Daftar 17 Kandidat Calon Sekda Kabupaten Serang, Dari Pejabat Kota Serang hingga Akademisi
Penulis merupakan Direktur Indonesia Menulis, Peri Irawan.