BANTENRAYA.COM – Kawal Demokrasi menggelar Aksi Simbolik di Lampu merah Ciceri, Kota Serang, Banten pada Kamis, 6 Februari 2025.
Kawal demokrasi tersebut menyoroti Pembangunan infrastruktur di Provinsi Banten dengan didorong oleh lokasinya yang strategis, berbatasan langsung dengan Jakarta.
Selain itu, Kawal Demokrasi juga menyoroti kawasan industri yang cukup berkembang pesat seperti Tangerang dan Serang, serta akses ke pelabuhan internasional seperti Merak dan Cigading.
Baca Juga: ASN Kota Cilegon Mulai Pinjol Gali Lobang Tutup Lobang Akibat TPP Belum Cair
Infrastruktur yang ada di Provinsi Banten ini juga memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, terutama di sektor industri, perdagangan, dan jasa.
Oleh karena itu, pengembangan infrastruktur transportasi seperti jalan, pelabuhan, dan bandara yang ada di Provinsi Banten tersebut menjadi sangat penting untuk mendukung kegiatan ekonomi.
Founder Kawal Demokrasi M. Hakim menanggapi Isu korupsi yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Banten semakin mencuat.
Baca Juga: Cegah Banjir UPT PJJ Sergon Normalisasi Drainase di Komplek BAP 1 Kota Serang
Hal tersebut terjadi karena seiring dengan terungkapnya berbagai kasus yang melibatkan pejabat Dinas PUPR tersebut.
Dinas PUPR, yang memiliki peran kunci dalam pengelolaan proyek-proyek infrastruktur, menjadi salah satu sektor yang paling rentan terhadap praktik korupsi.
Tidak hanya itu, kasus-kasus korupsi di lembaga ini sering melibatkan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang dan jasa, manipulasi anggaran proyek.
Baca Juga: Prodi PPKn Unbaja Sosialisasi Pancasila di SMAN 8 Kota Serang
Serta kerap terjadi kasus penerimaan suap dari kontraktor atau pihak terkait untuk memenangkan tender proyek yang ada di Dinas tersebut.
Korupsi yang terjadi di Dinas PUPR sangat berdampak pada kualitas dan kelancaran pembangunan infrastruktur yang ada di Provinsi Banten.
“Proyek-proyek infrastruktur yang seharusnya rampung tepat waktu dan sesuai anggaran sering kali mengalami keterlambatan, pembengkakan biaya, atau bahkan kualitas yang tidak sesuai dengan standar,” ujarnya.
Baca Juga: Himawar Gelar Pengobatan Gratis, Masyarakat Sangat Antusias
Hal ini tentu merugikan masyarakat, karena infrastruktur yang dibangun dengan cara demikian tidak dapat berfungsi secara optimal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dan juga, praktek korupsi di Dinas PUPR juga menciptakan praktek ketidakadilan dalam distribusi proyek pembangunan.
Proyek-proyek infrastruktur yang lebih menguntungkan pihak tertentu, baik itu pengusaha atau oknum pejabat, sering kali mengabaikan kebutuhan yang lebih mendesak atau prioritas masyarakat.
Baca Juga: Meet The CEO 2025: PNM Perkuat Sinergi, Siap Wujudkan Pertumbuhan Berkelanjutan
Praktik ini juga memperburuk persepsi publik terhadap kualitas pemerintahan dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam menjalankan proyek-proyek pembangunan.
Dalam jangka panjang, korupsi yang merajalela di Dinas PUPR Provinsi Banten dapat menurunkan potensi investasi di sektor infrastruktur dan memperburuk iklim bisnis di daerah tersebut.
Untuk itu, upaya pemberantasan korupsi di lembaga ini sangat penting agar pembangunan infrastruktur dapat berlangsung dengan baik, transparan.
Baca Juga: FKUB Provinsi Banten Berikan 25 Sertifikasi Mediator
Dan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat. Peningkatan pengawasan, penegakan hukum yang tegas, serta perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa menjadi langkah-langkah yang krusial untuk memperbaiki situasi ini.
Kasus korupsi di Dinas PUPR Provinsi Banten terkait dengan beberapa proyek, antara lain:
1. Proyek jalan Ciparay-Cikumpay: Proyek ini memiliki niali kontrak sebesar Rp87,7 Miliar. PT Lombok Ulina, Perusahaan yang ditunjuk sebagai pelasana proyek, sebelumnya telah dilarang oleh pemerintah untuk mengerjakan proyek yang dibiyai oleh APBN/APBD selama satu tahun karena melanggar hukum.
Baca Juga: Penghematan Belanja Baru Sampai Rp 90,9 Miliar, Transfer Pusat Semakin Berkurang Drastis
2. Proyek jalan Banten Lama-Tonjong: Proyek ini memiliki nili kontrak sebesar Rp118,9 Miliar. Diduga terjadi korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam proyek ini.
3. Proyek pelabuhan Tanjakan Bangangah: Proyek nilai kontrak sebesar Rp28 Miliar, yang diduga terjadi korupsi dan penyalahgunaan dana dalam proyek ini. ***