BANTENRAYA.COM – Gubernur Banten Andra Soni meminta percepatan pelaksanaan reforma agraria di Banten disertai dengan jaminan bahwa program tersebut benar-benar berdampak bagi kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Banten yang digelar di Kantor Wilayah BPN Banten, Rabu (30/7/2025).
Menurut Andra, reforma agraria tidak boleh berhenti pada pembagian tanah semata.
Pemerintah harus memastikan tanah yang dibagikan kepada masyarakat disertai dukungan ekonomi agar mampu meningkatkan kualitas hidup warga.
“Reforma agraria bukan sekadar pembagian tanah, tetapi juga pemberdayaan. Agar masyarakat tidak hanya menerima tanah, tetapi juga mendapatkan akses permodalan, pelatihan, dan pasar,” kata Andra.
Ia menekankan perlunya koordinasi lintas sektor antara Pemprov, pemerintah kabupaten/kota, Kementerian ATR/BPN, Kementerian LHK, hingga aparat desa. Hal ini penting agar pelaksanaan reforma agraria berjalan efektif dan sesuai karakteristik wilayah.
“Pastikan objek penerima tanah benar-benar masyarakat yang berhak melalui pendataan yang akurat, transparan, dan partisipatif,” ujarnya.
Andra juga mendorong pelibatan masyarakat sipil dalam proses pemantauan dan evaluasi program agar implementasi reforma agraria berlangsung transparan, akuntabel, dan berdampak nyata.
“Reforma agraria adalah amanat konstitusi yang seharusnya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mari kita jaga komitmen bersama ini agar tanah benar-benar menjadi sumber kesejahteraan bagi rakyat Banten,” katanya.
Sebagai informasi, salah satu fokus utama GTRA adalah penataan ulang lahan eks-Hak Guna Usaha (HGU) yang telantar.
Kantor Wilayah BPN Banten mencatat ada dua lokasi eks-HGU yang menjadi prioritas awal, yakni lahan bekas PT Bantam Preanger seluas 700 hektare di Kabupaten Lebak, dan eks PT Wahana Rimba seluas 400 hektare di Kabupaten Pandeglang.
Kepala Kantor Wilayah BPN Banten, Sudaryanto, mengatakan, pihaknya tengah melakukan pemetaan dan verifikasi terhadap status penguasaan fisik dua lahan tersebut untuk memastikan legalitasnya sebelum diusulkan menjadi objek reforma agraria.
Baca Juga: Pemkab Serang Tuntaskan 12 Temuan BPK, Evaluasi Besar-besaran Tata Kelola Keuangan Daerah
“Kalau memang yang sudah digarap oleh masyarakat, itu kita bagikan melalui program redistribusi tanah atau reforma agraria,” kata Sudaryanto.
Namun ia mengingatkan, pendekatan yang digunakan harus tetap berhati-hati dan berbasis hukum.
“Kita akan mendata dulu permasalahan-permasalahan yang ada. Jangan sampai arahan Pak Gubernur tadi malah dipukul balik oleh lawan. Jadi semua harus diputuskan sesuai aturan,” ujarnya.
Baca Juga: Viral Video Dua Kelompok Pelajar di Lebak Tarung Tangan Kosong, Diduga Ada Tekanan Senior dan Alumni
Selain penataan eks-HGU, Sudaryanto juga menyinggung soal pembatalan ratusan sertifikat tanah hasil program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Lebak karena ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh pemerintah pusat.
Menurutnya, hal ini menjadi persoalan serius karena sebagian warga telah tinggal di wilayah itu selama puluhan tahun.
“Harusnya kan tidak seperti itu. Masyarakat yang sudah tinggal di situ berpuluh-puluh tahun tiba-tiba jadi kawasan hutan. Ini juga menjadi PR tersendiri. Nanti Pak Gubernur akan berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan supaya jangan dibatalkan. Kasihan masyarakat,” pungkasnya. ***