BANTENRAYA.COM – Gerakan mahasiswa melalui unjuk rasa atau demonstrasi menolak Undang-undang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI terus dilakukan berbagai kampus dan organisasi mahasiswa di Banten.
Unjuk rasa dilakukan mahasiswa Banten pada Kamis, 20 Maret 2025 lalu.
Mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa, Pelajar dan Rakyat atau Ampera Banten mendesak pemerintah untuk membatalkan UU TNI, karena dianggap mengkhianati semangat Reformasi 1998.
“Pengaturan yang kontroversial, salah satu pasal yang paling kontroversial dalam UU TNI 2025 adalah pasal yang mengatur tentang peran TNI dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Pasal ini dianggap terlalu luas dan dapat digunakan sebagai alasan untuk melakukan intervensi militer dalam urusan sipil,” ujar Abroh, Humas Ampera Banten pada Kamis, 27 Maret 2025.
Baca Juga: Pemudik Sepeda Motor di Pelabuhan Ciwandan Pilih Perjalanan Malam Hari Agar Tak Kepanasan
Kata Abroh, pemerintah dan DPR RI dinilai membohongi masyarakat dengan melakukan rapat panitia kerja atau panja RUU TNI secara tertutup di hotel mewah.
Ampera Banten berpendapat bahwa disahkannya UU TNI bisa menghilangkan supremasi sipil serta mengancam demokrasi di Indonesia.
“Dengan memberikan peran yang lebih besar kepada TNI dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, undang-undang ini dapat digunakan untuk membatasi kebebasan sipil dan memperkuat kontrol militer atas masyarakat,” tandasnya.
Pada aksi unjuk rasa di Ciceri Kota Serang, mahasiswa membakar ban bekas dan memblokir perempatan lampu merah Ciceri, Kota Serang hingga larut malam pada Kamis, 27 Maret 2025 lalu.
Baca Juga: Jadi Puncak Arus Mudik Lebaran 2025, Pelabuhan Merak Padat Sejak Dinihari Tadi
Mahasiswa menyuarakan tuntutannya, diantaranya menolak UU TNI tahun 2025, kembalikan TNI pada tugas pokok dan fungsinya, tegakkan supremasi sipil, tolak RUU KUHAP, wujudkan pendidikan ilmiah gratis dan demokratis, pecat TNI aktif dari jabatan sipil, hingga tolak Inpress nomor 01 tahun 2025.
“Rakyat Indonesia sudah trauma dengan tindakan dwifungsi ABRI, tapi pemerintah terkesan ingin mengaktifkan kembali dwifungsi ABRI. Pembahasan nya tertutup dan bertempat di hotel mewah. Mau ngapain sik kok rapat nya ditutup-tutupi? Katanya efisiensi anggaran?,” tandas Abror.***